Semua jadi terasa kosong saat 'kebiasaan' berhenti secara tiba-tiba.
.
.
.
Joandra menatap lurus pada Giana yang saat ini sibuk memperhatikan jalanan, kepalanya bersandar pada sisi jendela mobil Joandra yang terbuka sembari menikmati angin pagi.
"Seriously? Kamu beneran yakin sama keputusan kamu ini?" ulang Joandra kembali, benar-benar memberikan penuh atensinya pada Giana.
Giana menghela nafas berat, keputusannya untuk menenangkan diri sendirian selama seminggu di Bali sudah bulat. Giana ingin menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin, menjauhi orang-orang yang hanya bisa membuat kepala Giana pusing termasuk Jevan. Sungguh, Giana sangat membutuhkan ketenangan, terlebih saat ini Giana sedang dalam posisi mengandung, terlalu banyak beban pikiran akan berisiko pada kandungannya nanti.
"Kaka udah tau alasannya, aku minta tolong ke kaka karena aku tau, cuman kaka yang bisa tutup mulut sama keberadaan aku." jawab Giana sekenanya.
"Orangtua kamu? Orangtua Jevan? Gimana sama mereka kalau tau kalian lagi nggak baik-baik aja?" tanya Joandra kembali.
Giana mengalihkan pandangannya, lalu membalas tatapan Joandra dengan tatapan lelah. "Aku yakin Jevan nggak akan ceroboh untuk bilang kalau dia masih menjalin hubungan sama Milly, dan karena alasan itu juga aku membutuhkan waktu untuk berpikir."
"Tio?"
"Aku udah jelasin banyak hal ke mas Tio, aku juga udah bilang ke mas Tio untuk nggak ikut campur sama rumah tangga aku."
"Sahabat-sahabat kamu?"
Baru Giana membuka mulutnya untuk menjawab, perut Giana tiba-tiba merasa sakit, membuat Giana langsung memegangi perutnya sembari meringis.
Joandra panik, tangannya langsung bergerak memegangi bahu Giana. "Kita harus ke dokter sekarang, Giana kandungan kamu harus di cek dulu. Jangan ceroboh, Giana!" omel Joandra, yang mau tak mau membuat Giana pasrah saat mobil mulai melaju.
.
.
.
Giana dan Joandra berakhir di rumah sakit. Selesai pemeriksaan, Giana dan Joandra langsung duduk, menunggu penjelasan dokter cantik bernama Laluna, yang saat ini sedang menatap Giana dan Joandra dengan segaris senyum yang menenangkan.
"Usia kandungan sudah memasuki dua minggu. Alhamdulillah, dedenya aman. Mungkin lain kali bapaknya kalau mau bertamu lihat kondisi ibunya dulu ya." ucap sang dokter. "Dedenya hebat nih, kuat dia. Dijaga ya pak, bu." lanjut Laluna, berhasil menciptakan kecanggungan diantara Joandra dan Giana.
Giana berdehem lalu memajukan duduknya untuk mendekati Laluna. "Dok, beneran aman 'kan ya anak saya?"
Lagi-lagi Laluna menyunggingkan senyum cantiknya. "Mungkin tadi ibu mengalami kram perut aja, sebenarnya di trimester pertama aman-aman aja untuk melakukan hubungan suami-istri asalkan dilakukan dengan posisi yang tidak memberatkan ibunya, mungkin setelah ini agak puasa dulu ya pak." gurau Laluna, yang hanya dijawab dengan senyuman mentereng milik Joandra. "Vitaminnya diminum, jangan stress dan rajin-rajin olahraga ya bu. Kandungannya sehat banget, InsyaAllah dedenya juga sehat sampai waktunya lahir." jelas Laluna, membuat Giana lega mendengarnya.
Giana menoleh kepada Joandra. "Tuh dengar ya mas." ucap Giana, sengaja menggoda Joandra yang sudah mati kutu sejak awal masuk ke ruangan untuk pemeriksaan.
Joandra mengangguk kikuk, melirik bergantian pada Laluna dan Giana dengan senyum yang terlihat konyol. "Iya maaf ya neng." balas Joandra, tak mau kalah menggoda Giana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Tinggal di Indonesia dimana orang-orang menganut sekte perempuan tidak boleh lama-lama menunda pernikahan, membuat Giana harus dengan senang hati menerima perjodohan dari orangtuanya dengan Jevan, cowok yang notabenenya sudah memiliki ke...