"Kau lebih baik dari Ayah anak ini."
Kepalaku mengangguk mendukung ucapanku barusan.
Kami pergi setelah Jungkook meninggalkan beberapa ciuman agresifnya dan semua perlakuannya. Sekarang aku merasa seluruh dunia memberi kami alasan untuk tetap bersama, untuk apapun itu aku tidak ingin jauh darinya lagi.
Mobil Jungkook berhenti di restauran yang sudah ia pesan jauh-jauh hari, ia selalu keluar secepat yang ia bisa untuk memutari mobil dari depan hanya untuk membukakan pintu untukku. Udara segar menerpa badanku, dresku yang segera mengikuti arah angin lantas memperlihatkan lekuk perutku. Dadaku berdegup hanya untuk melangkah masuk, apa mungkin harus seperti ini pertemuan kami.
Tepat ketika kami hampir sampai memasuki teras restauran Jungkook menghentikan langkahnya, ia menepuk dahinya seperti mengingat sesuatu yang sangat penting.
"Astaga aku lupa harus bertemu dengan Pak Songguk!"
Kepalaku segera menoleh ke arahnya, menyadari bagaimana Jungkook lalai dalam mengatur jadwalnya sendiri membuatku bernapas jengah.
"Aku harus ke kampus dulu, aku janji hanya sebentar setelah itu aku akan ke sini," jelasnya. Tanganku segera menggenggam lengan Jungkook.
"Apa kau akan meninggalkanku sendiri, Jungkook-ah kau tau aku sangat nervous sekarang."
"Dengar, tidak apa-apa," Jungkook mencoba menenangkanku dengan menggapai pipiku jika saja ia bisa meminta ijinku saat ini.
"Kakak baru saja mengirimiku pesan dia baru mau berangkat ternyata, aku janji sebelum kedatangannya aku akan ke sini terlebih dahulu sebelum dia."
"Apa tidak bisa nanti saja setelah pertemuan ini?" negoku yang kurasa tidak akan berhasil melihat kegundahan yang dengan cepat memenuhi mimik wajah Jungkook.
"Seah, aku benar-benar lupa. Aku harus pergi sebentar saja, aku janji, ya."
Aku membuang napas membiarkan Jungkook pergi, akhirnya ia meninggalkanku begitu saja dengan cepat seakan memang benar ucapannya barusan. Aku pun masuk berusaha berjalan santai meski rasa tidak percaya diri kembali menguasaiku dengan ketidakkeberadaan Jungkook disisiku.
Aku disambut dengan pelayanan perempuan yang sangat ramah, ia membawaku ke meja yang sudah disiapkan untuk kami bertiga. Aku berusaha duduk dengan benar di tempatku, mengatur sedemikian rupa posisi terbaikku nanti jika Kakak Jungkook datang, aku bahkan berdialog pelan pada diriku sendiri merangkai kalimat apa yang akan aku lontarkan nanti.
Selang beberapa waktu tidak ada kemunculan dari Jungkook maupun perempuan yang datang ke arahku, tanganku memilin jemari itu sedikit meredakan kegugupan yang menyiksaku sekarang. Ketika pelayanan menuangkan minuman ke gelas kosong di depanku entah mengapa itu membuat morning sickness ku tiba-tiba ingin kambuh. Aku tidak pernah diserang rasa cemas seperti ini, bukan ketakutan yang besar, hanya saja mengenai reaksi dari kakak Jungkook nanti yang begitu aku kawatirkan.
Untuk mengisi waktu luang dan mengenyahkan semua rasa risau dalam diriku aku memainkan sebuah permainan di ponsel yang entah sejak kapan aku mulai memasukkan beberapa permainan ringan untuk menghilangkan kejenuhan belakangan ini. Ketika aku hampir menyelesaikan babak yang baru kumulai suara seorang perempuan yang sangat kuhapal menyapaku. Kepalaku terangkat untuk melihatnya.
"Hay, Seah."
Karin. Dia datang di waktu yang tidak tepat.
Mataku terpejam sebentar dan mematikan ponsel. Hampir beberapa bulan kami tidak pernah bertemu, melihat bagaimana mana ia tersenyum meski hanya terangkat setengah sudut bibirnya membuatku merasa muak. Aku benar-benar benci terakhir kali bertemu dengan wanita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Truth (End)✓
FanfictionLelaki dingin itu suamiku ---Min Yoongi. Kami menikah karena sebuah perjodohan, namun pernikahan ini lebih tepat disebut sebuah tragedi karena Ia yang tidak bisa menerimaku, dan aku sendiri tetap mencintainya meski itu yang berlaku. Tidak pernah te...