22. Perjalanan Pulang

3.4K 376 35
                                    

Mama selalu bilang bahwa manusia selalu membawa manfaat untuk semesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mama selalu bilang bahwa manusia selalu membawa manfaat untuk semesta. Tak ada manusia yang tak bermanfaat, tak ada yang sia-sia. Mama bilang, tak semua manusia langsung paham manfaatnya apa. And that's totally fine karena untuk mengetahui apa manfaatnya, manusia harus lebih dulu mengenali diri sendiri.

Kalau boleh jujur, aku juga tak tau apa manfaatku di bumi ini. Rasanya aku belum cukup untuk disebut 'bermanfaat'. Aku masih muda untuk tau segala hal sekarang, dan aku percaya kata-kata Mama, tak ada manusia yang tak bermanfaat. Kata Praya, kecoa yang menjijikkan dan dihindari banyak orang saja punya manfaat; sebagai nutrisi hewan-hewan lain seperti reptil, insekta, dan lain-lain. Aku pasti juga punya manfaatku sendiri.

Dalam rentang dimana aku tak mengetahui apa manfaatku sesungguhnya, aku berusaha untuk tak merepotkan orang lain. Tentu saja bukan berarti aku gigih ingin melakukan segalanya sendiri. Aku manusia, makhluk sosial yang butuh orang lain. Tapi setidaknya aku tak ingin membuat orang lain kesulitan karena aku.

Sayangnya aku merepotkan banyak orang sore ini. Karena drama aku pergi dari balai desa dan ketiduran di tepi sungai itu, orang-orang--Dokter Ari, Dokter Talaga, Sherly, Sugeng, dan Sagara--yang seharusnya sudah perjalanan pulang ke Surabaya jadi sibuk mencariku ke sekitar desa.

"Kamu darimana aja, Wan?" tanya Sagara begitu aku masuk ke dalam balai desa, nadanya uring-uringan.

Aku tak menjawab. Kepalaku terlalu sakit, mungkin efek samping menangis gila-gilaan. Lagi pula ... kenapa Sagara peduli?

Sherly memeluk dan menepuk-nepuk punggungku. "Gak apa-apa, Wan. Aku paham perasaanmu. Cuma kita semua khawatir karena kamu menghilang tiba-tiba dan nggak balik-balik sampai jam pulang."

Volunteer yang lain sudah pulang. Dokter Suvi, Betharia, Malika, dan Gustri juga sudah kembali ke Surabaya karena mereka masih punya tanggung jawab untuk memastikan keselamatan para volunteer.

"Jangan terlalu diambil hati, ya, Dek. Dokter Suvi lagi capek aja itu. Kita semua tau kok kalau kamu sudah melakukan yang terbaik," ucap Dokter Ari menimpali.

Aku mengangguk.

"Ya sudah, ayo kita pulang juga," kata Dokter Ari.

Kami berpamitan kepada kepala desa dan sekretarisnya. Aku sekalian meminta maaf karena menyebabkan kegaduhan yang tidak perlu seperti ini.

Ada dua mobil yang tersedia, sama seperti waktu pergi; mobil Dokter Talaga dan Dokter Ari. Tentu kami akan dibagi dua, entah bagaimana pembagiannya.

"Kamu sama saya aja," kata Dokter Talaga.

Tatapannya amat bertekad. Dokter Talaga plus sorot mata seperti itu bermakna bahwa aku tak bisa membantahnya. Apapun yang kukatakan, akhirnya aku akan mengikuti apa keputusan Dokter Talaga. Percuma.

Secara otomatis, Sugeng dan Sherly menaiki mobil Dokter Ari. Sementara Sagara tiba-tiba saja sudah duduk di bangku belakang kemudi mobil Dokter Talaga.

Aku melirik Sagara. Ia melempariku dengan tatapan 'gak-akan-gue-biarin-lo-pada-berduaan-doang' type. Ya ... memang siapa juga yang mau berduaan saja dengan Dokter Talaga?

5 Criteria To Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang