03. Sakit Ini

2.9K 192 12
                                    

Aku telah hancur dalam cintamu.

-Kim Seah-
.
.
.
.
.
.
.

Haruskah pertahananku sirna di kala ia mengatakan begitu mencintai wanita lain? Haruskah keteguhanku menghilang mendengarnya yang memohon agar tidak ditinggal wanita kecintaannya? Haruskah...?

Rasanya aku hampir mati. Malam ini waktu seakan berjalan berabad tahun. Andai aku tahu mencintai Yoongi sesakit ini, aku tidak akan menjatuhkan hatiku terlalu dalam.

Aku terluka dan menangis untuk sebuah alasan yang ia sendiri tidak menginginkannya walau hanya untuk sekedar mengeruk rasa iba.

Bahkan cintaku bertepuk sebelah tangan sebelum aku memulai. Di luar sana ia merancau akan ketakutannya kehilangan seorang wanita bernama Karin, dan aku di sini-di kamar tanpa cahaya ini aku merintih. Udara yang kuhirup seakan tidak bisa memenuhi kepengapan dalam dadaku, tangis yang kubagi pada remang malam sekali lagi menyadarkan, bahwa suami yang kucintai mencintai wanita lain....

***

Bus berhenti di halte yang terletak cukup dekat dengan rumah. Aku turun beriringan dengan beberapa orang lalu berjalan menuju ke arah barat. Di perjalan aku berhenti sebentar di sebuah rumah asuh anak; di mana mereka telah menjadi bagian dari hidupku. Sebuah panti asuhan sederhana yang terletak tidak jauh dari jalanan besar kota Daegu.

Hanya memasuki beberapa gang aku bisa melihat bangunan kecil di seberang jalan. Design-nya yang sederhana begitu kontras dengan bangunan-bangunan besar yang mengelilinginya. Rumah yang menyerupai bangunan tempo dulu itu membuat siapa saja paham, bahwa bangunan itu sudah terlalu kuno dan butuh revisi ulang jika melihat beberapa bagiannya yang mulai lapuk.

Sudah begitu lama memang, dari sejak aku masih kecil panti asuhan itu sudah ada. Dulu Ibu sering mengajakku ke sini, itu yang membuatku dekat dengan mereka.

Dari kejauhan seorang anak lelaki berlari menghampiriku. Sebuah pelukan erat segera ia lingkarkan di pinggulku. Aku mengusap rambutnya gemas.

"Kakak kemana aja? Jihoo kangen," rengeknya. "Katanya kakak menikah ya? Kok gak bilang-bilang sih? Pasti udah punya adek sampe gak kesini lagi."

Aku tergelak mendengarnya. Tubuhku berjongkok agar tinggi kami selaras.

"Jihoo-ya kangen ya? Kakak kesini kok, ini contohnya kakak kesini. Kakak belum punya adek kok," ujarku menyenangkan hatinya.

Ia Jihoo, seorang anak lelaki yang tak sempurna dengan sebelah matanya yang cacat. Namun bagiku ia tetaplah malaikat kecil yang sangat menggemaskan.

Jihoo bersorak hore lalu menarik tanganku sambil berjalan menuju panti. Meski langkahnya pendek aku cukup kewalahan menyamakan langkah kami sebab kaki kecilnya itu berlari sangat cepat.

Kami berhenti di halaman depan panti. Napasku terengah-engah. Semua anak di sana yang mengetahui keberadaanku segera berlari serempak memelukku. Meski tidak kebagian beberapa dari mereka mengerubung dan memeluk anak lain sampai kami bergerombol seperti bola besar.

Tanganku mengusak satu persatu puncak kepala mereka. Beberapa dari mereka juga mencuri ciuman di pipiku, dan aku membalasnya. Setelah dirasa puas mereka pun kembali menyambung acara bermain yang tadi sempat tertunda karena kedatanganku.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang