Ego terlalu tinggi sering kali menciptakan penyesalan yang tak berujung.
.
.
.
Hari demi hari berlalu, Minggu demi Minggu terlewatkan, hubungan pernikahan Giana bersama Jevan berjalan sebagaimana mestinya pasangan suami-istri. Meskipun tetap masih ada seseorang ditengah-tengah pernikahan mereka, Giana mencoba dengan keras untuk tidak terlalu memusingkan. Walaupun yang sebenarnya terjadi, tanpa diketahui siapapun diam-diam Giana suka berperang dengan isi kepalanya sendiri mengenai jalan keluar dari hubungan mereka.
Satu hal yang Giana sadari setelah sebulan pernikahannya, bahwa Giana memiliki pemandangan paling disukainya saat bangun tidur, yaitu wajah polos Jevan waktu tertidur. Hanya memandangi wajah Jevan dalam beberapa detik sebelum akhirnya Giana bangun untuk membuat sarapan. Giana tidak ingin ketangkap basah dan membuat Jevan besar kepala.
Banyak hal baru yang Giana ketahui dari sosok Jevan, yang salah satunya Jevan lebih suka masakan rumah dari pada beli dari luar, itu alasan kenapa kulkas di apartemen jarang kosong, dan karena hal itu juga Giana jadi sering masakin masakan buat dimakan bersama sebelum berangkat kerja, tak lupa menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke kantor.
Kadang pula Jevan suka mengantar Giana ke kantor, saat Giana sedang malas untuk mengendarai mobil. Giana juga sering berkunjung ke kantor Jevan, yang karena hal itu Giana menambah daftar pertemanannya dengan sosok Hema, sekertaris Jevan.
Menurut Giana, Hema ini orangnya fleksibel. Mampu menempatkan posisinya dengan baik, itu kenapa Giana merasa aman-aman saja untuk mulai mengulik banyak hal dari Hema tentang Jevan. Karena Giana juga tau, kalau Hema akan tetap tutup mulut selagi Giana mengatakan untuk tidak berkata apapun pada Jevan.
Dibukanya pintu ruangan Jevan, yang kemudian Giana masuk kedalam. Niatnya Giana hanya ingin mengantarkan makanan sekalian makan bersama juga, mengingat hari ini Giana tidak masak dan kebetulan juga Giana baru saja menyelesaikan pertemuan dengan beberapa media televisi. Jadi sekalian saja, sampai tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Jevan sedang menikmati makan siangnya sembari sibuk berkutat dengan laptop dihadapannya.
"Yahh, . . Gue telat." ucap Giana, melirik makanan yang dibawanya.
Jevan terkejut, tubuhnya langsung secara otomatis berdiri untuk menghampiri Giana. "Kok nggak ngabarin gue?" tanya Jevan, melirik tote bag dengan logo restauran terkenal. Ada perasaan bersalah yang tiba-tiba muncul begitu menebak maksud kedatangan Giana.
Hema masuk, menatap pasangan suami-istri yang sekarang juga sedang menatapnya. "Apa?" tanya Hema ketus. Kemudian menaruh berkas yang sempat Jevan minta ke meja Jevan. "Tuh berkas laporan tahun lalu." sambung Hema, ingin meninggalkan ruangan Jevan tapi keburu ditahan Giana.
"Hem, . ." panggil Giana, membuat Hema menoleh kepada Giana, dan Jevan yang menatap Giana penuh penasaran. "Udah makan belum?" sambung Giana bertanya.
"Belum, niatnya ini mau turun buat makan siang."
"Nggak usah, gue bawa sushi. Yuk makan bareng gue, kebetulan Jevan udah makan." jelas Giana, menunjuk meja Jevan yang terdapat bekal makanan disana.
Jevan ingin protes, tapi melihat bahwa makanan yang diberikan Milly masih banyak. Mau tak mau Jevan membiarkan Giana berbagi makanan bersama Hema. Maka begitu saja, diputar kembali tubuhnya untuk kembali duduk dan melanjutkan makan siangnya di meja dengan penuh khidmat.
"Asikk!! Gratisan. Sering-sering ya, Giana cantik." puji Hema, membawa dirinya untuk duduk di sofa yang diikuti oleh Giana.
"Tau diri aja gue bilang mah." celetuk Jevan, tanpa mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Tinggal di Indonesia dimana orang-orang menganut sekte perempuan tidak boleh lama-lama menunda pernikahan, membuat Giana harus dengan senang hati menerima perjodohan dari orangtuanya dengan Jevan, cowok yang notabenenya sudah memiliki ke...