Anak muda

792 186 186
                                        

Degem = Dedek gemes

Cem ceman = Crush

"Jeansyah?" seorang dosen perempuan paruh baya tubuhnya agak berisi mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan, memastikan kehadiran nama yang dipanggilnya.

"..."

"Jeansyah Novan?" tanyanya sekali lagi,

"Skip aja bu, orangnya molor." Suara dari bangku bangku belakang menyahut, badannya terlihat paling kecil diantara kawanannya.
Tengah duduk dipaling pinggir tepat bersebelahan dengan oknum yang asyik membuai mimpi. Rendika namanya.

"Lho! kamu, tolong itu temennya dibangunin."

"Simulasi mati suri, Buu." Kali ini Haekal tidak mau kalah. Kepalang malas membangunkan Jeansyah yang kalau sudah tidur tidak peduli hujan badai angin ribut halilintar, tak mempan. Temannya ini kalau sudah terpejam, tidak sampai 5 menit saja sudah melalang buana, tidak peduli dimanapun.

"Percuma bangunin kebo. Di bangunin sangkakala baru dah, pindah dimensi."

Rendika mengomel, tangannya sedari tadi aktif menampar pipi Jean, tapi nihil. Jean hanya melenguh seperti orang mengigau.

"Yang bisa bangunin nanti saya lulusin deh."

"Bran ada plastik kaga?" Haekal menyenggol Gibran yang memandangi keluar jendela kampus yang terhalang kepala Haekal.

"Bakal apa? gak ada gue." firasatnya sudah tidak enak.

"Minggir minggir," Haekal menggeser Gibran bersiap membelakangi Jean. "Aduh.. kepaksa deh. Maap ya bu, Maap semu—PREEETTT!!"

Bersamaan dengan suara serta bau yang menyebar dengan cepat, mahasiswa lain diruangan itu gaduh. Menyumpah dan memaki, sebagian hanya bisa geleng kepala. Sudah terbiasa dengan kelakuan ajaib Haekal.

"UHOOKK OHOKK! HUUEGH HEHH!!!" Jeansyah bangun dengan paksa setelah aroma kentut Haekal mengetuk hidung dan menyebar mengontaminasi paru-parunya bersama sebagian anak yang berlarian keluar kelas. Rasanya sesak napas juga bikin mual. Sumpah, baunya bukan main.

"Lulus kan bu? tepuk tangan—"

"—HAEKAL GOBLOG! RA ADABAN!" Rendika menoyor kepala Haekal sebelum ikut berlari meninggalkan kelas.

"Wah, bangke kuadrat nih bocah." Di iringi Gibran yang menutup hidungnya rapat-rapat sambil membuka jendela kelas berharap bau itu cepat hilang. Tak sudi menghirup gas beracun produksi Haekal.

"Haekal nanti keruangan saya"

"Mampus!"

Yang namanya Haekal hanya bisa nyengir kuda dan kembali duduk di bangkunya.

Wah, pantes pada ngacir. beneran gas beracun sih ini.

∞ ᴥ ∞

"Kerokin gue Bran. Gila, Haekal gak boker berapa hari dah. Kalah TPS se-Bandung." Jean melempar koin 500 perak kuno bergambar melati. Ia meletakkan kepalanya di meja. Pening dan lemas setelah mabuk kentut jahanam Haekal, membuatnya harus bolak-balik Wc.

"Ya gak disini juga, bego!" Gibran melempar kembali koin bau balsam kesukaan Jean. Masalahnya saat ini mereka sedang di kantin kampus, jam istirahat siang dengan puluhan anak dari jurusan lain yang berlalu-lalang melewati mereka. Masa Jean minta kerokan.

Jean hanya bisa meringis pelan sambil mengusap ketika koin tadi tepat mengenai dahinya. Ada sensasi segar akibat lemparan koin tadi. Setelah memastikan dahinya tidak bocor ia kembali tergeletak lesu. Tidak napsu makan, katanya.

IRIDESCENT [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang