8. IDENTITAS

570 105 8
                                    

"Mata mu sangat bagus Nak! Ya, benda ini belum ada pemiliknya. Soal uang, itu tidak perlu, ambilah!" Kakek itu tersenyum dan memberikan benda yang dimaksud kepada (Name).

(Name) menerimanya dengan senang berbanding terbalik dengan Hinata yang memasang wajah bertanya - tanya.
(Name) tak mempedulikan hal itu, dia berterima kasih lalu pergi meninggalkan sang kakek. Hinata yang ditinggal menatap kakek itu sejenak dan menyusul (Name).

"(Surname)-san, tunggu aku!" Teriakan Hinata terdengar ke berbagai penjuru. (Name) reflek berhenti dan berbalik menatap Hinata yang berlari ke arahnya.

"Hinata-san, mulai sekarang jangan panggil margaku!"

"Eh? Kenapa (Surname)-san?"

"Sedikit yang kau tahu maka akan semakin baik Hinata-san. Aku hanya tidak ingin kau-" Ucapan (Name) terpotong kala dia merasakan sesuatu menatapnya entah dari mana. Mata (e/c) menatap nyalang ke segala arah.

Hinata melihat tingkah aneh dari gadis di hadapannya bertanya,
"Ada apa (Surname)-san?"

Di sisi lain, (Name) sama sekali tidak mendengar pertanyaan Hinata. Gadis itu terus mencari dari mana tatapan aneh itu berasal. Hingga tiba-tiba tatapan itu menghilang tertelan gelapnya malam.

"Apa-apaan tatapan haus darah tadi?"

(Name) mengalihkan pandangannya kepada Hinata yang sejak tadi menatapnya polos. (Name) menatap Hinata dari atas sampai bawah, mencoba menganalis sesuatu.

Wajah Hinata memerah karena (Name) menatapnya begitu intens. Ditambah mata mereka sama-sama bertemu secara tiba-tiba.

"Firasatku saja atau memang dia ini-"

"(Surname) - san, daijoubu?" Ucap Hinata sembari melambaikan tangannya di depan wajah (Name) yang melamun. (Name) menatap Hinata lagi, kali ini badannya sedikit condong ke depan tepat beberapa centi saja dari Hinata.

Wajah Hinata sontak memerah lagi melihat tindakan (Name). Kakinya gemetar, tangan yang biasa ia gunakan untuk memukul bola voli tiba-tiba kaku. Bahkan, Hinata sampai lupa caranya bernafas!

"A-anu, (Surname)-san!" Suara Hinata tiba-tiba meninggi karena gugup, namun tangan (Name) dengan cepat membekap mulutnya sambil menatap tajam.

"Hinata-san," suara halus (Name) terdengar begitu pelan. Hinata meneguk ludah kasar merasakan atmosfer di sekitar (Name) yang tiba-tiba menjadi berat.

"Jika kau ingin hidup dengan tenang tanpa rasa takut, jangan pernah memanggil nama margaku. Ini bukan permintaan, tapi ancaman, ingat itu baik-baik!" Ucapan (Name) yang begitu mengancam memenuhi Indra pendengaran Hinata.

Suara nya tidak keras, hanya suara bisikan dengan nada rendah yang sukses membuat Hinata merinding ketakutan. Mata (Name) kini beralih ke jalanan sekitar, menatap tajam dengan raut wajah kesal.

"Arigatou, sudah menemaniku Hinata-san. Sekarang bersikaplah seolah-olah tidak mengenalku. Sayonara."

Punggung (Name) hilang tertelan gelapnya malam, menyisakan laki-laki pendek yang menuntun sepeda sendirian. Hinata masih membeku di sana, menatap kepergian sang gadis dengan sorot mata hampa.

"Kenapa (Name)-san marah?! Da-dan benda tadi itu, bukannya bahaya jika dibawa begitu saja??!! (NAME)-SAN SEBENARNYA SIAPAA??!!!" Teriakan Hinata sukses membuatnya menjadi pusat perhatian sekarang, wajahnya seketika memerah malu. Dia kemudian buru-buru menaiki sepedanya dan mengayuhnya dengan cepat.

***

Di sisi lain (Name) berjalan menuju sungai tempat Youkai hulu sungai sembari membawa benda yang akan dia serahkan.

DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang