5. mabuk lo jelek

4.6K 469 39
                                    

Sering kali rasa itu muncul diwaktu yang tidak tepat.

.

.

.

Menjelang hari ke-3 menuju pernikahannya bersama Jevan, membuat Giana semakin berada dalam ketakutan. Bagaimana kalau pernikahan mereka benar-benar tidak berjalan sesuai dengan keinginan masing-masing? Gimana kalau nanti kemungkinan buruknya orangtua Giana tau akan apa yang mereka rencanakan, menimbulkan kekecewaan hingga menyakiti banyak pihak.

Sejujurnya, semakin hari Giana mengenal orangtua Jevan semakin sayang Giana terhadap orangtua Jevan, mereka memperlakukan Giana seperti anaknya sendiri, menyayangi Giana sebagaimana mereka menyayangi Jevan. Bahkan ada momen dimana orangtua Jevan lebih mendukung Giana dari pada Jevan, yang notabene-nya sebagai anak kandung mereka.

Helaan nafas lolos dari bibir Giana, segera gadis itu menenggak abis sisa bir yang ada dibotol. Pikirannya penuh, dan Giana butuh menetralisir banyak hal yang memenuhi isi kepalanya.

Setelah Giana sudah tidak lagi sanggup untuk menenggak minuman beralkohol itu, dan kepalanya pun sudah pusing bukan main. Gadis itu berjalan keluar dari bar untuk menghampiri mobilnya yang terparkir dengan langkah gontai. Begitu matanya menangkap mobil miliknya, Giana memperhatikan ban mobil, dengan begitu fokus dan kemudian menangis dengan keras.

"Kenapa bannya bocor?" rengek Giana, memukul-mukul pelan ban mobilnya agar kembali seperti semula. "Aaaa, . . Kenapa malah bannya penyok?" teriak Giana lagi, lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.

Deringan ketiga, panggilan tersambung. Giana langsung menangis dengan keras, membuat orang yang berada di seberang sana bingung bukan main.

"Giana, kenapa?" tanya Jevan, membuat Giana justru semakin keras menangis. Tentunya Jevan semakin panik, kenapa lagi dengan gadis ini? Tiba-tiba nangis dan merengek tidak jelas.

"B-ban mobilnya. Huwaaaa, . . B-ban mobilnya sekarang hilang." rengek Giana, membuat Jevan benar-benar berada dalam kebingungan. "Ban mobilnya hilang, Van. Aaaa, . . Nanti papa marah." rengek Giana lagi.

"Lo dimana sekarang?" tanya Jevan, mengingat omongan Giana seperti orang melantur, sepertinya gadis ini sedang berada dalam pengaruh alkohol.

Giana bingung. "Huh? Dimana ya ini? Banyak mobil pokoknya." jawab Giana sekenanya.

"Iya dimana?" tanya Jevan lagi terdengar kesal dirungu Giana.

Giana menangis. "Tuhkan dimarahi, mama, . . Jevan jahat. Huwaa, . . ." nangis Giana kembali, membuat Jevan memijit dahinya.

"Iyaa maaf ya Giana, sekarang sharlock kamu dimana?" ucap Jevan sebisa mungkin berucap sehalus yang Jevan bisa. "Ayo sayang sharlock, aku kesana sekarang." sambung Jevan, membuat Giana segera mengirimkan lokasinya saat ini dengan penuh bingung.

Giana lupa. "Sharlock itu apa?" tiba-tiba Giana tidak tau tentang apa yang dibahas oleh Jevan. "Makanan kah?" tanya Giana bingung.

Jevan menghela nafas berat. "Itu ada gambar kerlip untuk kertas di pojok kiri, terus klik. Muncul pilihan, klik yang bacaan lokasi dan kirim deh. Selesai, yeay." jelas Jevan, menekan kata terakhirnya.

Giana ingat. "Ahh! Kirim lokasi aku sekarang ya? Oke deh!" jawab Giana dengan suara yang terdengar jauh lebih manja, detik selanjutnya berhasil mengirimkan lokasinya saat ini.

Jevan mengecek lokasi Giana, kemudian mengambil kunci mobil dan segera menyusul Giana. "Gue kesana sekarang." ucap Jevan, sebelum mengakhiri panggilan telfonnya.

MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang