Bab 5

198 15 6
                                    

Hari itu setelah melihat Rihany di supermarket Aaron tidak langsung menghampirinya. Dia membutuhkan waktu untuk memastikan satu hal pada Rihany. Satu Minggu setelahnya baru dia mendatangi supermarket tempat Rihany bekerja. Tujuannya tentu saja untuk berbicara dengan perempuan itu. Aaron tidak menyangka kalau perempuan itu bekerja sebagai kasir. Untuk masuk ke Diamond club butuh pengeluaran yang bisa dikatakan tidak sedikit. Mengesampingkan hal itu, ada hal yang lebih serius yang ingin Aaron bahas dengan Rihany. 

Sementara itu, setelah jam kerjanya habis Rihany pulang ke kos sendiri karena Bunga mendapatkan jatah libur hari ini. Rihany berjalan dengan langkah cepat karena dia merasa ada orang yang mengikuti langkahnya. Rihany berhenti lalu melihat ke belakang, dia tidak menemukan siapapun. Saat dua berbalik tiba-tiba ada seorang pria di depannya. 

"Kita perlu bicara," kata pria itu membuat Rihany kaget. 

"Kamu!" Rihany mendorong tubuh Aaron kesal namun, tenaganya tidak cukup untuk membuat pria itu bergerak mundur. Dia tadi ketakutan setengah mati namun pria itu hanya mengangkat alisnya melihat reaksi Rihany. Tidak ada rasa bersalah telah membuat Rihany hampir mengalami serangan jantung. 

Rihany menarik napasnya lalu kembali berjalan melewati pria itu. 

"Rihany kita perlu bicara," kata Aaron mengulang perkataannya tadi. 

"Tidak ada hal yang ingin aku bicarakan dengan mu," balas Rihany tanpa mau menghentikan langkah kakinya. 

Aaron berjalan menyamakan langkahnya dengan Rohany. Kemudian dia menangkap tangan Rihany lalu menariknya dengan paksa masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka sekarang. Rihany berusaha melawan namun, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Aaron. 

"Kau mau bawa aku ke mana? Turunkan aku sekarang!" Riahany masih terus mencoba melawan. 

"Tidak, sebelum kita bicara." Aaron mengendarai mobilnya menuju apartemennya. Ada hal yang harus dia selesaikan dengan Rihany. Hal itu menggangunya sejak satu minggu yang lalu. 

"Berapa kali harus kukatakan kalau tidak ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kamu." 

"Kamu mungkin tidak ada, tapi saya punya." Aaron kemudian fokus pada jalanan yang dilaluinya. Dia membiarkan Rihany menggedor jendela mobilnya berusaha keluar. 

Setelah berkendara selama empat puluh menit keduanya tiba di apartemen milik Aaron. Bianca jelas takut, dia takut pria itu melakukan tindak kejahatan padanya karena itu dia tidak mau turun dari dalam mobil. 

"Turun!" perintah Aaron untuk yang ke tiga kalinya namun, Rihany tetap pada pendiriannya. Dia seolah tidak mendengarkan perkataan Aaron. 

"Rihany ..." Aaron tidak memiliki banyak stok sabar. Melihat Rihany yang tidak akan menurut padanya, dia menggulung lengan bajunya lalu menarik Rihany keluar dari dalam mobilnya. Dia tidak memberikan Rihany kesempatan untuk melepaskan diri darinya. 

"Lepaskan atau aku akan berteriak!" Aaron tersenyum tenang melihat tingkah Rihany. Dia tidak akan terpengaruh dengan ancaman Rihany. Dia hanya terus berjalan dan menarik tangan Rihany menuju apartemennya yang berada di lantai dua puluh. 

Rihany menggigit tangan Aaron ketika ancamannya tidak berarti apapun bagi pria itu. Aaron mengernyit menahan rasa perih yang berasal dari tangannya. Namun dia tetap membiarkan Rihany menggigit tangannya. 

"Apa kau sudah gila?" Rihany tidak habis pikir bagaimana Aaron bisa menahan sakit saat dia menggigitnya. melihat bekas gigitannya di tangan Aaron membuat Rihany menyesal. Rasa  bersalah tiba-tiba menjalar ke hatinya. 

"Apa ini tidak sakit?" Rihany bertanya pelan sambil mengamati luka yang dia sebabkan di tangan Aaron. Aaron tersenyum sangat tipis melihat reaksi yang Rihany tunjukkan. Jika dia mengingat lagi kenangan waktu mereka masih sama-sama sekolah di taman kanak-kanak. Rihany sepertinya tidak berubah sedikit pun. 

"Bagaimana kalau saya mencobanya ditangan kamu?" Rihany sontak menyembunyikan tangannya yang bebas dari genggaman Aaron. 

Aaron membuka pintu dengan sidik jarinya, lalu kembali menarik Rihany untuk masuk ke dalam apartemennya. Rihany mengusap tangannya setelah genggaman Aaron lepas. Dia melihat bekas kemerahan di sana. 

"Duduklah! Saya akan mengambil minuman untuk menemani kita berbicara." Aaron meninggalkan Rihany di tengah apartemennya yang luas. Sejenak Rihany mengamati apartemen Aaron. Dalam sekali lihat dia tahu kalau semua benda yang ada di sana merupakan barang-barang mahal. 

Aaron kembali tidak lama dengan dua buah gelas dan satu kotak jus kemasan. Dia menaruhnya di depan Rihany. 

"Tidak perlu banyak basa-basi, katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan setelah itu biarkan aku pulang." 

"Saya ingin kamu melakukan tes." Aaron memberikan alat tes kehamilan pada Rihany. Tidak hanya satu ada lima buah dengan merek yang berbeda. 

"Tes apa?" Rihany sudah menebak kegunaan alat tersebut namun, dia ingin kejelasan dari Aaron. 

"Malam itu saya tidak mengenakan pengaman. Bisa saja kamu sedang mengandung saat ini." Aaron tidak ingin anaknya mengalami nasib yang sama sepertinya. Dia pernah mendapat kata-kata hinaan karena tidak memiliki ayah. Aaron masih mengingatnya sampai sekarang. Meskipun dia sudah berkumpul dengan ayahnya kata-kata itu masih tetap bisa dia ingat. 

"Aku sangat yakin kalau aku tidak sedang mengandung," kata Rihany menolak menggunakan alat tes yang di berikan Aaron. 

"Buktikan keyakinan kamu itu dengan tes ini." Aaron tidak mau kecolongan. Dia harus tahu Rihany mengandung atau tidak. Hal ini juga untuk menentukan langkahnya ke depan. kalau Rihany mengandung sudah jelas kalau dia akan bertanggung jawab. Anaknya tidak akan dia izinkan mengalami hal yang dia alami sewaktu dia kecil dulu. Dan kalaupun Rihany tidak mengandung dia jelas tidak akan melepeskan perempuan itu. Dia butuh Rihany untuk membantunya lupa pada Shamilla. 

"Aku tidak perlu membuktikan apapun. Kalau aku bilang aku tidak hamil, itu adalah kejadian yang sebenarnya." Rihany melihat alat tes kehamilan itu. Sejujurnya dia takut kalau dia benar-benar hamil. Namun, karena dia tidak mengalami tanda-tanda kehamilan seperti yang wanita alami pada umumnya. Misalnya, mual-mual atau merasa tidak enak badan. Membuat Rihany sedikit yakin kalau dia tidak sedang mengandung. Akan tetapi, keyakinannya itu menjadi keraguan karena sampai saat ini dia belum datang bulan. Dilihat dari kalender haid, harusnya dia sudah mulai datang bulan sejak dua hari yang lalu. Berkali-kali dia mencoba menenangkan hatinya kalau jadwal haidnya memang maju mundur. Dia masih berharap kalau dia datang bulan dalam waktu dekat. 

"Lakukan saja, Rihany." Aaron benar-benar harus mengumpulkan banyak stok sabar untuk menghadapi perempuan di depannya. 

"Aku tidak akan melakukannya." Rihany tetap pada pendiriannya. 

"Apa saya perlu membantu kamu." Aaron berdiri lalu mengambil alat tersebut. Dia melepaskan kemejanya menyisakan kaus putih. 

"Aku akan melakukannya sendiri." Rihany langsung merebut alat tes tersebut. Dia tidak bisa membayang kalau Aaron ikut ke dalam kamar mandi dan ...

"Pria sialan!" umpat Rihany pelan. 

Aaron tersenyum puas melihat Rihany masuk ke dalam kamar mandi dengan lima tes ditangannya. Aaron kembali duduk menunggu Rihany selesai dengan semua alat tes itu. Sesekali dia memeriksa ponselnya untuk mengecek email masuk mengenai pekerjaannya. 

Baru beberapa hari bekerja di perusahaan milik keluarganya sudah membuat waktu Aaron tersita sangat banyak. Dia juga masih harus memeriksa bisnis yang dia bangun sendiri. 

"Bagaimana hasilnya?" tanya Aaron begitu melihat Rihany keluar dari kamar mandi. 

"Aku sudah bilang kalau aku tidak hamil," kata Rihany senang. Dia menunjukkan alat tes kehamilan pada Aaron. 

"Bukannya alat tesnya ada lima? Kenapa kamu hanya memberikan empat?" Aaron menatap Rihany dengan pandangan curiga. 

"Aku tidak sengaja menjatuhkannya ke dalam closet tadi. Tapi kurasa yang empat ini cukup untuk membuktikan kalau aku tidak hamil." Aaron mengangguk-anggukan kepalanya. Sekilas Rihany melihat Aaron tersenyum tipis sangat tipis sehingga dia meragukan penglihatannya itu.   

*** 

Bersambung...

Karena KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang