15 | AS

113 9 0
                                    

"Kak, makasih ya."

"Buat?" Tanya Abbas kebingungan tanpa menoleh kearah Asha disebelahnya.

"Jemput gue, padahal lagi hujan."

Setelah mencerna baik-baik ucapan Asha yang sedikit membuatnya salah tingkah, Abbas mengangguk mengiyakan. Ia tadi sebenarnya dirumah sedang memberi makan ikan dalam aquarium. Tiba-tiba hujan deras, dan teringat bahwa Asha belum pulang.

Kadang, ketika seseorang sedang jatuh cinta ia akan terus-menerus memikirkan sosok yang sedang dikaguminya.

Jadi apakah Abbas sungguh hanya secara murni tiba-tiba teringat Asha yang belum pulang hanya karena hujan? Bukan memikirkan gadis itu dari semenjak mereka tak bertemu? Wajah Abbas tak bisa dipercaya.

Jalan demi jalan berlalu, Asha yang sudah tak tahu harus bicara apalagi, hanya bisa melamun sembari melihat jalanan yang masih saja diguyur hujan.

Matanya tak bisa berhenti beralih dari suatu objek, ke objek lainnya. Kali ini matanya menemukan beberapa tumpukan kertas di dashboard mobil milik Abbas.

Asha dengan rasa penasarannya pun mulai meraih kertas-kertas tersebut tanpa izin, lalu memperhatikan bungkusannya yang begitu cantik seperti sebuah surat cinta. Anehnya ini jumlahnya terlalu banyak jika harus disimpulkan sebuah surat cinta.

"Surat apa kak?" Tanya Asha.

"Teman kampus saya."

"Isinya apa? Boleh gue buka? Banyak banget." Ujar Asha tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang begitu cantik dan menarik.

Dari yang berwarna, yang polos, sampai yang bertempelan sticker love dan simbol cinta lainnya. Itu semua sungguh menarik perhatian Asha.

"Boleh!"

Setelah mendapatkan izin, Asha membukanya satu persatu serta tak lupa ia membaca seluruh isi surat-surat tersebut walau agak sulit memahami kata-kata yang terlalu puitis didalamnya.

"Ini bahasa apaan, susah banget dibaca!" Protesnya.

Abbas tak menghiraukan Asha, ia hanya fokus menyetir dan berusaha sehati-hati mungkin menerjang hujan deras yang diselingi oleh suara petir menggelegar.

"Abbas, love language kamu apa?" Ucap Asha, membacakan salah satu surat yang menurutnya aneh, dan hanya mengerti satu kalimat ini saja.

Abbas mengerutkan keningnya, "kamu baca surat itu semua? Saya aja belum buka satupun."

"Jahat banget, ini isinya ngungkapin perasaan semua loh! Eh btw jawab dong yang tadi, love language lo apa kak?" Tanya Asha dengan aksen memaksa.

"Saya? Kalau gak salah, quality time sama physical touch." Jawab Abbas.

"Agak susah ya, love language physical touch, tapi jalan sama cewek aja harus 1 meter!" Ejek Asha, terkekeh jika mengingat-ingat tingkah Abbas yang sangat anti dekat-dekat dengan yang bukan mahram.

"Kapan saya jalan sama cewek? Paling sama kamu doang, itu juga karena kebutuhan untuk keberlangsungan hidup." Tolak Abbas, menjaga harga dirinya.

Asha mengangguk-angguk tak jelas, mengiyakan semua penegasan Abbas bahwa dirinya tak seperti apa yang Asha katakan.

"Kakak bawel banget ya kalau dipikir-pikir?" Ujar Asha, masih saja tetap fokus membaca surat demi surat yang sangat banyak itu.

Menurut Asha ini terlalu kuno, mengapa gadis-gadis jaman sekarang mengirimi seorang laki-laki dengan sebuah surat untuk mengungkapkan rasa cinta? Bukankah jaman sekarang sudah tersedia email? WhatsApp dan lain-lain?

Ah Asha tahu, pasti Abbas orang yang sangat tertutup sampai tak ada satu orang pun yang tahu nomor atau alamat email-nya.

Tapi itu terlalu berlebihan.

"Kak, minta nomor lo dong!"

Asha mengeluarkan handphone yang berada disaku seragam miliknya, lalu menjulurkan tangannya kearah Abbas. Gadis itu ingin mengecek seberapa susahnya sih meminta nomor lelaki ini sampai semua gadis-gadis mengiriminya surat, layak berada di jaman kerajaan saja.

"Kenapa? Tumben?" Tanya Abbas, tanpa berniat mengambil handphone yang masih Asha genggam.

"Enggak. Ayo ini cepetan!"

"Saya lagi nyetir, nanti aja dirumah!"

Tangan yang terjulur itu kembali tanpa membawa hasil apapun, handphone Asha masuk kedalam saku kembali tanpa menambah satu nomor kontak.

"Kamu udah putus?" Ucap Abbas tiba-tiba.

"Belum, walau belakangan kita emang lagi merenggang. Abis dia sekarang deket Zaylee mulu.. gatau kenapa."

"Harusnya kamu sadar bukan malah bertahan. Lagian Asha, laki-laki itu bukan hanya dia didunia. Kamu bisa nemuin yang limapuluh bahkan seratus kali lebih baik, lebih tampan, lebih dari segalanya yang kamu sukai dari dia." Tutur Abbas.

"Rakha itu satu-satunya cowok yang ada pas gue lagi kesepian, yang ngerti pas gue lagi butuh support, pokok kalau dijelasin, lo gak akan ngerti seberapa jatuh cintanya gue sama dia, kak!"

"Lantas saat dia mendekati orang lain selain kamu, kamu masih jatuh cinta sama dia?"

"Ya kan gue belum tau, kenapa Rakha deketin Zaylee? Mungkin mereka emang lagi saling membutuhkan. Orang dulu kita pernah deket bertiga!"

"Asha, jangan terlalu berlebihan soal perasaan. Jika kamu cinta dengan seseorang, bisa aja kedepannya kamu malah benci dia. Dan sebaliknya, bisa aja orang yang kamu benci malah menjadi jodoh kamu!" Jelas Abbas, ia berusaha semaksimal mungkin menyakinkan Asha bahwa tak ada yang harus dibanggakan dari sosok Rakha yang sangat Asha cintai itu.

"Berarti gue gak tulus dong kalau biasa aja. Emang kak Abbas mau kalau suatu saat nanti dicintai oleh istri nya biasa aja? Terus kasian istri kak Abbas dicintainya gitu-gitu aja."

"Ya gak begitu juga, Ashana. Kamu berasa paling halal aja pacaran sama Rakha, saya doain besok putus!" Tegas Abbas.

"Jahat, bukannya doa yang baik-baik. Jadi sakit hati deh!"

"Buat apa doain yang baik-baik untuk suatu hal yang jelas buruk, Sha? Saya hanya mendoakan yang terbaik untuk kamu. Semoga kamu selalu berada dijalan yang benar, semoga kamu selalu hidup bahagia didunia ini, semoga seluruh deru napas-mu selalu terasa lega." Beribu doa dalam benak Abbas, namun hanya itu yang bisa disampaikannya. Dihadapan sang Pencipta, Abbas tentu selalu saja mendoakan Ashana dalam semua hal, ia ingin Ashana hidup bahagia didunia yang rumit.

Manik mata berwarna coklat milik Ashana berkaca-kaca, tetesan air mata yang ia tahan perlahan mulai menerobos keluar. Kali pertama dirinya mendapat ucapan doa setulus Abbas, kata demi kata yang melukai Asha karena sebelumnya ia belum mendengar yang seperti ini.

Terimakasih Abbas, atas kalimatmu yang indah. Semoga apa yang kamu lakukan membuahkan sesuatu hal baik bagimu kelak. Teruslah menjadi sosok baik, yang terus-menerus memahami perasaan orang yang kamu sayangi tanpa merasa lelah.

*

*

*

*

Abbashana ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang