"Happy birthday, Ashana Aisha Az-Zuhra, yang cantik.." lirih Abbas, saat jam menunjukkan pukul 00.00 dimana pergantian hari dan tanggal terjadi.
Jemari kanan Abbas berusaha menyalakan korek api digenggamnya, lalu menyalakan lilin di atas kue bawaannya ditangan kiri. Kemudian setelah lilin tersebut menyala, Abbas mulai mengetuk pintu kamar Asha.
"Sha, ini saya." Ucap Abbas.
Ashana yang tertidur namun tak terlalu nyenyak karena pikirannya yang berkecamuk kesana kemari langsung terbangun, ia mencari kerudungnya dan segera memakainya sebelum membuka pintu kamar.
"Iya kak.." lirihnya sembari membuka pintu.
"Barakallah Fi Umrik, Ashana. Maaf, saya bangun kamu malam-malam gini.." ucap Abbas, saat Asha membuka pintunya. Mata Abbas hanya fokus melihat api dari lilin, walau kini gadis yang ia cintai sedari kecil berada tepat dihadapannya.
Kedua bola mata Asha hanya fokus terhadap lilin yang menyala terang di lampu yang temaram di koridor rumah. Abbas? Memberinya kejutan? Asha tak pernah membayangkan hal tersebut akan terjadi.
"Ditiup dulu!" Titah Abbas.
Tanpa ragu, Asha meniup kedua lilin tersebut dan dalam sekejap air matanya mulai turun membasahi pipinya.
"Allahumma thawal 'umurana washah ajsadana wanawir qulubana watsabit imanana wa ahsan u'malana wawasi' arzaqana wa ilalkhoiri qarabna wa 'anisy syahri ab'idna waqdhi khawaijana fid daini wad dunnya wal akhirat innaka 'ala kuli syai'in qadir." Ucap Abbas, melafazkan doa untuk malam kelahiran gadis cantik yang begitu berharga dalam hidupnya.
Sedangkan Asha, hanya bisa terdiam dengan air mata yang mulai berjatuhan dari pelipis matanya yang merah. Tangis haru tersebut tak bisa Ashana tahan lagi kedatangannya.
"Hahaha, ya Allah, jangan nangis, Sha.. ayo turun ke bawah, saya masakin semua makanan yang kamu suka."
Abbas berjalan mendahului Asha, ia menuruni tangga dan duduk dimeja makan menunggu Asha turun. Gadis itu turun dengan keadaan kerudung lusuh yang sudah pasti dijadikan lap air mata.
"Kak.. makasih banyak.."
"Bukan apa-apa, ayo dimakan. Saya heran kenapa saya rayain jam segini. Oh, karena saya gak bisa tidur kali ya? Ya udahlah, ayo dimakan dulu!"
Asha mengangguk, ia mencicipi seluruh masakan di sana sembari terus terisak bahagia. Sudah berapa kali gadis itu mengucapkan terimakasih pada Abbas, namun tak ada gubrisan dari laki-laki yang entah melamun tentang hal apa didepan Asha dengan pandangan seperti biasa entah dilontarkan kearah mana.
"Sha, gimana kalau kita ke panti asuhan buat rayain ulang tahun kamu. Ini anggap saja sebagai pembukaan. Saya tahun lalu juga rayain sama anak-anak panti.."
"Boleh.. gue mau banget, mungkin sama anak-anak di panti ulang tahun gue jadi rame!" Tutur Asha, dengan suara khas habis menangis yang terdengar bindeng.
"Oke, nanti kita atur. Tapi saya lagi resah, Sha.."
"Kenapa? Capek ya siapin ini semua?" Tanya Asha.
"Karena saya bahagia waktu menyiapkan semuanya, saya jadi gak capek. Saya sedih karena sebentar lagi saya bakalan sibuk banget, kemungkinan besar saya gak tinggal di kota ini beberapa bulan. Jadi ke panti-nya kita atur secepatnya, takut saya keburu pergi!" Jelas Abbas.
"Kenapa? Kok gitu? Ntar gue mau nangis harus didepan siapa lagi? Gue gak bisa kak kalau lo gak ada, kak."
"Kamu harus bisa, saya kan gak bakalan terus-menerus ada disebelah kamu!" Tegas Abbas.
Ashana terdiam. Abbas menyuruhnya untuk bisa mandiri, sedangkan sejak dia hadir Abbas selalu menjadi pundak bagi Asha dalam situasi apapun. Mengapa sekarang meminta Asha berdiri sendiri? Apa Abbas lelah? Karena Asha terlalu membuat semua situasi menjadi keluhan, keresahan, apa karena semua itu Abbas jadi lelah terus-menerus ada bersama Asha?
"Kemana? Kok mendadak pergi?" Tanya Abbas.
"Saya diajak Om Adrian buat cari beberapa pengalaman diluar kota, entah itu dalam bidangnya saya atau bukan. Kebetulan kedua orangtua kamu sebentar lagi pulang, saya jadi gak terlalu khawatir ninggalin kamu. Ayah kamu juga bilang kalau mereka bakalan menetap agak lama, dan kemungkinan dinas lagi akhir tahunan." Jelas Abbas, kembali.
"Iya, gue juga bentar lagi masuk kuliah. Makasih ya, kak. Buat semuanya.. lo kalau udah keluar kota jaga kesehatan, terus hati-hati juga cari calon istri!" Ucap Asha, seolah-olah sudah seperti salam perpisahan versi pendek.
Walau dengan berat hati menerima kepergian Abbas, Asha tak mau memperlihatkan bahwa dirinya menjadi ketergantungan pada Abbas. Mungkin saja jika ditunjukkan hal tersebut malah menjadi beban untuk Abbas. Seperti apa yang dinasehatkan Abbas, Asha harus bisa berdiri sendiri.
"Pesan saya cuma satu untuk kamu, segera putusin Rakha ya.."
"Iya kak, gue bakalan pikirin lebih mateng lagi. Maaf selama ini gue belum bisa mikir dalem soal hubungan sama Rakha. Dan ya ternyata gak semudah itu juga buat mikirin semuanya, walau emang banyak sakitnya tapi kan gak selalu rasa sakit. Makasih ya kak, udah banyak ngajarin hal yang gak gue tau." Jelas Ashana, yang mulai terisak lagi sembari menundukkan kepalanya.
"Gak apa-apa, Sha. Semuanya emang butuh proses, keluar dari hal yang negatif buat diri kita memang harus perlahan-lahan biar gak datang lagi nantinya. Ikhlas aja sama prosesnya, nanti juga kamu terbiasa." Tutur Abbas.
Laki-laki itu kembali sibuk dengan masakan-masakan yang baru saja ia masak spesial untuk malam ini, walau makan pada tengah malam seperti ini tidak baik, tapi untuk hari ini seperti di tidak apa-apa kan dulu.
-
-
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Abbashana ✓ [REVISI]
Dla nastolatkówSemuanya tak adil. Tapi setelah kamu datang, semuanya menjadi lebih menyenangkan karena kamu mengajarkan aku bagaimana cara ikhlas di setiap saat aku merasa bahwa dunia tak adil. Terimakasih Abbas, telah membawaku kembali kedalam ingatan yang pernah...