28. Tentangnya

723 88 7
                                    


Mendapat izin dari Jungkook untuk pergi ke mansion keluarga Min adalah hal yang harus aku minta dengan sungguh-sungguh, ketegasan untuk melarangku pergi menjenguk Ibu Yoongi sekarang menjadi masalah kami. Menurutnya aku sudah tidak memiliki keperluan di sana, namun Ibu mertua sudah kuanggap layaknya Ibu, ia salah satu alasan inginku berjuang selama ini meski akhirnya menyerah. Terlebih mendapat panggilan terus menerus darinya atas kehadiranku menjadikan hatiku semakin kalut.

Kami berada di apartemen Jungkook yang berantakan sebab ia masih sibuk dengan pekerjaan rumah berminggu-minggu ini agar mendapatkan nilai yang memuaskan. Pemuda ini bekerja begitu keras. Ia sesekali membantu di panti asuhan jika tidak terlalu sibuk, Ibu juga tidak memberinya pekerjaan lebih supaya ia bisa menelateni karyanya itu dengan baik.

Tangannya memahat patung kayu yang sepuluh persen lagi akan jadi. Sangat indah, ia lihai dalam bidang ini.

"Kenapa kau mengambil jurusan yang sama denganku waktu itu? Kau bakat di seni," kataku sembari basa-basi karena aku tau benar alasannya.

Masih fokus memahat Jungkook berseru, "aku ingin ikut kemanapun kau pergi, kau saja yang tidak peka."

"Kau juga tidak pernah mengungkapkan perasaanmu," sahutku.

"Tidak peduli, lagi pula sekarang kau milikku," ujarnya. "Em, Seah Minggu depan setelah tugasku selesai aku mau mengajakmu bertemu kakakku."

Mendengarnya rasa percaya diriku seketika menurun drastis.

"Tapi-"

Belum sempat aku berucap Jungkook sudah menimpali karena ekspresiku yang mungkin akan menolak baginya.

"Aku tidak menerima penolakan untuk ini," tandas Jungkook.

"Bukan seperti itu. Kau tau kan keadaanku sekarang, bagaimana kalau kakakmu tidak menyukaiku." Sembari menjelaskan aku memandang perutku yang terlihat menyembul dari baju yang kupakai.

"Kakak sudah tau itu, aku sudah mengenalkanmu padanya. Setiap apapun itu malahan."

Menyadari maksud Jungkook ia mungkin menceritakan siapa aku disini, apa yang telah terjadi pada kami, serta apapun itu sampai ia mantap mempertemukan kami dalam keadaanku yang sekarang. Selama mengenal Jungkook ia memang begitu dekat dengan saudarinya, hanya saja kami tidak pernah bertemu karena mereka yang tidak tinggal bersama dan aku rasa saudari perempuan Jungkook terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Aku tidak percaya diri Jungkook-ah, bagaimana kalau kakakmu tidak menyukaiku," ujarku.

Jungkook berdiri menyudahi aktivitasnya yang sangat detail barusan menghampiriku yang duduk di sofa ruang tamu. Kami duduk bersebelahan, Jungkook mengambil botol minuman dan menenggaknya. Jangkungnya naik turun karena itu, peluhnya bersarang di keningnya menjadikan rambutnya basah. Aku tidak tau kalau memahat akan selelah ini.

"Kakak juga sudah tau itu," ucap Jungkook. Setelah itu seraya membaringkan tubuhnya Jungkook menaruh kepala dipangkuanku mengambil posisi ternyaman. Karena belum terkesiap rasanya perutku tertekan aku segera mengatur tempatku duduk dengan benar. Jungkook kembali memposisikan kepalanya sebab pergerakanku barusan.

"Tapi tetap saja, aku tidak percaya diri. Bagaimana kakakmu akan menerimaku dengan keadaanku sekarang," kataku.

"Apapun pilihanku dia selalu mendukungku. Kau tau, dia sendiri juga yang ingin aku memperkenalkannya padamu."

"Benarkah?" Aku sedikit antusias setelah mendengar ini. Bagaimanapun restu dari kakak Jungkook adalah yang terpenting.

"Iya. Dia keluarga yang kumiliki satu-satunya dan begitupun aku baginya juga begitu. Jadi kami akan selalu memberi dukungan apapun itu, sudah sejak lama kakak tau tentangmu, waktu kita kelas 12." Jungkook tersenyum seperti mengingat sesuatu.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang