21. Kecewa

1.5K 133 18
                                    

"Semua terasa tak kasat mata untukku. Suram, penuh kabut belenggu serta kekecewaan. Andai aku tau mencintaimu sesakit ini....namun. Semuanya terlambat."

Jeon Jungkook.

.
.
.
.
.
.
.

Langit masih sama, cerah diselimuti awan seputih kapas yang saling bergumul bertebaran di seluas tingginya langit. Angin membawa harum semerbak dedaunan kering yang siap gugur mengawali bulan September yang dimana bulan depan adalah puncak dari musim panas.

Yoongi berpikir untuk kita bisa liburan sedikit menikmati bulan penuh kehangatan ini, ia rasa kami bisa semakin dekat, namun aku menolak. Kami baru saja melewati masa-masa sulit, hubungan kami semakin membaik setelah ia bilang jatuh cinta padaku terlepas dari lupa ingatannya. Kami saling terhubung sejauh bergulirnya waktu bersama ia yang baru.

Ayah menerimanya kembali untuk bekerja di kantor meski terkadang ia bertanya-tanya di umur semuda ini ia sudah menjadi CEO meski itu perusahaan milik keluarganya sendiri, ia bilang tidak pernah becus sebelumnya untuk mengurusi urusan kantor. Tapi lama-kelamaan ia pasti akan terbiasa.

Kami juga memutuskan untuk pindah ke apartemen. Dan di sinilah aku, beberapa pekan tidak menghirup udara yang seakan sudah terbiasa menjadi pengap kuhirup sebab pilu hatiku, seakan tak pernah hilang.

Bagaimana bisa aku menyembunyikan semuanya dari Yoongi.

Aku masuk ke kamarnya dan menyisihkan semua barang tentangnya dan Karin. Atau bahkan potret wanita itu berserta bingkainya yang sengaja Yoongi panjang di dinding.

Ia akan pulang sore ini, kami sudah berjanji akan menempati apartemen hari ini. Aku merapikan semuanya beserta kenangan-kenangan pahit yang sudah tidak ingin kulihat.

Jam masih menunjuk pukul lima sore, hanya beberapa menit seperti biasanya ketika Yoongi akan segera sampai aku sudah menyiapkan makan malam. Untuk kali pertama meja makan di apartemen ini kami gunakan. Senyumku tersimpul melihat meja makan yang penuh masakan buatanku.

Bel yang berbunyi seketika membuatku berlari kecil untuk membukakan pintu. Di luar sudah ada Yoongi yang tersenyum manis masih mengenakan setelan jasnya dan menenteng tas kerja. Ia nampak rapi.

"Selamat datang," sapaku. Ia masuk dan melepaskan sepatunya.

"Aku tidak mengira Ayah akan membelikan kita apartemen sebagus ini," kata Yoongi sembari berjalan melewati lorong sampai benar-benar memperhatikan setiap sudut apartemen. "Kau tahu? Seingatku Ayah itu orang yang pelit," sindirnya dengan tertawa kecil.

Aku tergelak sedikit dengan mencubit lengannya.

"Ahhh, aku sangat lelah." Yoongi melempar tasnya ke sofa lantas menumpukan berat badannya padaku, karena reflek aku memeluknya.

"Yoongi-ssi bilas dulu badanmu lalu kita makan," perintahku sembari menahannya agar kami tidak terjatuh.

"Makan apa?"

"Aku sudah memasak banyak untukmu," jelasku.

"Aku maunya makan dirimu," bisik Yoongi di telingaku dengan tanpa permisi menggigitnya sekilas.

"Yoongi-ssi." Aku mencoba menekan dadanya supaya menjauh, namun Yoongi tidak menghiraukanku malah semakin agresif membiarkan napasnya menjamah kulit leherku dan menciumnya berkali-kali.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang