05. Jeon

2.7K 179 6
                                    


Mataku tidak pernah lelah mengagumi gaun pernikahan yang saat ini bertengger indah di mannequin kamarku, melihatnya saja sudah membuatku gugup bukan buatan. Meski teramat lelah karena mengurusi persiapan untuk acara resepsi besok aku tetap kesulitan melewati setiap jamnya hingga esok pagi menjelang. Rasanya semua persendian dalam tubuhku kaku.

Besok adalah hari pernikahanku dengan Min Yoongi. Kami tidak saling mengenal, tapi aku tahu banyak tentangnya karena sejak SMA aku mengaguminya diam-diam. Orangtua kami sudah sangat akrab karena terhubung dengan ikatan bisnis. Karena itulah pernikahan ini terjadi-sebuah perjodohan. Ya, kami akan memulainya dengan itu.

Entah nasib akan menggiringku ke mana, namun ketika beberapa bulan yang lalu Ibu menyodoriku pertanyaan mengenai pernikahan, dan itu dengan seorang Min Yoongi aku bahagia bukan kepalang. Aku berharap banyak hal kelak dari pernikahan ini, kebahagiaan serta masa depan yang selalu kuimpikan. Aku bahkan rela berhenti kuliah dan mengambil keputusan besar ini demi menyandang gelar Mrs. Min.

Ting!

Bunyi notifikasi ponsel membuatku mengernyit. Hanya beberapa kontak saja memang yang sengaja ku set untuk bisa menghubungiku saat ini. Ketika tertera nama Jungkookie senyumku sedikit mengembang. Ya, pemuda ini juga termasuk salah satu yang terpenting.

Jungkookie
Seah bisakah kau ke apartemenku? Aku membutuhkanmu.

Hanya untuk seperkian detik aku menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatku ini. Aku sudah lama mengenalnya, sangat mudah menebak Ia tengah dalam masalah dan mungkin sangat membutuhkanku. Mana mungkin tidak jika Ia membutuhkan seseorang meski orang itu hanya dalam hitungan waktu akan segera menikah.

Aku mengambil kunci mobil dan segera pergi. Ketika pamit Ibu sibuk berada di dapur, hanya dengan menyebut nama seseorang yang menjadi tujuanku Ia memperbolehkanku pergi serta memaklumi meski besok aku akan menjadi calon pengantin.

Apartemen Jungkook lumayan jauh, butuh waktu setengah jam ketika aku sampai. Dalam waktu selama itu Ia nyaris membuat log panggilanku penuh akan namanya, dan itu lebih membuatku kawatir lagi.

Bunyi bel berdering teredam di dalam ketika aku menekan bel tepat di sebelah handel pintu. Cukup lama ketika aku menyadari pintu itu tidak terkunci dan masuk ke dalam sampai rasa kawatir yang sangat menerjangku. Melihat apartemen Jungkook yang berantakan aku memanggil namanya berulang kali namun hening. Tepat ketika aku hendak mengecek kamarnya sebuah tangan melingkar di pinggangku. Hanya melirik gelang hitam yang melingkar di tangannya aku tau itu Jungkook.

"Seah, aku membutuhkanmu," suaranya parau membisik di telingaku. Aku menghadap ke arahnya dan sadar Ia menangis.

"Jungkook apa yang terjadi? Kau kenapa?" cecarku.

Jika melihatnya sekarang aku yakin saat ini Ia ada masalah. Aku pun berusaha memeluk dan menenangkannya.

"Aku membutuhkanmu," lirih Jungkook sembari mempererat pelukannya.

"Iya Jungkook, aku ada di sini untukmu. apa yang terjadi?" tutur kataku lembut.

"Apa kau akan marah padaku?"

"Tidak, kenapa aku harus marah?" tanyaku balik dan Ia mulai terisak. Seingatku tangisan seperti ini hanya dua kali kutemui dalam hidupnya: dua tahun yang lalu dan sekarang.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang