•27•

29 24 24
                                    

Laura memutar-mutar sedotan minumannya sembari memangku wajahnya dengan tangan kanannya, pandangan matanya kosong menatap lurus ke depan, dia memikirkan respon Rafa kemarin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laura memutar-mutar sedotan minumannya sembari memangku wajahnya dengan tangan kanannya, pandangan matanya kosong menatap lurus ke depan, dia memikirkan respon Rafa kemarin.

Sejak mereka saling menumpahkan kemarahan satu sama lain, Rafa tidak lagi menelepon Laura. Bisa dibilang keduanya dalam fase perang dingin, atau lebih tepatnya Rafa yang terdengar masih marah pada Laura.

"Ra ...." panggil Rafa membuyarkan lamunan Laura.

"Iya ...."

Laura menggigit bibirnya, "Aku sudah tahu."

"Oke."

Laura membelalak terkejut, "Raf, ak—"

"Kalo aku minta kamu jauhi Allan juga gak mungkin, kan?" potong Rafa cepat membuat Laura terdiam, dia tidak berdaya atas serangan perkataan Rafa. "Karena kamu orangnya gak enakkan, itu kamu, Ra." Imbuh Rafa.

"Maaf, Raf. Maaf ...." lirih Laura menundukkan kepalanya.

"Ya, sudah. Jan—"

"Tapi aku bakal coba," ucap Laura tiba-tiba. Laura memainkan bantal di pangkuannya, "Pelan-pelan bakal aku coba, jadi ...jangan marah, ya?"

Terdengar helaan napas panjang di ujung telepon, Laura menahan napasnya takut dengan jawaban Rafa. "Gak, aku gak marah. Jangan lupa lusa jam 9 malam, di restoran biasa." kata Rafa membuat Laura menghela napas lega.

"Siap, udah jam tujuh, love you, Rafa." ucap Laura menyunggingkan senyum tipis.

"Love you too, Laura ...."

Laura menghela napas panjang, sekarang dia berada di kafe Riska untuk menenangkan diri. Karena dia tidak tahu harus ke mana lagi, Riska dan James terlihat sibuk melayani setiap orang yang masuk ke kafe.

"Tinggal dua hari lagi ...." gumam Laura melihat tanggal yang tertera di ponselnya. Laura beranjak dari duduknya dan membereskan barang-barangnya, dia memutuskan untuk pergi.

"Ris, gue pergi dulu, ya." pamit Laura membuat Riska mengerutkan keningnya bingung.

"Mau ke mana lo? Jangan bilang mau cari cowok baru?" ucap Riska frontal, Laura langsung membelalak terkejut.

"Gak, lah! Mulut lo sembarangan aja, mau pulang. Semangat kerjanya!" seru Laura berlalu pergi sebelum Riska mengeluarkan perkataan tidak masuk akalnya lagi.

• l a r a •

"Ra, laporan festival kemarin masih ada, kan?" tanya Lani membuat Laura yang sibuk mengecek kelengkapan barang di klub menoleh.

"Masih, Kak. Softcopy-nya, kan?" tanya Laura balik langsung diangguki Lani.

"Kalo gitu kirim ke aku, ya. Nanti aja kalo gak sibuk, gak harus sekarang." kata Lani membuat Laura mengangguk paham.

2. I&U : Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang