32 | AS

93 8 0
                                    

"Assalamualaikum! Firdan! Firdan!" Teriak seorang laki-laki setengah baya dengan wajah penuh kekhawatiran, seluruh pakaian yang dikenakannya basah akibat terkena hujan selama perjalanan jauh bermodalkan motor yang menjadi harta satu-satunya yang mereka miliki sekarang.

"Waalaikumsalam, Ayman?"

Ayman, Ayah Ashana. Kini tengah gundah gulana yang sudah kehilangan jalan untuk menghidupi keluarga apalagi menyembuhkan anaknya yang sedang terbaring tak sadarkan diri dirumah sakit.

Terjadi ketika usia Ashana 16 tahun, dimana gadis itu baru saja duduk dibangku kelas dua SMA. Dan Abbas yang sudah memasuki jenjang perguruan tinggi terkejut dengan kedatangan Ayah dari gadis yang dirindukannya, apalagi datang membawa kabar buruk.

"Dan, saya kehilangan semuanya sekarang. Saya sudah tidak mempunyai apapun lagi, tapi sekarang Asha butuh bantuan, Dan.. dia harus segera dioperasi. Bantu saya, saya mohon.." Ayman berlutut didepan Firdan, membuat sahabat dekatnya itu marah dan membawanya kembali untuk berdiri.

"Jelasin, jelasin dulu dengan tenang. Asha kenapa? Kamu dan Maryam kenapa, Man?" Tanya Firdan, membawa masuk Ayman kedalam rumah karena cuaca diluar sangatlah dingin bagi Ayman yang hanya menggunakan kemeja berwarna putih dan celana hitam yang lusuh.

"Asha jatuh lagi disekolah, itu ngebuat luka lama dari kejadian disini semakin parah. Saya sudah menjual semua yang saya punyai, tapi biaya rumah sakit mahal, nyatanya kita gak mampu buat bayar dan Asha sampai sekarang masih belum ditindak lebih lanjut."

Firdan menghembuskan napasnya berat, dia berpikir sejenak untuk mencari solusi.

"Dan, selama ini saya kasihan melihat Abbas selalu aja merasa bersalah akibat kejadian lama yang terjadi. Abbas itu sayang sama Ashana, dengan kamu membawa kabar seperti ini dia pasti semakin merasa bersalah.." tutur Firdan. Dan benar saja apa yang dikatakannya, Abbas tengah bersembunyi dibalik tembok menguping pembicaraan dengan seluruh perasaan bersalahnya.

"Saya bantu, pasti saya bantu. Tapi saya mau hubungan Abbas dan Ashana diperdekat, jangan malah kamu jauhkan lagi mereka."

"Dengan cara apa?"

"Nikahkan mereka berdua."

"Gak! Maksud kamu, kita harus menikahkan Asha dan Abbas sebagai balas Budi dari bantuan ini? Manusia macam apa kamu ini, Firdan?! Setelah anak saya sembuh, bukannya kembali kedalam pelukan Ayahnya tapi harus menjadi milik suaminya diusia semuda Ashana?" Ayman menentang, dia tahu jelas maksud Firdan.

"Makanya, dengerin saya dulu. Abbas menikah sama Asha, nikah secara agama. Setelah Asha sembuh, kamu dan Maryam pasti bakalan pergi berdinas lagi, bukan? Disitu, biarkan Abbas tinggal dirumah kamu bersama istrinya, biarin Abbas ngobatin rasa bersalahnya dengan menjaga kembali Asha. Kita jangan sampai memberitahu Asha bahwa dia sudah menikah, biarkan dia bersekolah sampai mencapai cita-citanya dan Abbas mulai kembali masuk kedalam hidup Ashana perlahan."

"Ya, saya mengerti Firdan. Kita sebagai Ayah pasti akan selalu memikirkan apa yang terbaik untuk anak-anak."

"Hidup jadi Abi-nya Abbas gak mudah, saya gak pernah dikasih tenang selama punya anak emas kesayangan seperti dia. Abbas itu istimewa dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dia miliki. Jadi, kamu ngerti, 'kan? Kenapa saya mau Asha menikah sama Abbas. Toh Abbas-nya juga sudah cinta sama anak satu-satunya punyamu, Man!"

Begitu malam itu selesai, Firdan mengajak Abbas berbincang baik-baik mengenai apa yang sudah menjadi rencananya dengan Ayman yang disusun untuk kebaikan kedua belah pihak. Dan keluarga mereka berdua bisa menjalin silaturahmi yang pada awalnya sudah mulai terputus itu kembali.

Saat Abbas menemui Ashana di ruangan rumah sakit yang dingin, dia menangis sejadi-jadinya mengingat semua yang dialami Ashana adalah karenanya. Selalu saja merasa semua kesalahan yang terjadi adalah karena kesalahan yang dibuat Abbas. Cukup membuat trauma yang membekas selama hidup Abbas, hanya karena satu hal yang terjadi dimasa lalu. Kejadiannya memang sudah dimakan waktu, tapi traumanya selalu saja membekas.

"Istri kamu, Bas. Jagain dia dengan baik mulai sekarang." Ucap Firdan, menatap Ashana yang dikelilingi banyak alat medis serta selang-selang yang aneh karena mereka tak terbiasa melihat manusia menggunakan semua alat-alat yang kini tengah terpakai ditubuh Asha.

"Gak usah merasa takut, yang namanya manusia tak luput dari yang namanya kesalahan. Satu kesalahan gak akan membuat kamu jadi jahat dimata gadis seperti Ashana, Bas. Malah dia pasti mengerti dan selalu berada disisi kamu, mau bagaimanapun keadaan yang bakal kamu hadapi nanti."

***

Ashana termenung menatap lantai disofa ruangan tengah rumah yang sedang mereka kunjungi berdua, setelah mendengar cerita Abbas, jujur saja Ashana separuh tidak percaya dengan kenyataan yang memang benar adanya.

Jadi selama ini, Abbas bisa seberani itu tinggal dirumahnya walau hanya berduaan karena dia tahu bahwa mereka sudah menjadi sepasang suami istri? Tidak adil. Sementara Ashana selalu saja menganggap Abbas sebagai ancaman setiap malamnya, mau dilihat dari sisi baik Abbas manapun, tetap saja Ashana teringat perkataan Ayahnya bahwa hanya laki-laki yang tahu bagaimana sikap laki-laki pada aslinya.

"Kamu kenapa, Sha?" Tegur Abbas, menghampiri Ashana sekaligus menatap gadis didepannya dengan lekat sembari membawa sebuah album foto.

"Lihat sini, foto-foto dulu waktu kamu masih tinggal disebelah rumah ini!" Abbas membuka album tersebut dan menunjukkan hampir seluruh bagian dari album foto, dia juga tak lupa menjelaskan semua momen-momen yang hilangan dari ingatan Asha sampai sekarang.

"Waktu itu kamu suka banget pakai payung hijau, pas kita pulang sekolah dan hujan, saya ditinggal dan kamu lari sambil pegang payung hijau, sampai dirumah saya jelas kehujanan terus langsung sakit."

Ashana tertawa mendengar cerita-cerita dari Abbas, dia yang tak mengingat masa kecilnya sama sekali sekarang mengerti kenapa hal tersebut bisa terjadi. Namun kini, Abbas menceritakan semuanya kembali hingga Asha bisa merasakan kehangatan dari masa kecilnya. Terlebih lagi sekarang dia tahu megapa keluarganya sangat terobsesi bekerja dan mempunyai banyak uang, tentu mereka pasti tidak ingin berada dimasa seperti dulu lagi. Masa dimana kehilangan semuanya karena tak punya uang.

"Makasih, ya, kak! Berkat kakak, gue jadi bisa tahu semuanya. Gak ada yang namanya hilangan ingatan lagi sekarang, karena semuanya udah kakak ceritain sama gue."

Ah, Ashana. Walau sudah sampai sejauh ini, dia tak mau mengganti cata berbicaranya yang tidak sopan, biarkan saja, Abbas juga lama kelamaan pasti akan mengingatkan istri nakalnya dengan keharusan menjaga lisan.

"Sama-sama, istriku!" Ucap Abbas, mencium kening Ashana sekali lagi. Tangan tak berhenti mengusap-usap kepala Ashana, mendekap tubuhnya dalam pelukan, serta menggenggam tangan Ashana jika ada kesempatan.

"Orang-orang gak tahu, ya.. kalau kita udah nikah? Sedih."

"Nanti kita bikin resepsi pernikahan, biar seluruh dunia tahu, kalau kamu itu istri saya."

Ashana mengangguk, dia memeluk Abbas dengan erat seolah-olah tidak akan membiarkan laki-laki ini pergi jauh lagi. Mendekapnya nyaman serta merasakan kasih sayang yang nengalir dalam sentuhan Abbas yang lembut.

*

*

*

*

*

*

*

Abbashana ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang