Marga terpental karena pintu yang ternyata tidak terbuka saat ia mencoba masuk ke dalam rumah. Alisnya menyatu kebingungan. Hedia jarang mengunci rumah jika berada di rumah, jadi sangat aneh saat rumah justru terkunci. Untung saja Marga selalu siap dengan kunci cadangan.
Belum memasukan kunci ke dalam lubang kunci, Marga mendapatkan pelukan dari belakang.
"Bingung ya rumah dikunci?" Hedia mendongak dan tersenyum manis.
Marga menghela napas lega saat mengetahui jika Hedia yang memeluknya. Tangannya terangkat untuk merangkul pinggang Hedia yang kini membukakan pintu.
"Kamu habis dari mana?" tanya Marga saat melihat baju yang dikenakan oleh Hedia. Terlihat seperti habis jalan-jalan.
"Nanti aku ceritain. Mas belum makan, kan? Aku beli makan di luar tadi, sekalian pulang. Mas mandi, aku nyiapin makan sama masak nasi. Mas bau desinfektan, gak suka."
Marga mengecup bibir tebal Hedia. "Segini Mas udah mandi sebelum pulang."
"Tetep aja bau desinfektan. Aku gak suka."
Si suami mengalah. Memilih untuk segera membersihkan diri dan makan siang. Tidak sabar mendengar cerita dari istrinya.
Melihat Marga yang sudah menuju lantai dua, Hedia segera memasak nasi untuk mereka makan. Makanan yang sudah ia beli pun disajikan di atas meja. Berhubung Marga masih berada di atas, Hedia memilih untuk menyapu dan membersihkan sedikit rumahnya. Tadi pagi ia tidak sempat berbenah. Langsung ke rumah Kanaya dan menemani Bu Muna.
"Babe."
Hedia menoleh sekilas ke arah tangga kepada Marga yang memanggilnya. Ia kemudian kembali menyapu ruang tengah menuju halaman belakang.
"Habis makan, kita jalan, yuk. Kangen banget sama istri aku." Marga mendudukan dirinya di kursi makan. Tangannya bergerak untuk membuka tudung saji.
"Nasinya udah mateng, belum?" tanya Marga yang kini berjalan untuk mengambil piring serta peralatan makan lainnya.
"Tadi udah bunyi ctek sih," jawab Hedia yang kini sudah selesai dengan kegiatan menyapunya.
Marga menganggukan kepalanya. "Udah dari tadi kan?"
Hedia terkekeh. Tahu dengan pasti jika Marga sudah sangat kelaparan. "Belum sih, cuman gak apa-apa, buka aja. Kalau lengket tinggal direndem."
Karena Hedia sudah berkata seperti itu, Marga membuka rice cooker dan mengambil nasi dari sana. Tidak lupa mengambil nasi sesuai porsi Hedia. Setelahnya, ia mendinginkan nasi dengan piring tipis yang berada di rak piring. Mengipasi nasi panas tersebut agar menjadi hangat dan bisa segera disantap.
"Sabar, Mas," kata Hedia dengan kekehan halus.
Setelah masalah nasi selesai, mereka akhirnya bisa menyantap makan siang bersama. Hedia pun menceritakan harinya dari di rumah Kanaya hingga akhirnya menemani Bu Muna ke salah satu pusat perbelanjaan besar.
"Aku kaget banget pas tau ternyata Bu Muna gak cuman beliin hadiah buat kembar. Bisma, Michelle, Mbak Jihan juga dibeliin. Terus tuh ya, aku juga dibeliin sesuatu sama Bu Muna. Katanya, Marga udah kamu urus dengan baik, kamu juga berhak dapet hadiah. Untuk Marga udah saya siapin, nanti dianter ke rumah, gak usah khawatir."
"Oh, iya? Kamu dibeliin apa?"
"Tas. Limited edition. Nanti dianter ke rumah, soalnya belum masuk ke Indonesia. Bu Muna mau beliin aku itu karena Mbak Kanaya disapa sama karyawan di sana kalau ada barang baru yang limited. Aku jadi mikir kalau Mbak Kanaya tuh uangnya gak ada seri, dan dia sering ke sana. Mbak Jihan juga dibeliin tas limited edition. Tapi beda brand. Baru dipajang tadi pagi. Suaminya Bu Muna ninggalin dia banyak duit ya berarti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desperate Housewives ✓
RandomIni cerita keluarga yang berada di sebuah Town House Rengganis. Cerita ini akan mengisahkan bagaimana peran seorang istri dan Ibu di keluarga yang tinggal di Town House Rengganis Season 2 dari; Dicari: Suami Series