Mentari mulai bersinar, menunjukkan bahwa pagi hari telah tiba. Dan awal dari hal baru telah dimulai.
Aku beranjak dari tempat tidurku, dan beralih membuka gorden jendela yang berada di kamarku. Lalu setelah itu aku pergi ke kamar mandi, untuk menyegarkan tubuhku. Setelah selesai aku turun kebawah untuk bergabung bersama keluarga.
Saat ku turun dari tangga, aku sudah melihat ayahku yang sedang duduk diruang keluarga dengan televisi menyala ditemani secangkir kopi dipagi hari.
"Kau ingin kemana pagi-pagi seperti ini?" Tanya Ayah, yang baru saja melihatku turun.
Aku berhenti saat mendengar beliau bertanya padaku, lalu aku menatapnya dan menggelangkan kepalaku. "tidak pergi kemana-mana" balasku.
Ayah mengangguk, "bagus. Duduklah disini bersama Ayah" suruh ayah padaku.
Aku menurutinya, aku berjalan kearah ayah, dan duduk disampingnya.
"Bagaimana rencanamu selanjutnya?" Tanya Ayah, yang pandangnya fokus ke berita televisi.
"Rencana apa?" Aku berbalik bertanya, karena aku bingung. Emang ada Rencana apa.
Mendengar apa yang ku katakan, sontak Ayah menatapku. "Rencana hidupmu, masa depanmu, serta pendidikanmu, selanjutnya lah. Apalagi jika bukan itu?"
Aku mengangguk mengerti, "ohh itu. Aku ingin mencari universitas diluar kota. Apakah ayah Membolehkannya?"
Ayah mengerutkan keningnya, "Kenapa tidak disini saja?. Disini banyak juga universitas yang terbaik."
Aku mengangguk, "iya Ayah bener. Tapi aku hanya ingin belajar mandiri. Aku sudah dewasa mana mungkin aku bergantung pada kalian terus-menerus."
"Kenapa gitu?, Kau putraku, putra Ayah. Ayah kan orang tua mau. Jadi tidak masalah jika kau membutuhkan Ayah."
"Iya, ayah tidak salah. Tapi tidak ada salahnya bukan, Kartik ingin belajar mandiri diluar kota."
Ayahku Akhirnya mengangguk, "Iya. Ternyata putra Ayah memang sudah besar" ujar ayahku yang sedang menepuk-nepuk bahu ku.
Aku menatap Ayah, "Jadi apakah ayah mengizinkan aku untuk kuliah di luar kota?"
Ayah mengangguk, "iya ayah izinkan. Tapi belum tentu dengan bundamu".
Aku mengembuskan napasku pelan, Ah ya masalah Ayah setuju sudah beres. Tinggal masalah persetujuan dari Bundaku. Mungkin meminta persetujuan dari bunda agak lebih sulit. "Ah iya. Bunda Pasti tidak akan semudah itu mengizinkan ku" gumamku pelan, namun masih di dengar oleh ayahku.
Ayah terkekeh pelan mendengar apa yang ku ucapkan. "Tidak perlu khawatir tentang itu. Jika itu pilihan mu, pasti bunda akan mengizinkan mu. Tenang saja nanti ayah akan membantumu" ujar ayah Seraya menepuk-nepuk pundak ku. Dan aku bisa bernafas lega.
Setelah itu tidak ada percakapan diantara kami. Aku dan Ayah sama-sama sibuk menonton berita yang ada di televisi.
Namun ayah menatapku sekilas, "Apa alasan mu. Mengambil Kuliah di luar kota?" Tanya Ayah.
"Aku sudah menjelaskannya diawal tadi. Aku hanya ingin belajar mandiri, karena aku sudah beranjak dewasa" Jawabku seraya menatap Ayah.
Namun raut wajah Ayahku sepertinya kurang puas dengan apa yang ku katakan.
"Hanya itu?"
Aku mengangguk.
"Kau yakin?. Tidak ada alasan lain, selain ingin belajar mandiri?"
Aku menatap ayah dan mengangguk berkali-kali. "Iya Ayah. Hanya itu"
Kami diam, Namun tiba-tiba pertanyaan yang di lontarkan Ayah lagi, membuatku gelagapan sendiri, dan bingung ingin menjawab seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARTIK |Tentang kita| [End]
Teen Fiction--- Menyembunyikan perasaan itu kepadanya adalah salah satu cara untuk mempertahankan Persahabatan kami. -Kartik- --- Benar kata orang "jika laki-laki dan perempuan itu tidak bisa murni menjalin persahabatan tanpa melibatkan perasaan" Awalnya aku b...