epilog

6.8K 368 31
                                    

You don't find love, it finds you. It's got a little bit to do with destiny, and what's written in the stars. You will not find a love that is perfect, but you will find a love that is real

.

.

.

Cuaca di hari minggu ini benar-benar terlihat sangat sejuk, hujan pagi tadi sempat turun beberapa menit sebelum akhirnya reda dan menyisakan gerimis kecil. Embun akibat hujan memenuhi jendela, pun dengan aroma petrichor akibat tanah yang terkena air hujan begitu memberikan ketenangan untuk setiap orang yang menghirupnya.

Di rumah besar dengan nuansa putih gading itu terlihat Giana sedang sibuk dengan pekerjaannya di dapur. Rambutnya disatukan untuk diikat agar tidak menggangu kegiatannya. Kepalanya mendongak saat mendengar langkah kaki.

Disana ada Jevan, suaminya baru saja bangun tidur. Masih dengan kaos putih polos yang terlihat kusut akibat bergelung dengan tempat tidur, dan celana bokser favoritnya. Jevan tersenyum begitu maniknya bertubrukan langsung dengan Giana, kemudian menyisir rambutnya yang berantakan menggunakan jari-jarinya.

"Good morning, mama." ucap Jevan lembut, kemudian memeluk tubuh Giana dari belakang.

Giana menoleh. "Ini udah jam sepuluh, sayang. Bukan lagi pagi, tapi udah siang." balas Giana sembari menoleh untuk melihat wajah bangun tidur sang suami.

"Aku capek banget, semalam begadang." rengek Jevan menciumi aroma manis dari Giana melalui leher jenjangnya.

Giana menggeliat. "Geli!" protes Giana.

"Morning kiss." ucap Jevan memajukan bibirnya untuk meminta Giana menjatuhkan kecupan disana. "Sayang, . ." rengek Jevan saat tidak merasakan benda kenyal itu mendarat di bibirnya dengan lembut.

Giana tertawa, lalu memutar tubuhnya untuk memeluk leher Jevan. "Nanti ketahuan sama kaka, dia udah bangun dari tadi."

"Anaknya dimana?"

"Lagi main di kamarnya."

"Yaudah nggak akan ketahuan, cepet!" pinta Jevan memaksa. "Vitamin aku itu untuk menyambut weekend ini, apalagi kalau nanti si bocil udah bangun. Masih tidur 'kan dia?" sambung Jevan bertanya.

Giana mengangguk. "Masih, bocil 'kan fotocopy-an kamu banget suka bangun siang kalau hari libur."

"Yaudah mana kiss untuk aku." ucap Jevan kembali. Masih berusaha meminta haknya, Jevan memeluk pinggang Giana sembari memajukan bibirnya. Kelopak matanya terpejam menunggu aksi Giana.

Giana tersenyum, kemudian mendaratkan kecupan singkat dibibir Jevan. Namun, Jevan dengan otak liciknya justru kembali menarik bibir Giana untuk dicium, detik selanjutnya Jevan melumat lembut bibir ranum yang sudah menjadi candu untuk Jevan sejak beberapa tahun terakhir ini.

Giana memukul pelan punggung Jevan berulang kali, meminta sang suami untuk segera melepaskan ciuman mereka. Hingga akhirnya tautan bibir itu terlepas, Giana langsung mencubit perut Jevan pelan.

"Nakal banget!" tegur Giana sembari kembali memutar tubuhnya untuk melihat masakannya.

Jevan hanya tersenyum mentereng, kepalanya masih dengan malas-malasan Jevan sandarkan di bahu ramping milik Giana.

"Again?" tanya Jevan begitu melihat udang crispy yang baru saja diangkat oleh Giana dari penggorengan.

"Anak kamu yang request tadi, aku bisa apa?" balas Giana. "Awas ihh! Lagi masak aku." sambung Giana kesal.

"Papa, don't do that!" tiba-tiba saja Jelona muncul sembari berkacak pinggang, menatap Jevan kesal karena sudah mengganggu aktivitas Giana. "Mama lagi masak ya, papa. Jangan diganggu! Papa kalau misalnya lagi kerja diganggu gimana? Marah nggak?" sambung Jelona marah, membuat Giana mengulum bibirnya menahan tawa.

MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang