04. Tidak Pernah Ada

2.6K 193 11
                                    

Aku rela buta seolah yang kucintai ada untukku, meski ia tidak pernah menganggapku ada.

-Kim Seah-

.
.
.
.
.
.
.


Hari demi hari yang kulewati semakin bertambah berat. Yoongi sekarang sering membawa wanita bernama Karin itu ke apartemen, tanpa sungkan atau sedikit memikirkan perasaanku mereka tertawa bercanda gurau, bermesraan di hadapanku seakan menunjukkan bahwa aku tidak memiliki arti sama sekali.

Aku tahu ia berusaha terang-terangan menyingkirkanku agar aku pergi, namun yang kulakukan hanya membisu-membungkam seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku tidak mungkin pulang serta merta membawa kenyataan pahit ini. Aku masih belum siap jika sampai kedua orangtuaku kecewa. Baik itupun teruntuk orangtua Yoongi.

Entah sudah sejauh serta sebanyak apa ia menyakitiku, tapi aku tetap bersih keras untuk memikirkan kebahagiaan mereka juga. Terlalu riskan jika sampai kepercayaan mereka ternodai, mereka sangat menyayangiku. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini. Tidak apa, aku kuat.

Ya, aku kuat.

"Seah!" Teriak Yoongi yang seketika menggema di setiap sudut ruang apartemen. Aku segera menghampirinya.

Sebab langkahku yang tergesa-gesa aku tidak sengaja menyenggol vas bunga hingga terjatuh dan pecah terbentur lantai.

"Kim Seah!" Suara Yoongi semakin mengeras. Aku mengurungkan niat untuk membersihkan serpihan vas yang tercecer dan mengambil langkah cepat menghampiri Yoongi.

"Ada apa?" Tanyaku mencari cemas. Ia menyodorkan kemeja putihnya padaku.

"Kau apakan kemeja ini?!" Tanyanya menggertak.

"A-aku tidak melakukan apa-apa," jawabku getar sebab sorot matanya menatapku nyalang.

"Kau bodoh atau bagaimana! Kau lihat tidak, kau melunturi kemejaku dengan pakaian lainnya."

Aku segera menilik ke mesin cuci yang mana semua pakaian Yoongi luntur karena kecerobohanku.

Hatiku meruntuk. "Ma-af, aku tidak sengaja."

"Maaf kau bilang! Jika kau mau merusak semua pakaianku yang itu, tidak masalah!" Pekiknya menunjuk mesin cuci. "Tapi jika kemeja ini,-" tangannya meremas kemeja serta menodongkannya di depan wajahku. "Kau tidak tahu seberapa berartinya kemeja ini! Ini pemberian dari Karin!"

Mataku berair, dadaku tertekan. Belum pernah aku mendapat amukan seperti ini darinya, terlebih ucapannya barusan seakan menyengat hatiku.

"Ma-af, aku akan menggantinya," suaraku melemah sebab ingin menangis.

"Tidak perlu, lagi pula tidak bisa! Apa kau tidak dengar barusan apa yang kubilang. Kemeja ini dari Karin, kau tidak akan bisa menggantikannya, tidak akan pernah! baik ia maupun kemeja ini. Camkan itu." Ia berlalu seraya melemparkan kemejanya.

Aku bilang aku kuat kan ---tapi aku rasa aku hanya berusaha membohongi diriku sendiri. Setelah ia pergi tubuhku melorot. Aku memungut kemejanya di lantai. Sembari bertumpu aku menangis.

Ini terlalu menyakitkan; berdiri, bertahan, terluka-yang ia sendiri tidak pernah menganggap semua pengorbananku itu ada. Di matanya aku hanya seorang Kim Seah bukan seorang istri maupun orang yang ia cintai. Lantas bagaimana aku bisa setegar ini membohongi diri sendiri? sepertinya alasan orangtua saja belum cukup untuk menjawab semua itu.

Setiap tetes air mata inilah menjadi bukti. Rintihan hatiku menjelaskan. Aku mencintainya dan semakin mencintainya.

Kutampik kenyataan ia mencintai wanita lain. Kutulikan telingaku, kubungkam mulutku, aku rela buta seolah ia ada untukku meski ia tidak pernah menganggapku ada.

The Untold Truth (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang