"Seah ... Aku tidak pernah mencintai sedalam ini begitupun terluka sehancur sekarang...."
.
.
.
.
.
.
.
Aku berharap pada waktu yang akan memulihkan keadaan menunggu Seah yang menyerah, namun nyatanya aku yang kepalang naif dengan kebimbangan yang kubuat sendiri.Melihat ia menyiapkan sarapan meski hanya omlet dan segelas susu untuk bocah kecil yang aku tau bernama Jihoo itu rasanya aku cemburu bukan buatan, aku masih sadar apa yang semalam aku katakan namun melupakan semua itu.
Memperhatikannya yang sangat sibuk hanya untuk Jihoo aku ingin sekali membawa bocah kecil itu kembali ke panti asuhan. Aku tidak pernah menganggapnya, namun sampai sekarang ia tidak pernah meninggalkan pekerjaan rumah untukku, rasanya itu berarti.
Dengan egoisnya aku memakan omlet buatan Seah, tak selang beberapa waktu bocah kecil itu datang. Ada rasa senang ketika ia kurasa ingin menangis melihat kekejamanku, tidak apa itu pantas karena ia merebut perhatian Seah padaku.
Ketika mereka ingin pergi aku kehilangan peganganku lagi, memakan makanan terburu-buru layaknya anak kecil yang takut ketinggalan bus sekolahnya. Aku benar-benar membiarkan Min Yoongi yang kelam untuk Seah menjauh lebih jauh. Aku tidak bisa menahan diriku untuk cemburu bahkan pada seorang Jihoo. Aku mengiyakan ketika bocah kecil itu ingin menaiki mobilku lagi, yang mungkin hanya inginku melihat Seah lebih lama.
Di dalam mobil aku memberikan donatku pada Jihoo ketika bocah itu merengek kelaparan dan Seah ingin turun yang hari itu aku memang sedikit jahat mengolok Jihoo, aku ingin memberitahu sekecil dan sedetil apapun itu yang kualami ketika bersamanya.
Donat itu, aku selalu membelinya untuk mengganjal perutku yang terasa perih, sejahat itu aku ingin membuatnya menyerah bahkan jika aku sakit aku tidak ingin memakan masakan yang ia buat. Dan baru saja tadi, sarapan pertama yang aku rampas meski Seah tidak membuatkannya untukku.
Di jalan tepat ketika aku memasuki area parkir mobil sekolah Jihoo, jauh di depan mataku melihat lelaki yang sering bersama Seah. Perasaanku campur aduk, yang jelas aku tak senang dengan atensinya disini. Aku segera pergi setelah menyuruh Seah dan Jihoo turun dengan kasar. Dari kaca spion aku melirik dimana bayangan mereka yang berpelukan lama-lama lenyap seiring mobilku keluar dari area sekolah.
Mereka menyedihkan.
***
Di apartemen dua hari ini serasa sekolah kanak-kanak pindah ke sini. Jihoo, bocah kecil itu tidak bisa diam. Jika itu alasanku untuk menghentikan Karin datang, ya, memang. Namun melihat Seah tersenyum aku tidak ingin melihat senyumnya hilang dengan kesedihan, itu alasan keduaku.
"Jihooya," aku memanggilnya yang sedang menggambar gambar tidak jelas di kertasnya. Bocah yang sok abstrak.
"Ya, om," jawabnya dengan enteng.
"Berapa kali aku harus memberitahumu, ah, sudahlah." Aku terdiam mencari keberadaan Seah, melihatnya yang aku rasa masih sibuk mencuci di belakang aku kembali mengulangi niatku.
Aku duduk di sisi Jihoo. Tubuh kami yang terlampau banyak jauhnya menjadikan ia begitu kecil untukku.
"Aku boleh tanya sesuatu?"
"Boleh." Anak itu masih menggambar dengan menjawab.
" Siapa lelaki yang berada di sekolahmu kemarin? Yang sering ke panti asuhan?" tanyaku dengan bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Truth (End)✓
Hayran KurguLelaki dingin itu suamiku ---Min Yoongi. Kami menikah karena sebuah perjodohan, namun pernikahan ini lebih tepat disebut sebuah tragedi karena Ia yang tidak bisa menerimaku, dan aku sendiri tetap mencintainya meski itu yang berlaku. Tidak pernah te...