Di saat Jungkook bilang semua berjalan seperti apa yang aku mau, rasanya semua itu benar. Meski, sampai saat ini berat meninggalkan Yoongi aku tetap menyuruhnya berusaha kukuh terhadapku. Tidak peduli semakin dekat hubungan baru yang kujalin dengan Yoongi ia tetap menunggu. Aku sadar betapa egoisnya diriku sekarang, aku bahkan nyaris berharap Yoongi lupa ingatan selamanya.
Aku hanya....
mencintai dua lelaki ini.
***
Membeli beberapa keperluan rumah bersama Ibu di hari weekend menjadi rutinitasku sekarang. Satu bulan berjalan semakin membaik meski bagi Yoongi mungkin tidak.Memasak untuknya, merawatnya, membuatkannya sarapan atau sekedar kopi di pagi hari, rasanya baru kemarin kami benar-benar menjalani kehidupan rumah tangga yang baik.
Ayah dan Ibu mertua mensuport kami sepenuhnya, meski terkadang Ibu hanya akan membuat kepala Yoongi sakit mencoba mengingat penggal-penggal ingatan yang rasanya memang telah terhapus, sampai dimana mereka mengusulkan untuk kami kembali ke apartemen. Dan aku rasa belum saatnya.
Baris rak paling ujung di mana bermacam sayur-sayuran menjadi tempat pemberhentianku, Ibu berpamitan untuk mengangkat telepon sebentar. Aku pun mulai memilah beberapa sayuran untukku masukan ke dalam troli. Ini belanjaan terakhir kami sebelum kami selesai dan pulang.
"Seah, Ibu harus pulang duluan. Kakek Yoongi baru saja masuk rumah sakit."
Aku terkejut bahkan sebelum berbicara Ibu sudah berpamitan dan berniat pergi.
"Kau bisa pulang bersama Pak Lim, Ibu akan naik taxi. Kau tidak perlu masak untuk makan malam, delivery saja. Tidak usah cemas dan tetap di rumah bersama Yoongi. Ibu pergi."
"Ibu." Ia sudah pergi dari jangkauanku. Napasku berhembus tidak tenang, Ibu nampak khawatir dan terburu-buru. Aku segera pulang membawa belanjaan di bantu dengan Pak Lim.
Di perjalanan aku menyuruhnya untuk sedikit cepat, pikirku setelah menaruh belanjaan aku akan mengajak Yoongi untuk ke rumah sakit.
Sampai di rumah aku segera membantu Pak Lim menurunkan semua belanjaan meski ia melarangku.
"Kau sudah pulang?" Dari dalam Yoongi tersenyum sembari menggenggam ponselnya.
"Yoongi kita harus ke rumah sakit, Ibu baru saja ke sana. Kakek masuk rumah sakit." Masih dengan merapikan belanjaan di bagasi untuk kubawa ke dalam Yoongi ikut juga membantuku.
"Oh, kau tidak perlu khawatir. Ibu baru saja menghubungiku, Kakek tidak apa-apa. Dia juga akan pulang hari ini, tapi Ibu kemungkinan akan menginap di rumah Kakek."
"Kau yakin?" Aku menatap Yoongi sembari membawa beberapa tas belanjaan.
"Ya," ujarnya seraya mengambil semua tas belanjaan dari tanganku. Ia masuk ke dalam.
"Yoongi biar aku saja!" Aku berlari mengekor di belakangnya.
"Aku sudah baikan, jangan menganggap seakan aku akan lumpuh jika membawa semua ini," celetuknya bersama senyum gummy smile yang ia arahkan kepadaku. Seketika aku salah tingkah bukan main.
Kami sampai di dapur dan sekali lagi Yoongi membantuku menata semua belanjaan dimana semestinya semua barang itu berada. Sampai tas belanjaan terakhir yang ditaruh Pak Lim di meja dapur aku memberinya terimakasih sebelum pria paruh baya itu berpamitan untuk pulang.
"Apa kau lapar?" tanyaku pada Yoongi yang kami masih sibuk sendiri-sendiri.
"Menurutmu?" Yoongi menaruh toples terakhir berisikan selai kacang di rak atas kemudian melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Truth (End)✓
FanfictionLelaki dingin itu suamiku ---Min Yoongi. Kami menikah karena sebuah perjodohan, namun pernikahan ini lebih tepat disebut sebuah tragedi karena Ia yang tidak bisa menerimaku, dan aku sendiri tetap mencintainya meski itu yang berlaku. Tidak pernah te...