Nona manis

245 84 30
                                    

Dumb conversations
We lose track of time
Have I told you lately
I'm grateful you're mine

Yudha, Soraya dan Kelana

Di Surabaya, malam sudah terlalu larut tapi rasanya pengap. Tidak seperti rumahnya di Bandung, yang semakin malam semakin dingin. Beberapa kali suara bising kendaraan memecah sunyi, suara knalpot brong jelas terdengar sampai kosan Yudha, digeber dengan lantang. Kalau saja dekat, pasti bocah urakan itu sudah habis dipitesnya.

Yudha menghisap batang rokoknya dengan syahdu, berirama memenuhi ruang hampa. Di bawah pendar kamar yang meremang, ditatapnya bingkai foto bercorak macan tutul pemberian Arin, ada potret Aya dan dirinya di sana tersenyum sumringah, diambil tahun lalu.

Seharian ini pesannya hanya dibaca, tak kunjung ada balasan apapun setelah itu. Ia sudah terlatih ditinggal sibuk Aya, tak apa. Dia bukan lelaki cengeng yang minta diberi kabar setiap waktu. Mereka sama-sama sudah dewasa. Tahu mana waktu berbagi cerita, mana waktu untuk diri mereka masing-masing. Kuncinya satu; saling percaya.

Yang membuat Yudha gelisah sebenarnya bukan kabar, melainkan pesan yang sudah dibaca tapi tak kunjung dibalas. Kalaupun memang sibuk, lebih baik jangan dibaca dulu agar dia bisa lebih positive thinking—bahwa Aya memang super duper suibuk sampai tak bisa membaca pesannya.

Baru saja hendak bergalau ria, gawainya mendadak bergetar. Terpampang jelas nama Aya dengan tiga lambang hati warna merah kuning dan hijau, di hatinya yang biru.

"Ha-loha? Apa ada pacarnya Aya?"

Yudha sengaja mendiamkan, padahal diam-diam sedang tersenyum membayangkan gemasnya Aya bertingkah lucu seperti tadi.

"Marah ya? masih didengerin kan ini? Sorry yaa.. seharian sibuk banget di kantor ay."

Masih hening, Aya sekali lagi memastikan Yudha masih ada di seberang sana untuk mendengarkannya.

"Yud?"

"Maaf mba, mas Yudhanya lagi boker." Suaranya sengaja dibuat-buat berat. Entah mirip siapa.

"Bilangin jangan lupa bawa 2rb ya mas."

"Boker mah 5rb Ya, 2rb mah parkir doang."

"Loh? udah balik? tak kira tadi masih cosplay jaga WC Yud."

"Nggak ah, enakan cosplay jadi imamnya Aya."

"Punten akang, Aya mah udah sholat."

Yudha tergelak, tangannya sibuk mematikan bara rokok yang masih setengah. Pada asbak coklat yang hampir penuh abunya.

"Ya.."

"Hm? Kenapa?"

"Susah.." satu helaan napas berat lolos, membuat Aya dari seberang bertanya dengan nada khawatir.

"Susah kenapa?"

"Lagi mikirin gombalan malah kepikiran kamu."

"Astagaa aku kira kenapa." Aya tergelak, satu jenis suara yang selalu jadi melodi favorit Yudha sepanjang waktu. "Aku jadi pengen kopi."

"Bikin doong, jangan lapor. Gak bakal muncul gopud ya Ay, kamu kodein gitu."

"Bukan ituuu, pengen kopinang kau dengan bismillah."

"Heh? Takbir!"

Mereka sama-sama tergelak lepas, pengap Surabaya mendadak sejuk sejak suara Aya mampir di telinganya, turun ke hati dan berdiam di sana lebih lama. Sejauh Bandung-Surabaya, jarak mereka semakin menipis. Asal ada Aya, semua baik-baik saja.

IRIDESCENT [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang