Bab 20

130 10 0
                                    

Bab 20

"Bagaimana keadaannya?" tanya Aaron pada Dokter yang memeriksa Rihany. Dua jam setelah pergulatan panas mereka Rihany mengeluh kram pada perutnya.

"Sejauh ini kami tidak menemukan masalah pada kehamilan Nyonya Rihany. Kondisinya sehat pun dengan janin yang dia kandung." Rihany yang mendengarnya menghela napas lega. Sebelumnya dia sangat takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada janinnya.

"Apa baik melakukan hubungan suami istri saat kandungan berusia muda? Maksud saya apa kram perut bisa disebabkan karena berhubungan intim?" Aaron bertanya dengan wajah datarnya. Sementara Rihany melotot tidak percaya dengan pertanyaan Aaron frontal.

Dokter mengangguk sembari tersenyum tipis. "Guncangan yang terlalu keras bisa menyebabkan kram perut atau bahkan keguguran. Sebaiknya dilakukan dengan lembut." Aaron berdehem pelan. Dia yakin sudah melakukannya dengan sangat lembut. Dia bahkan mendengar teriakan kepuasan dari Rihany bukan teriak karena kesakitan.

"Saya melakukannya dengan lembut, kok, Dok," kata Aaron yang semakin membuat Rihany malu.

"Kalau begitu, sementara waktu Bapak puasa dulu saja," kata Dokter tersebut dengan nada tertahan.

"Sialan! jangan main-main denganku, Dan!" kata Aaron menanggalkan sikap formalnya. Daniella tertawa kecil. Dokter kandungan itu merupakan teman satu sekolah Aaron saat SMA. Hubungan pertemanan mereka cukup baik sejauh ini. Daniella sendiri pun sudah menikah dengan pria yang berprofesi yang sama dengannya.

"Sejauh ini tidak ada masalah, Aar. Jadi kamu boleh melakukannya, tapi ingat lakukan dengan lembut." Aaron tidak mengatakan apapun lagi. Dia hanya menarik Rihany untuk berdiri lalu keluar dari ruangan Dokter Daniella.

"Terima kasih, Aar dan jangan lupa tebus vitaminnya!" teriak Daniella sembari terkekeh kecil. Rasanya cukup senang bisa menggoda temannya itu. Sejak dulu Aaron tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan. Ada banyak teman sekolah yang mendapat penolakan dari pria itu.

Setelah dari rumah sakit, Aaron membawa Rihany ke kantornya. Dia memiliki sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan. Dia terpaksa membawa perempuan itu ke kantor karena dia tidak tega meninggalkannya seorang diri. Dia takut Rihany kembali mengalami kram dan dia tidak berada di dekat perempuan itu.

"Duduk di sini! Saya akan berusaha menyelesaikan pekerjaan saya secepat mungkin." Rihany mengangguk patuh. Dia capek dan sekarang ingin tidur. Rihany bersandar di sandaran sofa, kemudian tidak lama dia jatuh ke dalam mimpi.

Aaron berdiri lalu mengambil jas yang tersampir di kursinya. Dia kemudian menyelimutkan jas tersebut ke tubuh Rihany. Aaron tidak langsung kembali ke kursinya, dia malah duduk di samping perempuan itu. Mengamati wajah damai Rihany cukup lama. Aaron kembali ke meja kerjanya setelah mendengar suara pintu di ketuk.

"Papa?" Aaron mengerutkan keningnya melihat kedatangan papanya itu. Selama bekerja di perusahaan keluarganya ini pertama kalinya Alex mengunjungi ruangannya.

"Satu jam Papa ada rapat dengan klien dari Jepang. Tapi Papa nggak bisa ikut rapat karena panggilan darurat dari Mama kamu." Panggilan darurat yang Alex maksud adalah perintah istrinya yang tidak bisa dia tolak.

"Aku juga nggak bisa, Pa." Aaron kemudian menunjuk Rihany yang sedang tidur di sofa. Alex baru sadar kalau ada orang lain di ruangan itu selain mereka berdua.

"Rihany tadi mengalami kram perut. Aku bawa dia ke mari setelah periksa ke dokter." Aaron menjelaskan tanpa di minta.

