5. Super Villain

16.8K 1.6K 62
                                    

Tak ada penjelasan yang lebih masuk akal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada penjelasan yang lebih masuk akal. Dokter Talaga pasti mendengar percakapan via telepon antara aku dan Mama di rooftop waktu itu. Ia pasti dengar bagaimana aku menyebutnya sebagai dokter jahat. Ia pasti menyimpan dendam. Itulah mengapa ia berdiri di depanku waktu itu tanpa mengatakan apa-apa. Kini semuanya masuk akal.

Aku masih terpaku menatap ice americano yang kini membasahi lantai ruang koas itu. Aku terlalu kaget sampai-sampai tak bisa menanyakan apa motif ia melakukan itu. Sementara Dokter Talaga melenggang pergi, melewatiku seolah tak terjadi apa-apa.

Bayangan bahwa aku akan dimarahi habis-habisan oleh para bidan segera merasuki kepalaku. Tidak, aku tak bisa diam saja kali ini. Iya, aku memang mengata-ngatai Dokter Talaga di belakang. Tapi menumpahkan kopi Dokter Yayu agar aku dimarahi? Sungguh keterlaluan!

Aku berjalan cepat, berusaha mengejar Dokter Talaga yang menuju nurse station. Aku baru hendak berdebat dengan Dokter Talaga saat Kak Dina--bidan yang tadi menyuruhku--mengucapkan pertanyaan yang paling tidak ingin kudengar saat ini.

"Mana kopinya, Dek?"

Lidahku mendadak kaku.

"I-itu, Kak ... anu ...."

"Anu kenapa? Ngomong yang jelas dong! Mana kopinya? Udah beli, kan, kamu?"

"U-udah, Kak. Tapi kopinya tumpah."

Kak Dina tampak marah. Mukanya memerah. Begitu juga dengan tiga perawat lain yang berada di nurse station. Sementara teman-temanku yang lain langsung tegang. Semua orang tau, situasi ini tak akan berakhir baik.

"Halo, selamat pagi!" Seorang perempuan berkepala empat dengan jilbab warna fuschia dan blazer senada muncul dari balik pintu otomatis dan menyapa kami semua. Tepat sebelum Kak Dina berhasil mengomeliku. Firasatku mengatakan, itulah Dokter Yayu.

Mati aku.

"Maaf telat 10 menit, jalanan agak macet. Mana kopi saya?" tanyanya to-the-point.

"Mohon maaf, Dok. Kopinya sudah ada tapi tadi tumpah kena koas. Sedang dibelikan yang baru, Dok," ucap Kak Dina.

Air muka Dokter Yayu yang semula ceria jadi tampak kesal.

"Siapa koas yang tumpahin?" tanya Dokter Yayu. Tidak santai sama sekali.

Tubuhku bergetar. Mungkin ini rasanya ada di ujung jurang dan tau bahwa detik-detik berikutnya kematian akan menjemput. Dokter Talaga sialan!

"Saya, Dok," kata Dokter Talaga beberapa detik kemudian. "Bukan koas tapi saya yang menumpahkan."

Lho?

"Maaf, ya, Dok. Saya kurang hati-hati dan agak buru-buru tadi, jadi waktu Dek Koas baru datang setelah beli kopi milik Dokter, nggak sengaja saya tabrak dan kopinya jatuh, Dok. Sudah saya pesankan yang baru lewat aplikasi, Dok. Mohon maaf sekali lagi, Dokter," papar Dokter Talaga panjang lebar.

5 Criteria To Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang