•01•

169 96 197
                                    

"Ra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ra ...." ucap Rafa sembari mengetuk pintu kamar Laura, gadisnya tengah mengurung diri sejak sehari yang lalu dan menolak untuk bertemu dengannya. Mungkin kalian menganggap Rafa berlebihan, nyatanya memang benar. Setelah 24 jam dia tidak menerima kabar dari Laura, dia segera datang ke rumahnya untuk bertemu dengannya.

Karena dia akan berangkat besok pagi dan dia ingin berpisah dengan sebuah senyuman.

"Ra ... tolong buka pintunya," ucap Rafa sekali lagi mencoba membujuk Laura yang sama sekali tidak merespon.

"Ra, aku merindukanmu. Tolong biarkan aku melihat wajahmu ...."

Lagi-lagi Laura tidak merespon, Rafa menghela napas. Padahal baru tiga hari yang lalu Laura bersamanya penuh senyum, walau dirinya tahu jika gadis itu sedang memaksakan senyumnya.

"Rafa, masuk aja. Kalau kamu nungguin, dia gak bakal balas dan nanti malah nangis lagi karena gak ketemu kamu," sahut Clarisa tiba-tiba membuat Rafa tersentak kaget.

Rafa tersenyum simpul, "Iya, Tan. Makasi banyak." Clarisa, ibu Laura mengangguk dan berlalu pergi. Rafa menarik napas dalam, lalu kembali menghembuskannya. "Ra, aku masuk." ujarnya sambil membuka pintu kamar Laura.

Rafa mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Laura dan kedua matanya menangkap sosok Laura yang duduk berjongkok menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya di sudut kamarnya. Entah gadis ini berniat sembunyi atau tidak, tapi itu berhasil membuat Rafa terkekeh.

Rafa menutup pintu kamar Laura, tapi menyisakan sedikit cela agar pintu tidak tertutup rapat. Lalu dia berjalan mendekati Laura yang masih bertahan dengan posisi awalnya, semakin dia mendekat, semakin terdengar isak tangisnya.

"Ra ...." panggil Rafa pelan dan lembut, dia berjongkok dengan satu lutut. Laura jelas merasakan keberadaannya, tapi gadis itu tidak kunjung mengangkat kepalanya. Hanya saja isak tangis yang dia dengar tadi perlahan mereda, Laura sedang menahan tangisannya.

"Ra, tolong lihat aku." lirih Rafa lembut sambil membelai puncak kepala Laura dengan pelan.

"Ga-gak mau, a-aku la-gi je-lek." balas Laura terbata-bata karena menangis sedari tadi. Mendengar itu Rafa tersenyum, "Gak, kok. Kamu nangis pun cantik, soalnya cewek aku paling cantik di duniaku." kata Rafa diselingi dengan gombalan recehnya.

Kepala Laura bergerak, dia mendongak dan memperlihatkan wajah sembapnya. Kedua mata yang merah dan membengkak, hidung yang memerah, lalu sisa-sisa air mata bekas tangisannya yang belum berhenti mengalir.

"Tuh, kan. Bener kataku, kamu paling aesthetic di duniaku. Lihat aja, gak perlu capek-capek pake eyeliner mata kamu udah berwarna gitu."

Laura langsung merengut mendengar ucapan absurd Rafa, "Itu eyeshadow, bukan eyeliner!"

Rafa tertawa pelan, "Nah kalo marah lebih cantik lagi."

Satu kata untuk Rafa adalah tidak waras, ya cintanya pada Laura membuatnya tidak waras. Jika Riska mendengar ucapannya saat ini, mungkin saja gadis itu akan melemparkan vas bunga agar mengembalikan kewarasannya.

2. I&U : Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang