23. titik balik

4.4K 405 39
                                    

Hidup bukan tentang warna hitam, putih dan abu-abu. Akan ada warna lainnya yang akan datang.

Jika kamu percaya itu.

.

.

.

Besok pagi, Giana dan Jevan sudah harus balik ke Jakarta. Karena hal itu, Jevan tidak ingin membuang waktu yang tersisa untuk sekedar duduk diam di kamar hotel. Jevan sudah meminta seseorang untuk menyiapkan makan malam romantis di bibir pantai. Bersyukurnya Giana tidak menolak ajakan Jevan, justru Giana terlihat antusias dengan membeli dress baru untuk dipakainya malam ini. Terbukti keduanya sekarang berakhir di pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Bali.

Giana menoleh, ingin meminta saran kepada Jevan. "Pakai ini, gimana?" tanya Giana, merapatkan dress hitam yang sepertinya akan membentuk tubuh Giana.

Jevan menelisik. "Terlalu ketat, Giana."

"Nggak kok, Van. Gue coba dulu kali ya."

Karena tidak ingin merusak suasana, pun Jevan sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk menuruti semua kemauan Giana hari ini, jadinya Jevan hanya menghela nafas pelan, lalu mengizinkan Giana mencoba dress yang dipilihnya.

Beberapa menit berlalu, Giana keluar dengan dress yang benar-benar membentuk lekukan tubuhnya. Jevan langsung pasrah, mau protes percuma. Giana terlihat menyukai dress yang saat ini dipakainya.

"Gimana?" tanya Giana dengan segaris senyum.

Jevan memperhatikan Giana, fokusnya teralihkan ke perut Giana. "Bagus, cocok di badan lo." jawab Jevan, lalu mengalihkan pandangannya untuk menemukan stand pakaian pria.

Beberapa jam sudah terlewati, Giana dan Jevan sudah membeli banyak barang, termasuk oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta. Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan pulang menggunakan mobil yang sengaja Jevan sewa.

"Mau kemana lagi?" tanya Jevan, melirik sekilas kepada Giana.

Giana sedang mengatur posisi duduknya, terlihat Giana merasa tidak nyaman dengan posisinya sekarang.

"Kenapa sih?" tanya Jevan, menepikan mobilnya untuk membantu Giana.

"Pegel, pinggang sama kaki jalan mulu tadi." adu Giana.

"Yaudah dimundurin aja kursinya." Jevan membantu Giana. "Bawa tidur coba. Ini mau makan dulu atau langsung balik ke hotel?" tanya Jevan, begitu sudah berhasil membantu Giana menemukan posisi nyamannya.

"Makan dulu, mau makan bebek." jawab Giana.

"Oke, nanti dibangunin kalau udah sampai restonya. Tidur aja dulu." titah Jevan, langsung membuat Giana memejamkan matanya untuk tidur disela waktu yang ada.

Begitu sampai parkiran resto, Jevan memandangi wajah damai Giana. Rasanya tidak tega harus membangunkan Giana yang terlihat nyenyak dalam posisi tidurnya. Tapi, mau tidak mau Jevan tetap harus membangunkan Giana, menyentuh pipi Giana dengan jari telunjuknya berulang kali sembari memanggil nama Giana.

"Tidur aja cantik, padahal nggak pakai makeup." puji Jevan, masih berusaha membangunkan Giana.

Karena terlalu terbawa suasana, Jevan menjatuhkan kecupan ringan di pipi Giana, mengusak pipi Giana menggunakan hidungnya dengan gemas. "Sayang, . . Bangun dong. Udah sampai." ucap Jevan, yang kali ini berhasil membangunkan Giana dari tidur nyenyaknya.

"Kok cepet banget sih?" bingung Giana.

"Pakai jurus kagebungsin, soalnya gue udah laper banget." jawab Jevan sekenanya, lalu turun dari mobil untuk membuka pintu mobil Giana.

MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang