27. Ketepatan Hati

798 89 20
                                    


Tanganku menuntun Jungkook tanpa paksa, aku melihat sekilas ia tersenyum salah tingkah melihat kelakuan tak terdugaku. Mungkin menurutnya aku bercanda, namun ketika sampai di kamar Jungkook melepaskan genggaman tangan kami.

"Seah?"

Aku menoleh, sekarang wajahnya yang terlihat antusias tadi menjadi penuh keraguan.

"Aku ingin tidur denganmu," kataku.

Bukannya ia meminta itu tadi.

Sirat kegugupan memenuhi wajah Jungkook. "Tidur?" tanya Jungkook supaya aku mengartikan maksud tidur disini.

Tubuhku mendekat, aroma ramen tadi memang sudah lenyap. Aku yakin Jungkook membersihkan apapun itu hanya untuk mendapat kesempatan menciumku malam ini.

"Apa aku perlu menjelaskannya?" basa basiku.

Dalam jarak yang hanya tiga inci ini Jungkook menelan saliva terlihat begitu jelas dari jangkung tegasnya yang naik sebelum turun kembali ke tempatnya. Jantungku berdebar keras. Jujur aku pun kewalahan mengendalikan rasa gelisahku namun aku rasa Jungkook tidak harus melihatnya dengan sikapku yang seberani sekarang.

Tangannya menarik pinggulku memangkas jarak yang tersisa. Ia membelai wajahku sampai dimana mataku aku terpejam.

Jungkook menuntun kepalaku untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Sayang, ketika berada di dekatmu aku selalu kehilangan kendali akan diriku." Sebelum melanjutkan kalimatnya Jungkook mencium kepalaku dengan begitu lembut. Kalimat sayang yang aku dengar dari Jungkook semakin membuat darahku berdesir, seluruh tubuhku menghangat.

Kami saling menatap, dengan polosnya Jungkook bertanya, "apa tidak apa kita melakukannya sekarang?"

"Apa kau tidak ingin?" Menyadari perilakunya selama ini, seagresif apa Jungkook terhadapku rasanya tidak mungkin ia menolak atau bahkan seharusnya sedari tadi ia sudah memulainya sebab perilakuku.

"Kenapa bertanya apa aku ingin, aku selalu nyaris tersiksa dengan hasratku akan dirimu Seah."

Aku terkekeh. "Jungkook-ah kau terlalu puitis kau tau itu."

Kami terdiam cukup lama saling menatap. Sampai akhirnya ciuman darinya membuat mata kami terpejam. Ritme ciuman Jungkook membuatku kesulitan mendapat pasokan udara. Ketika tautan bibir kami terlepas aku menyadari rasa perih tertinggal di sudut bibir bawahku.

"Maaf," suara Jungkook terdengar sangat berat. Ia mengusap bibirku yang mengeluarkan sedikit darah karena ulahnya.

"Aku terlalu kasar," gumamnya.

"Tidak apa." Aku kembali ingin menautkan bibir kami namun Jungkook menghentikanku. Ia menuntun agar aku duduk di ranjang.

Ia berlutut dihadapanku. Kedua tangannya menggenggam erat tanganku. Aku melihat kegelisahan di wajahnya namun ia berusaha menahan. Napas Jungkook yang berirama cepat seakan sesuatu akan meledak jika saja ia tidak sadar diri.

"Apa tidak apa melakukannya sekarang?" tanya Jungkook kembali memastikan. Kepalaku mengangguk.

"Kenapa bertanya lagi bukannya itu yang selalu kau inginkan, kau bilang tidak bisa menahan hasrat akan diriku," celetukku.

"Aku akan melakukannya." Tangan Jungkook mengusap perutku. "Apa dia tidak apa-apa."

Aku memperhatikan perutku yang buncit sebelum melihat Jungkook. Tanpa berkata lagi aku tau apa yang ia maksud.

"Aku tidak bisa melakukannya di saat terlemahmu sekarang, aku takut tidak bisa mengendalikan diriku," tutur kata Jungkook melemahkan hatiku. Bahkan di situasi seperti ini ia memikirkan keadaanku meski aku tau karena ulahku ia sangat tersiksa saat ini.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang