"Ini jam berapa?" tanya Clarisa dingin.
"Jam satu pagi ...." cicit Laura takut.
"Maaf, Tante. Rencananya berantakan karena ada ke-"
"Sebelum itu, kalian mandi dengan air hangat. Bisa-bisa kalian demam, bagaimana bisa kalian malah bermain hujan?" omel Adrian langsung membuat Rafa menutup mulutnya rapat-rapat.
"Pfftt ...." Clarisa dan Adrian menoleh ke arah Laura yang tengah menahan tawanya. "Makasi, Ma, Pa ...." ucap Laura tersenyum lebar dan berlari memeluk kedua orang tuanya. Walau pun hanya bertunangan, itu sudah cukup membuatnya bertahan lebih lama lagi bersama Rafa.
Setelah membersihkan diri, Rafa duduk dengan gugup seperti duduk di kursi berduri karena Clarisa dan Adrian di hadapannya. Sedangkan Laura sibuk mengobati kepalanya dengan telaten. "Ekhm ...jadi, berapa lama kamu buat Laura menunggu?" tanya Adrian tanpa basa basi.
Tubuh Rafa menegang, jika dia hitung-hitung lagi sepertinya hampir empat jam dia membuat Laura menunggu. Menunggu kejutan yang dia janjikan. Laura membereskan kotak P3K-nya, "Pa, Ma, jangan terlalu keras pada Rafa."
"Dia baru mengalami kecelakaan, kami sudah pulang dengan selamat, kan? Aku rasa itu sudah cukup ...." imbuh Laura tersenyum kecil.
Clarisa menghela napas panjang, "Benar, itu saja sudah cukup. Kita juga sudah berbicara pada Rafa, jadi biarkan saja, Pa. Laura, antar Rafa ke kamar tamu dan kamu istirahat."
"Makasi, Ma, Pa." ucap Laura tersenyum semringah.
Rafa bangkit dari duduknya dan menunduk hormat pada keduanya, "Terima kasih banyak atas restu Om dan Tante ...."
Adrian berdehem, begitu juga Clarisa. Tetapi wanita itu tersenyum dan mengangguk, itu adalah pemandangan yang pertama dilihat Laura. Senyum tulus yang sangat jarang dia lihat, Laura ikut tersenyum dan keduanya berjalan naik terlebih dahulu.
"Apa tidak apa-apa?" tanya Adrian tanpa bergerak dari posisinya.
Clarisa menghela napas dan tersenyum tipis, "Sudah waktunya, lagi pula Rafa sudah masuk dalam kualifikasi dan dia pantas bersama Laura."
"Benar, tapi aku tidak menyerahkan Laura semudah itu." ujar Adrian menyunggingkan senyum miring.
"Biarkan mereka berkembang sendiri, kita tidak perlu ikut campur terlalu banyak. Atau Laura akan membencimu jika tahu itu perbuatanmu," kata Clarisa tertawa kecil dan bangkit dari duduknya. Adrian terdiam, dia mengeekori istrinya sambil memikirkan kembali perkataannya yang ingin menguji Rafa lebih.
Kedua insan yang dibicarakan itu kini saling memandang sambil tersenyum seperti orang bodoh, keduanya belum melepaskan tautan jari mereka seakan-akan tidak ingin berpisah. Rafa merapikan anak rambut Laura yang berantakan.
"Harusnya aku ngelunjak aja minta izin nikahin kamu ...."
"Hus, mulut kamu hati-hati." tegur Laura panik langsung mengedarkan pandangannya takut jika orang tuanya mendengar perkataan Rafa. "Jangan ngomong begitu, nanti malah gak dibolehin." imbuh Laura setelah memastikan bahwa hanya mereka berdua di lorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. I&U : Lara [END]
ChickLit[Jika ada kesamaan nama tokoh, alur, dan lain-lain harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste. Jangan plagiat!] ⚠Warning : Banyak gombal retceh, uwu tapi gak bikin baper, typo sudah kebiasaan, yang mampir langsung terima gaji⚠ I and U series...