Memulai

98 28 19
                                        

You can't drum up the heartbeats
Of loved ones come to pass
Stop wishing for forever
'Cause nothing ever lasts
If it's keeping you from sleeping
Wipe the tear from your eye
'Cause sometimes it's time to let a good thing die

"Don't you owe me an explaination, Wen?"

Di jalanan yang mulai sepi dengan laju mobil yang stabil. Johnny sesekali mengalihkan pandangannya dari bahu jalan, melirik sekilas Wendy yang sedari tadi lekat pada Kylo, menyugar lembut surai legamnya. Anak itu tertidur pulas dalam dekapan sang Mama.

"Nanti ya, tunggu sampai rumah."

Nadanya yang terdengar tenang tak ditangkap demikian pada rungu Johnny. Nada yang sarat sendu, meyakinkan Johnny bahwa Wendy sedang tak baik-baik saja.

Begitu pagar rumah Wendy terpampang nyata di pelupuk mata, wanita itu membopong Kylo ke dalam rumah membiarkan Johnny menunggu di luar.
Tak berselang lama, Wendy kembali menghampiri Johnny duduk di sebelah kursi kemudi.  Dengan helaan napas berat dan satu senyum yang dipaksakan terlukis pada paras ayunya, melirik sekilas pada Johnny yang dengan sabar menunggunya dengan wajah penuh tanda tanya.

 Ia tahu akan ada satu waktu yang mengharuskan ia terbuka, kembali terlempar pada kenangan pahit dan mengais sisa luka untuk menjelaskan pada Johnny. Demi membuka hubungan baru dan kembali menata hidupnya. Wendy tak ingin masalah lamanya yang dipendam justru menjadi bumerang lembaran barunya kelak. Ia harus menjelaskan meskipun malam ini harus kembali mengoyak cerita lama.

Satu tarikan napas berat mengawali percakapannya, berat yang mampu membuatnya semakin menggigit luka. Bahkan sebelum suaranya mengudara, Wendy sudah lebih dulu tercekat, aliran napasnya mendadak tak berjalan dengan mulus.

"Dia Papanya Kylo, John." 

Jelas ini bukan sesuatu yang sederhana, bukan sebuah cerita bahagia atau setidaknya perpisahan yang dilakukan dengan kepala dingin. Ini akhir cerita yang cukup miris. Terlempar jauh pada tahun-tahun silam dengan bayangan wanita itu meringkuk di pembaringan dengan putus asa menikmati kesedihan yang rasanya tak berkesudahan, hingga ia lupa ada satu alasan yang membuatnya harus kembali bangkit. Kylo.

Johnny tetap di sana, merubah posisi menatap jelaga kelam Wendy. Membatin dengan gerak gelisah seakan malam ini menjadi malam yang berat bagi mereka. Sesekali tangannya memainkan seatbelt yang mengganggur, bertengger pada tempatnya.

"Dan alasan kita pisah karena dia gak bisa nerima anaknya. Dia childfree."

Debur jantungnya menggelegar bagai orkestra dengan rasa perih pada setiap nadanya. Satu persatu kata yang mengudara tak membuatnya lega, malah mengundang memori lama dengan serpihan-serpihan tajam yang menjadi kolase berkabut yang gelap dan kelam. Kebas bukan main. Pun dengan Johnny, lelaki itu cukup terperanjat dengan alasan yang bahkan setengah tak masuk nalarnya.

"Gue takut John. Gue gak siap buat mulai hubungan baru kalau ujung-ujungnya banyak hal yang nyakitin kaya kemaren. Gue takut.." Suaranya serak dan bergetar, Wendy menjeda dengan menarik napas sangat dalam, menahan air mata yang memburamkan pandangannya sembari meremat tangannya yang mengigil. Menautkan jarinya yang mulai memproduksi bulir keringat dingin sebab menahan sesak dadanya yang sedari tadi memberontak.

IRIDESCENT [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang