"Sha, kenalin, ini Abbas. Anak nya Abi Firdan sama Ummi Inggit." Ujar Ayman, memasang ekspresi wajah yang sama sekali tak menunjukkan bahwa dirinya dan Asha sedang bermusuhan.
"Iya, halo kak Abbas! Salam kenal."
"Salam kenal, Ashana." Jawab laki-laki tersebut, tanpa melirik sedikitpun.
Terlihat seperti sosok yang tak percaya diri dengan tampangnya sendiri. Asha terus-menerus berhati buruk dan berprasangka bahwa paras Abbas memang sejelek itu hingga tak berani menatapnya balik.
Kedua orang tua Abbas dan Asha berbincang hingga tak tahu waktu, dan lupa akan disitu juga ada Asha bersama Abbas yang tak tahu harus berbuat apa ditengah-tengah mereka.
"Abbas ini akan tinggal disini selama kamu dan istri mu dinas kan? Saya berani berjanji untuk Abbas agar bisa menjaga batasannya dengan Asha ketika sedang dirumah." Jelas Firdan.
"Iya, terimakasih banyak, Firdan. Saya harap Abbas bisa menjaga Asha selama saya dan istri saya tidak ada." Jawab Ayman.
"Maaf menyela. Tapi, alangkah lebih baik Asha dan Abbas mengetahui alasan dari semua ini?" Sahut Inggit, yang memiliki pikiran luas.
Takutnya, kedua anak yang akan tinggal seatap berdua walau dibarengi oleh beberapa pelayan. Malah menyalahgunakan waktu tersebut untuk hal yang tidak-tidak. Tapi dibalik itu Inggit tahu seperti apa anak yang telah ia didik.
"Boleh. Abbas, Asha. Kalian serumah hanya untuk sesuatu hal yang tentunya memiliki sebuah tujuan, tapi kami belum bisa memberitahukannya. Dan untuk tambahan, supaya Asha bisa punya sosok guru pembimbing baru. Jadi saya mohon bantuan Abbas untuk mendidik Asha sedikit lebih baik lagi ya?"
"Iya, saya paham."
Lagi-lagi, pandangannya hanya tertuju pada Ayman yang sedang berbicara. Kenapa saat Asha berbicara dengannya Abbas tak melirik sedikitpun? Apa dandanan Asha tak enak dipandang?
Demi, apapun alasannya Asha sama sekali tak peduli itu. Mungkin hari ini ia memang kurang menarik hingga diperlakukan seperti ini.
Sampai mereka semua pulang, dan Abbas yang mulai membereskan barang-barangnya dikamar yang sudah disediakan Ayman dan Maryam senyaman mungkin. Laki-laki itu tak tampak peduli dengan Asha yang akan seatap dengannya beberapa bulan kedepan.
Besoknya, Ayman dan Maryam berpamitan kepada Asha dan Abbas untuk pergi keluar kota menuntaskan dinas mereka. Diwaktu mereka pergi pun, sedikitpun tak pernah satu kata atau pandangan dari Abbas yang terlontar.
Awalnya Asha kesal, namun ia ingat peraturan gila dari Ayahnya, lalu mengurungkan niat untuk mengajak bicara Abbas berbicara duluan agar mereka tak terlalu canggung.
Hari dimana pertama kalinya bangun pagi disambut dengan seorang laki-laki dilantai bawah sedang mengolesi rotinya dengan selai kacang. Rasanya aneh, tak biasanya ada lelaki semuda Abbas dirumahnya.
Beberapa menit Asha bersiap untuk pergi ke sekolah, ketika ia hendak turun kebawah untuk sarapan, Abbas udah tak ada didapur. Bahkan jejaknya tak terlihat sama sekali.
Asha melirik ke kanan, ke kiri, ke semua sudut, tapi dirinya tak menemukan Abbas dimana pun. Kemudian menoleh kearah meja makan yang terdapat satu piring yang berisikan roti disana dengan isian selai kacang.
Ini pasti buatan Abbas tadi. Kenapa dia tak memakannya? Atau, sengaja membuatkan satu untuk Asha? Tapi apapun itu alasan Abbas menyisakan rotinya, Asha tak akan memakan itu karena ia alergi terhadap selai kacang.
Selesai sarapan, Asha segera bergegas kedepan rumah karena Rakha mengabari bahwa dirinya sudah sampai didepan dengan satu helm baru khusus untuk Asha.
Ah gadis itu luar biasa bahagianya, Rakha memang paling bisa dalam hal kecil istimewa seperti ini.
"Pagi! Udah sarapan?"
"Udah, barusan baru selesai."
"Abbas, ada?" Tanya Rakha, yang sudah mendengar beberapa tentang Abbas dari Asha semalam.
"Udah pergi kuliah!"
Rakha memasang senyum lebarnya pada saat menatap Asha. Gadis cantik, yang Rakha dapatkan susah-susah dari usahanya selama 2 tahun lebih. Sayang, setelah didapatkan Rakha malah egois.
Jika bisa, benar-benar saat ini juga Rakha ingin berlutut didepan Asha dan meminta maaf sangat dalam.
Namun tak akan pernah bisa, hanya ada Asha dalam benak Rakha walau dia juga mencintai Zaylee sahabatnya dibenak lainnya.
Sepanjang jalan menuju sekolah, Rakha diam seribu bahasa. Semuanya semakin lama semakin terasa sakit, ia yang selalu merasa bagai pembohong yang terlalu tak tega melihat wajah Asha sebagai korban yang dia permainkan, Zaylee yang dibuat seolah digantung menunggu pujaan hatinya yang mencintai orang lain usai. Semuanya sekarang terasa sakit.
"Rakha, jangan tinggalin aku ya? Kita harus bisa bahagia meski Ayah sama Bunda aku gak merestui."
"Iya, maafin aku, Sha."
"Kenapa?"
"Aku takut nyakitin kamu."
"Enggak, aku tahu kamu baik."
Iya. Itu menurut pandangan Asha sendiri. Sebaik apasih orang yang mencintai dua orang dalam satu waktu sekaligus? Tak ada sisi baiknya, dia terlihat sangat bejat.
"Aku jadi gak ngerasa pantes buat milikin kamu. Kamu terlalu sempurna, Sha."
"Kesempurnaan hanya milik Allah, Rakh!"
"Kamu seperti malaikat."
"Makasih. Tapi aku gak bersayap."
"Kamu tetap seperti malaikat walau kamu tidak bersayap, Ashana."
Asha tersenyum. Dia merasa menjadi gadis paling beruntung karena mempunyai Rakha dihidupnya saat ini. Rasanya sangat takut kehilangan sosok seperti Rakha dihidupnya yang selalu terasa hampa, baru kali ini, Asha merasa dirinya benar-benar mencintai seseorang.
*
*
*
ingetin aku ya kalau ada typo..
KAMU SEDANG MEMBACA
Abbashana ✓ [REVISI]
Ficção AdolescenteSemuanya tak adil. Tapi setelah kamu datang, semuanya menjadi lebih menyenangkan karena kamu mengajarkan aku bagaimana cara ikhlas di setiap saat aku merasa bahwa dunia tak adil. Terimakasih Abbas, telah membawaku kembali kedalam ingatan yang pernah...