Petir dan badai mulai mengguncang daerah sekitar rumah sakit tempat Abbas bekerja, dia berhenti sejenak untuk menatap sekeliling memastikan keadaan jalanan diluar sana yang mungkin saja tak aman untuk dilalui. Dia rindu perempuannya, berkat kesibukan Abbas dia berhasil bekerja lembur hingga kini sudah tengah malam, Abbas khawatir Ashana ketakutan dia ingin segera pulang namun ternyata keadaan tidak memungkinkan.
Ditengah gemuruh hujan, terdengar beberapa langkah kaki perempuan menggunakan hak tinggi dan beberapa dentuman jejak kaki manusia berlalu lalang dibelakang. Udara dingin membuat Abbas menggigil, dia pantang untuk masuk lagi kedalam, takut ketinggalan kesempatan yang diberikan hati baik alam melalui redanya hujan.
"Dingin, ya?" Sambarnya, bagai petir.
Sontak Abbas melirik sekilas pemilik suara tersebut, betapa terkejutnya dimana ia kembali melihat sosok perempuan gila itu lagi disini dan langsung mengalihkan pandangannya jauh kearah bersebrangan. Mendengar suaranya saja sudah bisa membuat Abbas berkeringat dingin, apalagi ia harus menatap wajahnya meski hanya sekilas, sejauh mungkin Abbas ingin kedua bola mata mereka tak usah bertemu.
"Bas? Benci, ya, sama, Lily?" Ujar gadis dengan senyuman getir disamping.
"Ly, saya mohon, sebisa mungkin jangan pernah bertemu lagi dengan saya." Pintanya yang bersuara lemah.
Bagaikan mimpi buruk yang datang beriringan bersama hujan, perempuan dengan suara hak tingginya pergi menjauh menarik kembali uluran sebuah jaket berwarna cokelat yang ditawarkan barusan sekejap mata. Seirama dengan suara berhentinya hujan.
Abbas dengan cepat berlari menuju parkiran, dia segera mengendarai mobilnya buru-buru supaya bisa cepat-cepat bertemu dengan Ashana. Sepanjang jalan dia hanya berdoa atas segala peristiwa yang pernah terjadi, semoga tidak terulang lagi serta soal keselamatannya sendiri maupun keselamatan Ashana.
"Assalamualaikum, Sha.. mashaallah, cantiknya Istriku." Bisik Abbas tepat ditelinga Ashana, mengecup lembut keningnya tak lupa mengelus puncak rambut seperti rutinitas setiap hari.
"Waalaikumusalam, suamiku.." lirihnya bersuara khas bangun tidur tanpa membuka kedua matanya.
Terukir senyum manisnya, ketika mendengar kata-kata manis yang keluar dari bibir gadis cantik miliknya. "Kamu belum tidur, Sha?"
"Kebangun pas denger suara kamu bilang 'istriku', kirain mimpi, eh, bukan! Gimana harinya, Kak?" Ashana mulai bangun, dia duduk menghadap tepat kearah Abbas, menciumi punggung tangannya dan dibalas kecupan di kening.
"Saya ketemu Lily didepan rumah sakit." Jujurnya.
"Lily? Siapa, Kak?"
Tak mau jika ada kesalahpahaman diantara mereka berdua, Abbas menjelaskan semua yang pernah dialami serta menceritakan siapa itu 'Lily' perempuan yang selalu saja menghantuinya. Ashana mendengarkan cerita Abbas dengan seksama bahkan dia hanya berkedip dalam jangka waktu lama, beberapa kali bahkan Ashana membulatkan matanya lebar.
"Kak? Sayang aku.. andai aku terus-terusan ada sama kakak dulu, mungkin semua itu gak akan kejadian! Sedih banget, aku gak rela kamu diperlakukan seperti apa yang kamu ceritakan, perempuan gila, kalau aku sama dia ketemu, liat aja!" Meskipun berucap layaknya perempuan pemberani, Ashana mengatakan kata demi kata sembari bercucuran air mata.
"Loh, loh? Kok nangis.." Abbas meraih punggung Ashana, mengusap-usapnya perlahan sebagai penenang.
"Pokoknya, kalau ada apa-apa, kasih tau aku aja. Nanti aku lawan semua orang yang jahat sama kamu.." ujarnya berseling isak tangis.
Senyuman lagi-lagi terukir di wajah teduh milik Abbas, berat cintanya pada Ashana, berkali-kali lipat dalam hati Abbas bertanya kepada Sang Pencipta, mengapa dilahirkan-Nya wanita selembut salju, seberani api namun serapuh kayu bernama Ashana ini, seumur hidup jelas akan terasa bahagia bila dijalani dengannya, apa Ashana adalah salah satu anugerah yang akan selalu mengingatkan Abbas untuk bersyukur?
KAMU SEDANG MEMBACA
Abbashana ✓ [REVISI]
Teen FictionSemuanya tak adil. Tapi setelah kamu datang, semuanya menjadi lebih menyenangkan karena kamu mengajarkan aku bagaimana cara ikhlas di setiap saat aku merasa bahwa dunia tak adil. Terimakasih Abbas, telah membawaku kembali kedalam ingatan yang pernah...