"Calon cucu Papa baik-baik saja?" tanya Alex yang langsung diangguki oleh Aaron.

"Kalau begitu Papa telepon Mama kamu dulu." Alex keluar dari ruangan putranya. Setelah itu Alex tidak kembali lagi. Mungkin mereka sudah mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Dua jam waktu dibutuhkan Aaron untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dan selama itu juga Rihany masih tetap nyaman pada tidurnya. Aron menutup pekerjaan kemudian dia berdiri menghampiri Rihany.

"Sudah bangun?" tanya Aaron ketika melihat pergerakan perempuan itu. Perlahan Rihany membuka matanya lalu mengangguk lemah. Matanya belum membuka sempurna, mungkin dia masih mengantuk.

"Tidurlah lagi kalau kamu masih mengantuk," kata Aaron.

"Aku haus. Apa kamu punya air minum?" tanya Rihany setelah memperbaiki posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar.

Aaron berdiri lalu membuka kulkas mini di ruangannya. Dia mengeluarkan sebotol air mineral. Dia memberikannya pada Rihany setelah dia membuka tutup botol tersebut.

"Terima kasih," ucap Rihany sembari menerima botol tersebut.

"Kita langsung pulang atau kamu masih ingin ke suatu tempat?" Rihany ingin membersihkan tubuhnya. Dia ingin mandi agar tubuhnya terasa lebih segar.

"Pulang," katanya. Aaron mengambil tas milik Rihany lalu menggenggam tangan perempuan itu. Mereka keluar dari ruangan dan gandengan tangan tersebut membuat mereka jadi pusat perhatian pada pegawai yang bekerja di Harisson Grup. Tidak sedikit yang berbisik-bisik sembari menatap rihany dengan penuh tanya.

"Lain kali aku tidak mau ke sini lagi," kata Rihany kesal.

"Kenapa begitu?"

"Kamu tidak dengar apa yang orang-orang ucapkan tadi?" Rihany mendengar banyak wanita di kantor Aaron mengatakan kalau dia tidak cocok berada di samping Aaron. Mereka menilai kalau dia tidak terlalu cantik dan tidak sebanding dengan Aaron. Rihany sekarang tidak mengenakan riasan apapun sehingga dia terlihat pucat.

"Untuk apa mendengarkan perkataan mereka? Mereka berbicara seperti karena mereka iri dengan kamu. Jangan terlalu peduli dengan omongan buruk orang-orang." Aaron memberikan tanggapan santai. Seperti itulah selama ini dia hidup. Dia tidak pernah mendengar omongan buruk orang-orang terhadapnya. Aaron sekarang menjabat sebagai Direktur Operasional. Awalnya dia ingin mencoba menjadi staf biasa namun, jabatan itu kosong saat dia masuk ke perusahaan keluarganya itu. Awal dia bekerja hingga sekarang tidak sedikit yang meragukan kemampuannya. Namun, Aaron tidak ambil pusing. Waktu akan menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.

"Telingaku mendengar ucapan mereka dengan jelas. Susah untuk mengacuhkan perkataan mereka." Aaron merangkul Rihany ke dekapannya, membuktikan kalau ucapan mereka tidak mengubah apapun. Wanita-wanita di sana semakin iri melihat kedekatan Rihany dengan calon pewaris perusahaan keluarga Harisson tersebut. Mereka berlomba-lomba mempercantik diri, menghabiskan uang gajian untuk perawatan demi bisa menarik perhatian pria itu. Namun yang dipilih Aaron adalah wanita sederhana yang bahkan tidak mengenakan make up sama sekali.

"Penilaian mereka tidak berpengaruh apapun untuk hubungan kita. Jadi untuk apa mendengar mereka?" Aaron mengucapkannya dengan suara yang cukup keras. Tatapannya pun dia layangkan pada orang-orang membicarakan Rihany. Orang-orang yang membicarakan Rihany semua langsung menunduk takut. Tadi mereka pikir ucapan mereka tidak sampai ke telinga Rihany.

Rihany membenarkan perkataan Aaron dalam hati. Memang benar perkataan orang-orang tidak mengubah apapun. Kecuali mereka berkomentar sembari memberikan uang.

Bersambung ... 

Karena KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang