Koas dan jaga malam bisa dibilang punya love and hate relationship yang tak bisa dipisahkan. Jaga malam membuat koas mendapat banyak ilmu serta kesempatan untuk mempraktekkan segala yang ia tau, tapi di sisi lain juga membuat koas harus mengorbankan waktu istirahat.
Jadwal jaga malam memang bisa dibilang tidak manusiawi. Koas yang jaga malam biasanya harus stay di rumah sakit setidaknya selama 36 jam. Iya, 36 jam karena setelah jaga malam harus lanjut lagi keesokan paginya. Itulah kenapa banyak koas yang malah berakhir di psikiatri, seeking for help karena tingkat stress tinggi dan istirahat kurang.
Kalau aku sendiri belum pernah jaga malam, meski sudah 6 bulan jadi koas. Tidak semua stase membutuhkan sistem jaga malam. Stase seperti THT atau kulit--yang sudah aku lalui--tidak butuh sistem jaga malam karena pasiennya kebanyakan bukan pasien gawat darurat.
Aku sudah lama menantikan momen ini, bisa dibilang bahwa aku membayangkannya sejak dari jaman masih mahasiswa baru dulu. Bayanganku jaga malam itu keren walaupun capek, setidaknya begitu bayanganku setelah nonton berbagai drama kedokteran seperti Hospital Playlist atau Gray's Anatomy.
Jaga malam pertamaku mungkin akan terasa menyenangkan kalau saja kejadian Ceftriaxone itu tidak terjadi. Karena perkara itu, aku tak lagi bersemangat jaga malam. Belum lagi partner jagaku malam ini yang tak lain dan tak bukan adalah The One and Only Residen Galak; Dokter Talaga. Satu-satunya yang aku inginkan adalah pulang dan berbaring meratapi nasib di kamar indekos ku.
Itulah mengapa aku malah masih terduduk diam di ruang koas sambil melamun, bukannya mandi dan ganti baju biar segar.
"Wan? Nggak mandi?" tanya Sherly. Sherly memang belum pulang, sedari tadi dia masih sibuk membuat slide presentasi.
"Nanti deh," kataku lemah tak berdaya.
Sherly geleng-geleng kepala. "Jangan patah semangat gitu dong, Wan! Ini, tuh, malah kesempatan bagus buat kamu."
Aku cuma bisa tersenyum kecut. Membayangkan bagaimana buruknya harus melalui malam ini bersama Dokter Talaga. Belum lagi sikap sinis bidan-bidan yang bikin sakit kepala.
"Bagus darimana coba?" sahutku.
"Malam ini kamu bisa tunjukin ke Dokter Talaga kalau kamu tuh nggak seburuk yang dia kira. Juga sama bidan-bidan yang sinis itu!"
Aku menghela napas panjang. Ucapan Sherly ada benarnya, tapi jelas membuktikan bahwa aku tak seburuk penilaian Dokter Talaga bukanlah perkara mudah. Aku bahkan tak tau harus berbuat apa untuk membuatnya terkesan.
"Kalau gitu aku pulang dulu, ya, Wan? Semangat jaga malamnya!"
Sherly bergegas membereskan barangnya dan menggendong tas di punggungnya.
"Oh, iya! Aku hampir lupa, Wan. Kamu dicari Dokter Suvi, disuruh menghadap ke ruang residen."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Criteria To Be My Boyfriend
ChickLitBengawan Kanigara terserang "Want-a-Boyfriend Syndrome". Cita-citanya dalam waktu dekat adalah punya pacar yang dapat menemani hari-hari suram sebagai koas alias keset rumah sakit. Nggak neko-neko, kriteria pacar yang Bengawan cari cukup sederhana: ...