7. Tugas dari Dokter Ari

3.2K 343 12
                                    

Buatku, waktu paling penting dalam satu hari adalah pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buatku, waktu paling penting dalam satu hari adalah pagi. Pagi yang baik akan membawa suasana hati yang baik pula. Begitu juga sebaliknya.

Suasana hatiku agak buruk gara-gara perdebatan dengan Sagara tentang kriteria pacarku tadi pagi. Aku kesal karena ia menyebut kriteria itu sebagai hal bodoh. Padahal aku menyusunnya berdasarkan pengalamanku yang sudah-sudah. Iya, kriteria-kriteria itu dibuat based on mantan-mantan pacarku sebelumnya agar patah hati yang sama tidak terjadi dua kali. So, it's not silly at all. Sagara tak bisa paham karena tak pernah mengalaminya.

Kriteria nomor 5 dari pacar idamanku adalah tidak membosankan. Mantan pacarku dulu waktu SMA--Fakhri--adalah alasan utama mengapa kriteria ini ada. Ia ganteng, malah kelewat ganteng. Wajahnya bernuansa Arab dan bulu matanya selentik beauty selebgram kalau sedang promosi mascara. Jelas, wajahnya itulah yang memikatku.

Sayangnya, karakter Fakhri tidak setampan wajahnya. Fakhri tidak pandai bicara, terutama dengan perempuan. Ia juga selalu tidak nyambung denganku. Pokoknya gara-gara itu, hubungan kami kandas hanya dalam waktu 2 Minggu.

Gustri adalah salah satu manusia yang sedikit mirip dengan Fakhri, biarpun nggak plek ketiplek. Gustri juga membosankan.

Aku tau Gustri memang pendiam. Namun tak semua orang pendiam itu membosankan. Aku sudah memancingnya untuk berbicara dengan menanyakan ini dan itu, tapi Gustri hanya menjawab pertanyaanku seadanya. Tampak tak tertarik dan tak ingin diajak bicara. Pokoknya jaga bangsal dengan makhluk yang satu ini malah membuat suasana hatiku makin buruk.

"Ada pasien baru di IGD," kata salah seorang bidan. "Tolong panggil dokter residen jaganya sekalian."

"Siap, Kak!" sahutku. "Kamu panggil residen, gih, Gus! Aku ke IGD duluan sama kakak-kakak bidan."

"Oke."

Gustri pergi menuju ruang residen. Sementara aku dan dua orang bidan menuju IGD. Bangsal VK dan IGD berjarak 3 lantai jauhnya. Iya, terlalu jauh. Sebenarnya tidak ideal karena pasien bisa melahirkan sewaktu-waktu sehingga seharusnya jarak antara VK dan IGD tidak sejauh itu.

Dalam perjalanan aku sempat aku menggali informasi mengenai pasien yang akan kami tangani. Kemudian begitu sampai di IGD, hal pertama yang aku lakukan adalah anamnesis, berusaha mengkonfirmasi informasi yang aku dapatkan tadi.

"Selamat pagi, Bu Sinta. Saya Dokter Muda Bengawan. Izin bertanya, Bu, keluhannya apa?" tanyaku.

Pasien itu tampak tersenyum. "Ini, Dok, saya nih baru aja ikut kelas senam hamil. Terus selesainya, dari jalan lahir keluar air banyak, Dok. Kayaknya air ketuban deh. Kira-kira lima belas menit yang lalu lah."

"Ada keluar darah, Bu?"

"Belum, sih, Dok."

"Ada mules-mules, Bu?"

"Ada, sih, Dok. Mulai kemarin udah mulai mules gitu di bagian bawah perut. Hilang timbul gitu," ucapnya.

Kalau di IGD begini, biasanya koas dan bidan berkolaborasi. Koas melakukan anamnesis dan pemeriksaan, sementara bidan menyiapkan apa-apa saja yang diperlukan. Lalu biasanya di tengah-tengah proses itu, residen datang dan sudah jadi tugas koas untuk memberitahukan apa saja yang sudah ditanyakan dan dilakukan. Setelahnya residen akan mengambil alih atau mendampingi saja koas melakukan pemeriksaan sampai selesai. Terserah mood residen pokoknya.

5 Criteria To Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang