•15•

73 44 92
                                    

Laura memegangi perutnya yang teras nyeri sejak pagi, dia benar-benar menyesal karena meminum alkohol lebih dari satu teguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laura memegangi perutnya yang teras nyeri sejak pagi, dia benar-benar menyesal karena meminum alkohol lebih dari satu teguk. Dini hari dia terbangun untuk muntah, setelah sarapan pagi juga seperti itu. Untung saja tidak ada orang tuanya yang melihat, jadi dia tidak perlu mencari-cari alasan.

"Ra, lo gak papa? Mau menstruasi?" tanya Rasti berbisik pada Laura karena sedari tadi dia melihat wajah Laura memucat dan terus memegangi perutnya. Laura menggeleng, Rasti mengerutkan keningnya bingung.

"Lo udah sara—"

"Baiklah, ini materi yang bisa saya berikan hari ini. Saya tidak memberikan tugas karena kampus kita akan sibuk mengurus festival yang akan datang, semoga hari kalian menyenangkan."

"Ra, lo gak pa—"

Laura langsung berlari keluar kelas setelah dosennya keluar, dia bahkan tidak menjawab pertanyaan Rasti dan mengabaikan Rania yang tadi sempat ingin bertanya tentang keadaannya. Laura masuk ke salah satu bilik toilet dan kembali memuntahkan isi perutnya.

"Hoeekk ...hoeekkk ...."

Napas Laura memburu, ia mendudukkan tubuhnya di kloset duduk yang sudah dia tutup setelah menyiram muntahannya. Laura memegangi kepalanya yang berdenyut, "Hah ...sial, harusnya gak minum semalam walau cuman dikit."

Gak, ini salah lo sendiri karena gak bisa nahan diri.

Laura mendesah berat, padahal semalam dia hanya ingin minum seteguk karena riwayat maagnya. Tetapi dia melakukan hal sebaliknya, bahkan menghabiskan sampai setengah kaleng. Karena kepikiran perkataan Yura mengenai Emily membuatnya tidak berpikir jernih.

Setelah merasa perutnya enakkan, Laura bangkit dan keluar. Dia mencuci tangannya sekalian membasuh bibirnya dan dia tiba-tiba teringat dengan kedua temannya yang sempat mengkhawatirkannya, "Ah, Rasti sama Rania!"

Laura buru-buru keluar dari toilet, dia berlari kembali ke kelasnya. Kelasnya sudah sepi, namun masih tersisa Rasti, Rania, Yudi dan Allan yang kemungkinan besar sedang menunggunya kembali. Dengan perasaan bersalah Laura melangkahkan kakinya masuk, "Maaf, kalian jadi telat ke kantin."

"Lo gak papa, Ra? Perut lo gimana? Masih mual?" tanya Rania melihat Laura penuh kekhawatiran, Laura menampilkan cengirannya dan menggaruk kepalanya tak gatal.

"Udah mendingan, makasi. Ayo ke kantin, pasti rame, sih." kata Laura membereskan barang-barangnya.

"Gak papa, yang penting lo gak sakit." ucap Rasti membuat Laura menyunggingkan senyum kecil di bibirnya.

"Santai aja, Ra." imbuh Yudi.

"Bener, mau gue beliin obat?" tawar Allan langsung mendapatkan gelengan dari Laura.

"Gak perlu, makan aja cukup. Ayo ...."

Mereka berlima berjalan bersama menuju kantin, di tengah-tengah perjalanan ponsel Laura berbunyi menandakan pesan masuk. Laura mengira itu adalah balasan dari Rafa membuatnya dengan cepat membuka kunci ponselnya.

2. I&U : Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang