Beberapa menit sebelum jam masuk berbunyi kembali, Asha segera bergegas ke kelas untuk menyicipi masakan Abbas yang sedari tadi wanginya benar-benar membuat Asha tak tenang.
Semerbak harum dari masakan dalam kotak berwarna biru tercium pekat walau kotak tersebut tertutup rapat. Asha tak tahu, ia agak ragu saat ingin menyicipinya, takut tiba-tiba ada sebuah ramuan cinta didalamnya.
"Wangi.. gak tahan gue!" Seru Asha, kemudian mencicipi makanan yang ada didalam kotak tersebut sedikit.
Lama-lama, sendokan kecil berkedok menyicipi itu beralih menjadi suapan yang terlihat begitu lahap. Asha benar-benar menikmati masakan Abbas, ini semua enak.. sampai rasanya perut yang sudah sedikit penuh meronta untuk diisi kembali.
Lupa akan sesuatu, Asha merogoh sakunya untuk mengambil sticky note dari Abbas tadi. Ia tersenyum manis sambil terus mengunyah membaca kembali tulisan tangan Abbas.
"Dia dokter?" Ujar seseorang dibelakang Asha.
Sumpah, demi apapun. Asha langsung membalikan tubuhnya untuk mencari suara yang tiba-tiba muncul tersebut. Apa tak bisa orang itu menghargai seseorang yang sedang makan? Hampir saja Asha tersedak dibuatnya.
"Lo.. Raga sialan. Untung gue gak keselek!"
Iya, itu Raga. Laki-laki itu belakangan ini memang sedang asik dan nyaman menggoda Asha. Entah itu menjahili, membantu, menertawai, atau hal lainnya. Intinya jelas sekali laki-laki itu tengah mendekati Asha walau tahu gadis yang ia dekati telah mempunyai pacar saat ini.
"Maaf, abisnya lo keliatan khusyu banget makan bekalnya. Dari siapa tuh? Abbas? Udah putus sama Rakha?" Tanya Raga, menarik kursi didepan meja gadis itu dan duduk disitu untuk menonton Asha makan.
"Abbas itu anak temen bokap gue, kebetulan lagi ada dirumah dan tadi pagi lupa masak." Terang Asha, walau mulutnya sibuk mengunyah.
"Dijodohin?"
Kali ini, baru Asha benar-benar tersedak. Tenggorokannya terasa sakit, Raga buru-buru membuka tutup botol yang berada dimeja Asha lalu menyodorkannya.
"Lo kalau ngomong bisa pake aba-aba gak sih?" Protes Asha.
"Iya-iya maaf."
"Tapi maksud lo apaan? Dijodohin apanya, jelas kak Abbas tuh cuma numpang."
"Oh, bagus deh. Gue kira kalian dijodohin."
"Udah ya, Ga! Gue mau lanjut makan, lo mending duduk disitu dan diem."
Raga mengangguk, sampai jam masuk berbunyi, Raga hanya duduk sembari menatap Asha yang terlalu sibuk menghabiskan bekalnya itu tanpa sisa sedikitpun.
Asha terlihat sangat cantik, seberantak apapun dia ketika makan, wajahnya masih terlihat sangat cantik dari sisi manapun.
Wajar jika hampir semua rakyat disekolah memuji-muji Asha, ingin dekat dengannya, selalu mencari cara agar bisa berteman dengannya. Tapi sayang, Asha terlalu cuek untuk didekati semudah itu. Raga saja termasuk beruntung karena bisa menjadi teman lelaki satu-satunya Asha dikelas.
Mungkin Rakha lebih beruntung karena bisa mendapatkan hati Asha, tentu semua orang tahu Rakha juga butuh 2 tahun untuk membuat Asha luluh.
Dibilang introvert sih iya, tapi jika Asha sudah merasa dia dekat dengan seseorang, sosok aslinya keluar, ia sejujurnya sangat banyak berbicara dan banyak tingkah. Diam didepan publik hanya karena tak percaya diri dengan penampilannya, ketika semua orang secara terang-terangan memujinya bak seorang dewi.
"Udah selesai makannya?" Tanya Raga kembali.
"Udah. Wangi banget, ke cium ga sama lo?"
"Iya, wangi. Abbas jago masak?"
"Kayaknya.. dia juga suka ngaji dirumah, vibes orangnya adem."
"Lo mau sama cowok kayak dia, Sha?" Tanya Raga. Jika Asha menjawab Iya, Raga bersumpah akan sedikit demi sedikit belajar menjadi seperti Abbas agar Asha bisa tertarik padanya.
"Gak. Gue ngerasa gak cocok, hahaha!" Jawab Asha dengan kekehannya.
Dipikir-pikir, Abbas memang suami material. Tapi apalah daya Asha yang pembangkang, banyak dosa, kelakuannya seperti setan kadang-kadang. Ah sosok seperti itu sangat tak cocok disandingkan dengan Abbas yang pandangannya saja terlihat begitu teduh, tutur katanya lembut.
"Tapi sama Rakha, lo ngerasa cocok?"
"Kadang, bisa insecure sih. Rakha kan banyak yang suka, and setengah yang suka dia tuh lebih cantik dari gue. Lebih ke suka mikir, padahal Rakha bisa dapetin yang lebih dari gue." Tutur Asha, mencurahkan gelisahnya selama menjalin hubungan dengan Rakha.
"Gak kaget kalau tiba-tiba Rakha mutusin lo demi yang lebih, kayak apa maksud lo barusan?"
"Dikit, tapi kan setiap pertemuan juga pasti ada perpisahan."
Raga semakin jatuh hati. Ia paling suka sosok perempuan yang berpola pemikiran seperti Asha, jika ada yang seperti ini lagi, mungkin Raga akan semakin bersyukur.
Tapi menurutnya hanya akan menjadi sebuah mimpi saja untuk memiliki seorang Asha walau mereka sedekat ini, jelas sekali Raga ini bukan tipe Asha.
Terkadang, ketika rasa ingin memiliki dari Raga terhadap Asha bergejolak, itu semua bisa saja membuat Raga terlihat seperti orang yang terobsesi dan tak bisa mengontrol emosinya.
Kadang juga, sesuatu yang tak Asha ketahui tentang dirinya sendiri, bahkan Raga malah mengetahui hal tersebut. Perasaan obsesinya itu selalu saja membuat Raga cemas dan khawatir, takut Asha mengetahuinya dan malah jadi membenci Raga.
Raga merutuki dirinya sendiri ketika tak sengaja satu demi persatu persoalan yang bersangkut pautan dengan Asha, ia bongkar.
"Sha, lo tau?" Tanya Raga, tak kuasa menahan fakta yang tak sengaja ia kuak.
"Apa? Gue gak tahu tuh."
"Ahh, gak jadi. Nanti aja!"
*
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Abbashana ✓ [REVISI]
Dla nastolatkówSemuanya tak adil. Tapi setelah kamu datang, semuanya menjadi lebih menyenangkan karena kamu mengajarkan aku bagaimana cara ikhlas di setiap saat aku merasa bahwa dunia tak adil. Terimakasih Abbas, telah membawaku kembali kedalam ingatan yang pernah...