Yoongi melepaskan tangannya, ia memperhatikan telapaknya yang berbekas gigitanku sangat dalam. Aku terlalu kuat menggigitnya karena ketakutan."Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?!" tanyanya menyadari keberadaanku ia seperti tidak habis pikir.
"Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?!" sahutku melihat penampilannya sudah seperti perampok.
"Ini rumahku."
Ya, aku lupa di sinilah ia besar.
"Aku menginap di sini, Ibu sakit. Apa kau tidak ingin menjenguknya. Dia mengharapkan kedatanganmu," kataku. Kalimat Ibu tadi kembali terngiang. Di sinilah alasan sampai wanita paruh baya itu sakit-sakitan.
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Kenapa kau tidak bertanya sendiri ke dalam," seruku. Yoongi kesulitan menjawab.
"Ayah akan menghajarku jika aku masuk," ucapnya.
Kami saling memandang. Dalam sorot lampu jalanan aku melihat Yoongi yang belakangan ini aku mulai terbiasa tidak memikirkannya karena kandunganku butuh itu. Ia terlihat kacau, aku mencium aroma alkohol. Perasaan trauma membuatku menambah jarak di antara kami, ingatan terakhir kali aku melihatnya seperti ini. Itu membuatku muak.
"Terimakasih sudah mau membaca pesanku untuk datang menjenguk Ibu," ujar Yoongi.
"Aku datang untuk Ibu, bukan karenamu."
Yoongi mengangkat sudut bibirnya tersenyum remeh. Bagiku.
"Aku selalu datang setiap saat, aku mengawatirkan Ibu. Hanya saja aku tidak bisa menjenguknya," jelas Yoongi.
"Aku tidak bertanya," selaku.
"Apa kau tidak ingin menjenguknya. Dia mengharapkan kedatanganmu, itu katamu tadi."
Aku memalingkan wajah. Aku lupa sedang berbicara dengan siapa.
"Tidak usah berpikir aku sejahat itu, aku akan selalu memikirkan Ibu. Aku selalu ada di sini semalaman jika Ayah tidak pulang."
Aku hanya diam suara kendaraan dari jauh mengisi kekosongan kami.
"Seah."
Aku menoleh.
"Aku merindukanmu."
Entah mengapa masih ada perasaan yang sangat menggangu ketika seperti ini. Aku tidak ingin naif, tapi ini Yoongi. Ketika menyadari perubahan yang sangat banyak pada tubuhnya batinku terasa tergerak untuk mengatakan iba. Rasa tidak nyaman segera menggerogoti dadaku. Ia terlihat sangat kurus dari terakhir kali kita bertemu. Mengingat keberadaannya sekarang yang tidak jelas serta gejala asam lambungnya maupun kejadian setelah ia kecelakaan yang tentu ia belum pulih sepenuhnya itu sungguh mengganggu pikiranku.
"Aku berterimakasih." Yoongi mengangkat alisnya dengan ucapanku yang tiba-tiba.
"Kau sudah menyumbang ke panti asuhan," lanjutku.
Yoongi bergumam, "kau sudah tau."
"Untuk apa?" selidikku.
"Untuk apa, apanya?" tanya Yoongi balik.
"Untuk apa kau menyumbang ke panti asuhan?"
Sebelum menjawab Yoongi memandang langit di jauh sana, yang mana bulan malam ini menampakkan seluruh atensinya.
"Kau bilang ingin mengadopsi Jihoo. Jika panti asuhan tidak segera diperbaiki anak-anak di sana akan di pindahkan," jelas Yoongi. "Kata Bibi Choi sebenarnya bukan hanya itu, pemerintah ingin menjual tanah itu dan anak-anak akan dipindahkan ke beberapa panti asuhan. Aku membayar semua yang pemerintah inginkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Truth (End)✓
FanfictionLelaki dingin itu suamiku ---Min Yoongi. Kami menikah karena sebuah perjodohan, namun pernikahan ini lebih tepat disebut sebuah tragedi karena Ia yang tidak bisa menerimaku, dan aku sendiri tetap mencintainya meski itu yang berlaku. Tidak pernah te...