1. Setiap Rumah Ada Cerita

843 150 89
                                    

"Abang."

Winnie tersenyum saat matanya bertatapan dengan sang suami. Ia menutup pintu ruang kerja dan berjalan menghampiri Yuta dengan nampan sedang di tangannya.

"Ada apa, Sayang?" tanya Yuta dengan bahasa Jepangnya.

Oke, Winnie mengakui jika dirinya sangat menyukai jika sang suami berbicara dengan bahasa Jepang. Terdengar sangat seksi.

Winnie meletakan nampan yang dibawanya di sisi meja yang kosong. Tanpa ragu duduk di pangkuan suaminya. Menatap suami di hadapannya dengan tatapan manis. Bukan hal yang luar biasa untuk Winnie melakukan ini. Si cantik memang sering bermanja dengan suaminya.

Yuta tersenyum, tangannya terangkat untuk menyelipkan rambut sang istri ke belakang telinga. "Kenapa, hm?"

"Aku lagi jenuh sama kegiatan aku," aku Winnie dengan kepala yang disandarkan pada pundak Yuta. "Aku udah seneng banget pas kamu bisa luangin waktu seminggu buat liburan bareng twins ke Belitung. Tapi ya, gimana lagi. Aku juga gak mungkin nyalahin Haka," lanjutnya dengan lesuh.

Pelipis Winnie dikecup oleh Yuta, memberikan ketenangan sendiri untuk Winnie. "Mau liburan berdua? Sudah lama juga kita tidak berlibur berdua."

Winnie menatap sedih ke arah Yuta. "Kalau kita liburan berdua, twins gimana?"

"Aku kirim ke Jepang."

Mata Winnie berbinar cerah. "Twins boleh liburan ketemu grandpa dan grandmanya?"

Yuta menyeringai. Berhasil membuat bulu kuduk Winnie berdiri. Ada sebuah peringatan dalam bawah sadar Winnie.

"Abang?"

"Iya. Mereka kegiatan bakti sosial di Jepang, dibawah pengawasan Kakek dan Nenek mereka," balas Yuta dengan bahasa Jepang dan nada suara rendah.

Winnie tersenyum canggung. "Kalau gitu, aku temenin twins aja. Kita gak usah liburan."

Yuta menaikan sebelah alisnya. "Aku juga kangen sama kamu. Kita liburan ke Fiji dua minggu lagi. Di situ aku ada waktu kosong."

"Jangan berat-berat ya, Bang. Gak tega aku liatnya."

"Aku bisa bilang seperti itu kepada Papa dan Mama. Tapi aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan kepada kembar."

.
.
.

"Li."

Julio menoleh ke belakang sekilas setelah mendengar panggilan istrinya. Lelaki itu sedang sibuk menggoreng ayam. Tidak ingin ditinggal barang sedetik pun. Takut gosong katanya.

"Aku pinjem 7 M dong," ujar Taliya dengan ringan.

Tangan Julio buru-buru mematikan kompor dan mengangkat ayamnya ke jaring tirisan minyak. Entah ayamnya sudah matang atau belum.

"Gak ada kalau tujuh. Adanya cuman 2, mau gua beliin lagi?" tanya Julio seraya melepaskan apronnya, bertanya jenaka kepada Taliya.

Mendapati wajah kaku sang istri akibat pertanyaan tersebut, Julio berjalan menghampiri Taliya. Mendudukan dirinya di samping sang istri.

Julio berdeham. "Tujuh miliyar untuk apa, Li?" tanya Julio dengan lembut. Namun tidak mendapat jawaban sama sekali dari Taliya.

"Nanti aja ya beli rumahnya. Dedek bayinya juga kan belum jadi. Belum perlu warisan untuk dikasih."

Taliya menatap sedih ke arah Julio. "Buat Papa, Li. Bukan buat aku."

"Uang segitu banyak untuk apa? Kalau jelas, aku kasih. Gak usah pinjem."

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang