01 | AS

244 15 0
                                    

Dunia memang selalu seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunia memang selalu seperti ini. Memang mungkin beberapa orang mengatakan dunia itu berputar, kadang kita ada dibawah, dan kadang kita ada diatas. Namun menurut Asha sendiri, dunia tak pernah memihak padanya. Dengan arti memang rasanya, Asha tak pernah berada di posisi atas dan malah selalu merasa berada dibawah.

Itu menurutnya. Padahal memang semua porsi sudah ditentukan, kadang kita yang kurang bersyukur dan merasa selalu dibawah.

"Asha?" Lirih sang Bunda didepan pintu kamar.

"Assalamualaikum! Bunda masuk ya?"

"Iya Bund, masuk aja!"

Maryam masuk membawa sepiring nasi dengan lauk untuk anaknya yang belum makan sedari pagi, hari Minggu menjadi kacau karena Ayman, ayah Asha, malah membuat keadaan dirumah menjadi canggung layak seperti tak mengenal satu sama lain.

"Makan dulu ya?"

"Iya, nanti."

"Jangan gitu dong.. sini Bunda peluk!" Ujar Maryam, membentangkan kedua tangannya dan memeluk erat Asha untuk memberikan sang anak kenyamanan.

"Sini, dengerin Bunda!" Maryam duduk disebelah Asha, membiarkan anaknya terus memeluk tubuhnya seperti seorang anak kecil yang tak mau lepas.

"Ayah itu cuma gak mau kamu gak tahu batasan seperti ini. Ayah memang selalu posesif kan? Dulu waktu Bunda awal nikah juga selalu dilarang ini itu terus-menerus. Tapi Asha.. itu semua demi kebaikan kita sebagai wanita, karena wanita itu tak tahu seperti apa sebenarnya laki-laki ketika dia belum menjadi mahram kita. Laki-laki yang lebih tahu seperti apa mereka sendiri. Ayah cuma takut, takut Asha diapa-apain sama pacar Asha, takut Asha pegang-pegang dia. Itu kan, dosanya buat kalian sendiri yang pegang-pegangan!" Tutur sang Bunda dengan lembut.

"Hayo ngaku, Asha pernah kan dipegang sama pacarnya? Eh siapa namanya tadi?" Tanya Maryam.

"Namanya, Rakha. Yaiya Bunda, kalau pacaran kan pasti gak jauh pegang-pegangan!"

"Makanya. Ayah tadi cuma ngingetin, Asha gak boleh seperti itu lagi ya.. bayangin suami Asha dimasa depan, pegang tangan gadis yang sudah dipegang laki-laki lain, Asha kasian?"

"Ah lebay, masa bekas dipegang doang?"

"Alangkah lebih baik, kalau seorang gadis tak pernah disentuh orang selain mahramnya. Alias nanti suami Asha, pegang kamu untuk pertama kalinya setelah keluarga Asha."

"Ih kan aku juga pernah ga sengaja nyenggol orang!"

Maryam hanya tersenyum. Tangannya terus mengusap surai lembut berwarna hitam pekat milik Ashana sembari memikirkan bagaimana caranya menjelaskan hal tersebut agar Asha sekali jelas langsung paham.

"Kalau Asha memang sudah mau cinta-cintaan, menurut Bunda ya itu boleh. Toh Asha sudah 18 tahun, tahun depan 19. Tapi kayak masih anak bayi ya, karena sama Ayahnya di posesifin!"

"Kan!! Aku cuma pengen rasain dicintai oleh orang lain selain keluarga! Tahun depan juga lulus, nanti kuliahnya barengan terus deh sama Rakha!"

"Sttt, imajinasi kamu kejauhan! Gak akan pernah ada kuliah bareng si Rakha itu!"

"Lagian, aku tuh bingung. Apasih yang bikin aku gak boleh pacaran, bahkan lebih parah Ayah pernah bilang aku gak boleh suka sama lawan jenis! Ah Ayah gak ngerti aku, maksudnya bikin aku gak normal apa gimana?"

"Bukan.. nanti ada saatnya Asha tahu, kenapa sih gak boleh jatuh cinta?"

Keadaan hening sesaat, Asha tak memikirkan apapun tentang alasan mengapa tak boleh jatuh cinta, ia hanya ingin bisa terus-terusan jatuh cinta pada Rakha.

"Ya karena Asha sudah punya orang yang harus dicintai dari pilihan Ayah, seseorang yang benar-benar Ayah percaya. Sekarang mungkin Asha berpikir Ayah tega ngatur-ngatur hidup Asha, tapi bayangkan lebih sesakit apa ketika Asha milih sendiri dan ternyata yang dipilih Asha itu jelek, buruk, tidak bagus. Asha mau lebih sakit daripada diperhatikan oleh Ayah?" Sahut Ayman, dari depan pintu kamar.

Tak ada jawaban. Asha hanya berusaha mencerna lebih detail apa yang Ayahnya katakan barusan. Ia tak peduli, mau seburuk apapun pilihannya, Asha merasa sudah pantas untuk memiliki pilihan sendiri bagi hidupnya. Dan Ayah sudah tak mempunyai hak lebih atas dirinya maupun jalan yang akan dipilih dalam hidupnya.

"Sudah.. kamu putusin ya pacarnya?" Ucap Bunda lembut. "Gini, lebih sayang Bunda sama Ayah, atau pacarnya?"

"Bun.. gak bisa gitu!"

"Bisa. Orang tua melarang sesuatu hal yang kamu lakukan pasti itu adalah sesuatu yang buruk."

"Gak seburuk itu, Bun. Aku cuma mau merasa dicintai." Tegas Asha kesal.

"Cinta dari keluarga belum cukup?"

"Bunda gak ngerti! Sebahagia apa seseorang ketika dia tahu ada orang yang mencintainya selain keluarga dan Allah. Bunda pikir aku gak kesepian? Semenjak aku pacaran sama Rakha, dirumah sendirian pun rasanya seru karena ada dia yang nemenin aku walau di telepon!"

Sang Bunda menundukkan kepalanya, ia juga merasa bersalah akan hal ini.

Mungkin dari dulu, tak seharusnya Ayman dan Maryam selalu sibuk untuk mengejar kekayaan demi membahagiakan anak sematawayang mereka. Hingga mereka lupa bahwa Asha bukan tak bahagia karena kekurangan uang, namun karena kekurangan kasih sayang.

"Maafin Bunda ya, Sha. Bunda tahu, kamu pasti kesepian pas Bunda sama Ayah dinas diluar kota barengan. Tapi asal Asha tahu.. salah satu tujuan hidup Bunda sama Ayah adalah membuat kamu bahagia."

"Iya aku bahagia, bahagia dengan kesepian!"

Maryam meneteskan air matanya, dadanya sesak. Baru kali ini Asha berani mengutarakan rasa kesepiannya selama ini. Maryam pernah sesekali menduga hal tersebut, namun karena Asha tak pernah mengeluh ditinggal sendirian terus, Maryam dan Ayman merasa semuanya baik-baik saja. Dan sampai saat ini, mereka berdua baru tahu apa yang sebenarnya Asha rasakan.

*

*

*

Abbashana ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang