18 | AS

93 8 0
                                    

Sejak hari dimana Raga berkunjung, tak pernah ada satu hari pun tanpa topik pembahasan soal Raga. Abbas selalu saja membicarakan laki-laki itu, sampai Asha rasa Raga terlalu menarik perhatian Abbas.

"Asha, Raga itu deket sama kamu?"

"Nggak, cuma temenan biasa."

"Asha, apa kamu tahu Raga suka kamu?"

"Darimana nya?"

"Lain kali kalau mau cicip sesuatu saya juga bisa, jangan manggil Raga."

"Yakan itu mah gue doang yang inisiatif!"

"Saya gak suka."

"Terserah kakak. Gue lagi sibuk nih, minggir dulu sana! Ngerjain tugas kek, ngerjain kerjaan rumah kek. Atau apapun yang kakak inginkan, asal jangan ganggu gue dulu ya, nanti cicip-cicip!" Titah Asha.

Abbas hanya diam. Lalu tanpa berbicara lagi laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya menuju kearah kamarnya. Asha tak tahu apa yang terjadi, yang penting Abbas tak mengganggunya yang sedang sibuk dengan beberapa urusan dapur.

Walau kemampuan memasak Abbas juga bisa dibilang sangat jago, tapi Abbas sedang sibuk masa-masa sekarang. Kasihan Abbas jika Asha memintanya untuk membantu di bisnis yang niat dasarnya saja tak jelas. Dan itu juga salah satu alasan Asha mengajak Raga berpartisipasi. Melihat Abbas sibuk, dan hanya ada Raga orang yang siap membantunya menurut Asha.

Namun siapa sangka, bahwa Abbas menaruh rasa cemburu ketika ia tak dibutuhkan dan Asha malah asik dengan temannya itu?

Rasanya kesal, ingin marah. Tapi Abbas ingat bahwa ini juga adalah salahnya yang sedang sibuk. Coba kalau Abbas libur, pasti seharian bisa menghabiskan waktu untuk mengembangkan rencana bisnis Asha.

"Kamu putus sama Rakha?" Tanya Abbas, yang tak puas dengan sedikit perbincangan tadi, akhirnya memutuskan kembali untuk menganggu Asha dengan berbagai pertanyaan.

"Nggak juga."

"Tapi saya lihat dia udah gak deket-deket kamu lagi, saya kira putus."

"Belum, cuma gue lagi males sama dia aja."

"Putusin, ribet banget malah ngambek." Ujar Abbas, menyarankan yang lebih praktis.

"Gamau, pokoknya gimana gue aja. Kalau dia bikin sakit hati sekali aja, tenang, bisa di ulti biar tau rasa tuh si Rakha!"

Abbas tersenyum tipis, ah ia sangat tahu, Asha memang bisa menjaga dirinya sendiri. Mungkin tak perlu sekhawatir itu jika suatu saat nanti Abbas tak ditakdirkan ada disebelah Asha.

Resah jika ada saat dimana kita meninggalkan seseorang yang kita cintai, tak bisa berada disisinya atau sekedar memberikan sapaan padanya. Namun sekarang Abbas yakin, jikalau takdir menolaknya dengan Asha, Abbas akan pergi tenang karena tahu Asha bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik.

"Iya, habis itu putusin ya?"

"Ngotot banget, yang pacaran siapa juga! Pokoknya kak Abbas tinggal duduk manis selama disini."

"Saya kan harus bimbing kamu selama saya disini, gimana nanti pas orangtua kamu pulang eh masih sama aja? Putusin ya Sha, kalau sudah bisa."

"Iya, gue juga gak bodoh kak. Kalau Rakha nyakitin, tanpa lo minta juga udah gue putusin!" Tegas Asha.

"Bener ya, jangan bohong, Sha!"

Asha mengangguk, ia terus fokus pada pekerjaan yang sedang ia kerjakan saat ini, Abbas terlihat menatap sendu langit-langit rumah sembari berandai-andai, andai dia dan Asha tak ditakdirkan pada akhirnya. Sebisa mungkin Abbas akan mencoba ikhlas mulai dari sekarang. Soalnya, sudah sekeras apapun Abbas menyuruh Asha memutuskan kekasihnya itu, ternyata memang sesulit itu jika Asha benar-benar sudah jatuh dalam pelukan Rakha. Mungkin semua rencana harus sirna, bisa-bisa setelah ini Abbas harus menyerah dan menduda.

Semuanya pasti bisa dilewati, asal Abbas berniat dan sungguh-sungguh akan ikhlas dengan semua yang akan terjadi dimasa depan. Semoga saja, masa depan yang ia pikirkan tak sekejam itu, batin Abbas.

"Awas Ashana, itu kalau gosong kamu harus ngulang, ini udah ke cium bau gosong!" Sahut Abbas.

"Ashana, gosong!"

"Ashana, apinya kecilin!"

"Ashana?"

"BERISIK IH! GAPAPA, INI KAN LAGI BELAJAR!" Teriak Asha, kesal dengan komplainan Abbas yang tak mau membantu sama sekali.

Aneh, padahal sudah dari beberapa menit lalu Abbas fokus pada laptopnya, namun bau gosong sedikit saja mampu membuat hidung tajam itu meronta. Abbas memang hebat.

***

"Wah, kamu jago juga ya, Zay! Mantu idaman nih yang seperti ini!" Ucap Ratih, Ibu dari Rakha.

"Makasih, Tan. Tapi lebih jago Tante, aku cuma nambahin dikit-dikit.." lirih Zaylee, yang kesenangan mendapat pujian.

Mereka sudah satu minggu penuh, belajar memasak bersama. Entah untuk bisnisnya, atau hanya sekedar basa-basi Ratih yang lebih ingin Zaylee menjadi menantunya dibandingkan Asha.

Alasannya? Ya apalagi kalau bukan hubungan sosialita antara ibu-ibu. Bisa dibilang Ratih dan Maryam bunda dari Ashana, mempunyai hubungan yang tak baik. Ratih dengan pendiriannya bahwa wanita itu harusnya berada dirumah mengerjakan pekerjaan rumahan, dan Maryam yang berprinsip bahwa wanita juga berhak berkarir menghasilkan banyak uang untuk sebuah kebahagiaan.

Selisih antara mereka cukup sengit, itulah alasan mengapa Ratih lebih menyukai Zaylee daripada Ashana pacar anaknya. Karena Ibu Zaylee berada di pihak Ratih.

"Rakha gak bisa sama kamu aja? Tante kurang setuju kalau dia sama Ashana.."

"Ah aku gatau, Tan.. kan yang punya hubungan Rakha."

"Tante udah coba bujuk dia, tapi Rakha kekeuh pengen sama Ashana Ashana itu.. padahal menurut Tante lebih oke kamu!"

"Mungkin ya Rakha cintanya sama Ashana. Aku kan sahabatan sama Rakha terus sama Ashana udah lama juga, gak enak kalau tiba-tiba sama Rakha, jatuhnya aku ngambil pacar sahabat aku sendiri kan, Tan.."

"Iya juga.."

Mau bagaimanapun, pokoknya Ratih akan berjuang agar anaknya putus dengan anak orang yang tak seprinsip dengannya. Ah Ratih tak bisa menghitung berapa kali ia dan Maryam beradu argumen, sehingga rasanya sudah kesal sekali.

Intinya, tujuan Ratih sekarang adalah mendekatkan Zaylee dengan Rakha, sehingga Rakha tak mempunyai waktu untuk menemui Ashana.

"Rak! Sini deh, liat hasil kue bikinan kita. Kamu harus tau, Zaylee tuh jago masak. Enak nih kalau kamu nikah sama dia, pasti makan setiap hari enak terus."

Laki-laki yang tengah bermain game ditengah rumah itu berdeham mengiyakan, sama sekali tidak mempunyai niat menghampiri. Fokus dengan game-nya yang sebentar lagi tamat, Rakha sebenarnya juga sedikit kesal dengan Ibunya yang terang-terangan menjodohkan dia dengan Zaylee.

"Rakha! Udahan napa main PS-nya. Kasian ini Zaylee bosen. Mama mau ke kamar dulu!"

"Sini, Zay! Temenin gue main PS aja." Titah Rakha, enggan beranjak sedikitpun dari duduknya yang nyaman.

"Yaudah, Tan. Kalau gitu aku nyamperin Rakha dulu."

"Iya-iya, have fun kalian berdua!"

Gadis itu berlalu meninggalkan sosok wanita yang tengah tersenyum melihat kedekatan Rakha dengan anak gadis pilihannya. Terlihat akan mengerahkan segala usaha untuk membuat Rakha mengganti pilihan dari Ashana menjadi Zaylee, Ratih pasti akan berusaha mati-matian.

*

*

*

*

*

Abbashana ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang