"Eh, Hedia."
"Mbak Mirna."
Hedia segera berlari kecil menghampiri Mirna yang berjalan di depan rumahnya.
"Ke rumah Mbak Kanaya-nya bareng," ujar Hedia yang segera merangkul lengan Mirna. "Anna mana, Mbak? Udah libur kan?" lanjutnya bertanya.
Mirna menganggukan kepalanya. "Udah. Lagi main ke rumah Yuki."
"Menurut kamu, di usia Anna wajar gak usah suka sama lawan jenis?" tanya Mirna tiba-tiba.
Hedia menatap bingung ke arah Mirna. "Anna udah puber kan, Mbak? Menurut aku sih wajar aja."
"Anna kayanya suka sama Haka deh."
"Wajar sih Mbak kalau Anna suka Haka. Anaknya ganteng gitu. Mana pinter banget lagi," balas Hedia dengan jenaka.
Mirna menekan bel rumah Kanaya untuk dibukakan pintu. "Tapi aku gak Anna pacaran dulu. Kira-kira kasih pengertiannya gimana, ya?"
Hedia dan Mirna sama-sama tersenyum sopan ke arah wanita yang membukakan pintu untuk mereka. Keduanya lalu berjalan semakin memasuki rumah Kanaya untuk menuju halaman belakang.
"Hei, masih pagi banget buat kalian dateng ke sini," sapa Kanaya yang tersenyum cerah.
"Ya gak apa-apa, Mbak. Siapa tau ada yang bisa dibantu," balas Hedia dengan ceria.
Kanaya menghela napas pelan. "Kamu gak liat sebanyak apa pekerja di rumah aku? Jongin panggil jasa untuk bantu aku masak. Alasannya takut aku kecapean."
Hedia menyatukan alisnya. "Jongin siapa, Mbak?"
"Oh, aku belum kasih tau kamu, ya? Itu nama lahirnya suami aku. Dia kan orang Korea. Jordy tuh nama panggilan dia supaya orang gampang manggil dia," jelas Kanaya yang kemudian terkekeh.
"Mungkin Jordy masih nyimpen rasa takut, Mbak," ujar Mirna.
Kanaya menganggukan kepalanya. "Mungkin aja sih, Mbak. Tapi aku agak gak nyaman gitu. Padahal ini kerjaannya ringan banget. Tadi pagi, Winnie sama Bu Leila juga dateng bantuin aku kok. Jadi itungannya aku gak ngapa-ngapain."
"Aku kira cuman aku yang belum dateng buat siap-siap."
Tiga wanita itu menoleh ke arah Jihan yang baru saja datang.
"Michelle gak dibawa, Mbak?" tanya Hedia saat tidak melihat anak gadis Jihan dalam gendongan.
Jihan mengambil kue kecil yang berada di atas meja. "Ayahnya pulang tadi malem. Biarin aja main sama Ayahnya dulu. Aku juga perlu waktu sendiri," ujarnya yang kemudian mencicipi kue di tangannya.
"Eum. Masakan Mbak Kanaya selalu enak!" puji Jihan dengan mata berbinar.
"Serius? Padahal takaran gulanya itu kurang karena pegawai salah nakar. Ada rasanya beneran? Aku sih gak ngerasa. Ini aku lagi mikir harus diolah ulang jadi apa kue gak enak ini."
Mirna dan Hedia yang mendengar ucapan Kanaya segera mencoba kue kecil tersebut. Keduanya tidak merasakan keanehan apapun. Masakan Kanaya selalu enak seperti biasanya.
"Mbak, enak gini dibilang gak enak dari mana coba?"
Mirna mengangguki ucapan Hedia. "Enak kok. Manisnya kerasa."
Kanaya menghela napas pelan. "Kalian gak ngerasa kalau kuenya sedikit keras. Itu kuenya bisa ngancurin gigi."
"Mbak~, masakan Mbak enak. Pokoknya gak usah kepikiran masalah makanan. Ini enak. Mbak bilang gitu karena udah 20 tahun jadi koki, jadi lidahnya sensitif," ujar Hedia menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desperate Housewives ✓
RandomIni cerita keluarga yang berada di sebuah Town House Rengganis. Cerita ini akan mengisahkan bagaimana peran seorang istri dan Ibu di keluarga yang tinggal di Town House Rengganis Season 2 dari; Dicari: Suami Series