28. Sel Epitel vs Sel Saraf

2.1K 258 36
                                    

"Kenapa lo nggak balas chat gue sih?!" ujar Sagara berapi-api begitu melihatku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa lo nggak balas chat gue sih?!" ujar Sagara berapi-api begitu melihatku.

Entah kesialan macam apa yang sedang menimpaku hari ini; mulai dari ban-ku yang kempes pagi-pagi sampai membuatku harus naik ojek ke rumah sakit, dibantai habis-habisan oleh konsulen waktu presentasi referensi artikel, lalu sekarang berpapasan dengan Sagara di kantin.

"Oh ya? Lo ada nge-chat emang?" sahutku, pura-pura tak membaca pesannya yang dikirim beruntun beberapa hari ini.

"Jangan pura-pura nggak baca lo! Gue chat lo di WhatsApp dan udah jelas banget centang biru!"

Damn, aku lupa kalau ada fitur itu.

"He-he-he." aku mati kutu.

"Jangan nyengir doang lo!" seru Sagara menghardik diriku.

Pesan Sagara tak jauh-jauh dari pertanyaannya soal aku dan gosip soal Dokter Talaga.

"Jangan bilang gosip itu benar? Dan lo orang ketiganya itu?"

"Ssttt!" Aku melihat sekeliling, memastikan tak ada yang mendengar ucapan beracun Sagara itu. "Kita ngobrol di tempat lain aja."

"Jadi benar firasat gue?" tuduh Sagara. Suara terkejutnya yang semakin kencang itu membuatku ingin membekap mulutnya dengan mangkuk bekas bakso yang kubawa.

Aku mengembalikan mangkuk itu ke stand bakso lalu menyeret Sagara menjauh dari kantin. Mulutnya yang tak tersaring dengan benar itu bisa-bisa membuat hubunganku yang kusembunyikan dari publik dengan susah payah mencuat ke permukaan begitu saja.

Kami masuk ke area tangga darurat. Tak banyak--bahkan nyaris tidak ada--orang yang memilih untuk menaiki tangga darurat ini. Orang-orang lebih prefer kemudahan, lift. Lokasi yang paling tepat untuk membicarakan ini dengan Sagara.

"Lo seriusan jadi selingkuhan?" Nada dan ekspresi wajahnya itu menghakimi.

"Siapa juga yang jadi selingkuhan sih?" elakku.

"Semua orang bilang Dokter Talaga selingkuh! Sama siapa lagi kalau bukan sama elo?"

Aku menghela napas panjang.

"Dokter Talaga itu udah putus dari Dokter Mia, ya! Gue nggak pacaran sama dia pas dia masih sama Dokter Mia!" ujarku membela diri.

"Hah? Jadi lo pacaran sama Dokter Talaga sekarang?" sahutnya.

Mampus, keceplosan.

"Eh, nggak gitu ... anu ...."

"Anu! Anu! Gila, ya, lo! Biarpun lo pacaran sama dia pas udah putus, tetap aja awal mulanya pas dia masih jadi pacar orang kan? Seriusan sinting lo, Wan!" seru Sagara.

"Lo kalau nggak bisa ngomong yang nggak bikin sakit hati mending tutup mulut, deh, Sagara!" ujarku. Geram dengan semua kata-katanya yang selalu saja mudah menghakimi.

5 Criteria To Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang