Yang rumit itu bukan perilaku manusia, tapi jalan pikirnya. Lalu berakhir menyusahkan diri sendiri
.
.
.
Milly baru saja rapi-rapi, niatnya mau langsung ke apartemen Jevan sebelum matanya menangkap seseorang sedang berkutat di meja kitchen, membuat sarapan namun bisa dibilang juga sebagai makan siang, karena jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, yang kemudian cowok itu tersenyum saat kedua manik mereka bertubrukan.
"Kamu kok disini?" tanya Milly, membuat cowok dengan baju santai itu menghampiri Milly.
"Surprise!" ucapnya, memeluk tubuh Milly. "Aku masih kangen kamu, di Bali harus terganggu gara-gara kerjaan mendadak."
Milly melepaskan pelukan mereka. "Kak Panji, nggak biasanya kamu datang tiba-tiba begini. Biasanya selalu kabari aku dulu." ucap Milly, menatap curiga pada Panji.
"Bentar ya, aku lagi masak seafood untuk kita makan." balasnya tidak mempedulikan penuturan Milly, lebih memilih kembali ke meja kitchen. Memindahkan makanan yang sejak tadi sudah matang untuk disajikan diatas piring.
Tidak ada yang menjadi selingkuhan disini, Milly dan Panji sudah menjalani hubungan semenjak mereka duduk di bangku kuliah. Banyak hal yang mereka lalui, tapi saat Milly mulai mengejar impiannya untuk menjadi seorang aktris, keduanya sepakat untuk menutupi hubungannya dari siapapun. Bukan tanpa alasan, karena Panji merupakan pemilik dari agensi tempat Milly menaung. Panji ingin menjaga Milly dari rumor yang mungkin saja membuat mental Milly terganggu.
"Kamu memangnya ada rencana?" tanya Panji, melirik sekilas pada Milly.
Milly mengambil nafas panjang. "Aku ada janji sama Jevan."
Tepat setelah Milly mengucapkan hal itu, Panji segera menatap Milly. Ada keterkejutan sekaligus tatapan marah kepada Milly.
"Aku bisa jelasin semuanya." lanjut Milly lagi, menghampiri Panji yang masih menatapnya tak percaya.
"Seriously, Mil?" Panji sungguh tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kita seharusnya menyelesaikan ide gila itu sejak lima bulan yang lalu. Aku bahkan udah nggak berhubungan sama Bella. Tapi kamu?"
"Dengarin aku dulu!" ucap Milly kembali, menggenggam tangan Panji. "Aku tau ini salah, tapi kamu nggak ngerti sama apa yang aku rasakan."
"NGGAK NGERTI APA?" tanya Panji murka. "Kamu gila! Jevan udah jadi suami Giana, Mil. Kamu mau mengulangi kejadian yang sama?"
Kali ini gantian Milly yang menatap terkejut pada Panji. "Kamu tau?" tanyanya.
"Kamu lupa? Hampir semua temannya Giana adalah teman aku juga. Aku lihat di story Instagram mereka. Dia kelihatan bahagia, Mil dan kamu mau merusak kebahagiaannya lagi?"
Milly menatap tak habis pikir kepada Panji atas apa yang baru saja diucapkan Panji. Kekasihnya seolah mengatakan bahwa Milly adalah orang jahat yang suka merusak kebahagiaan orang lain, padahal sebenarnya terjadi adalah Giana lah yang datang dan mengganggu hubungannya bersama Jevan.
Panji menghela nafas berat. Langkahnya dibawa menuju sofa untuk duduk disana. "Apa yang buat kamu belum menyelesaikan permainan gila kita waktu itu? Kehadiran aku udah nggak begitu berarti buat kamu?"
"Kamu penting untuk aku!" sergah Milly cepat. Sungguh, Milly akan mengatakan dengan jujur bahwa Milly benar-benar mencintai Panji. Tak akan bisa untuk Milly menghadapi rasa kehilangan dari sosok Panji. Baginya Panji tetap yang paling terpenting bahkan dari seorang Jevan Adhiaksa. Hanya saja, ada perasaan berat saat Milly harus meninggalkan sosok Jevan yang penyayang. Milly nyaman saat bersama dengan Jevan, ada perasaan yang tidak bisa Milly jelaskan kepada siapapun. Aneh, tapi begitu lah yang Milly rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Tinggal di Indonesia dimana orang-orang menganut sekte perempuan tidak boleh lama-lama menunda pernikahan, membuat Giana harus dengan senang hati menerima perjodohan dari orangtuanya dengan Jevan, cowok yang notabenenya sudah memiliki ke...