Part 1

6.6K 198 7
                                    

Hujan turun dengan deras sore ini, kusesap teh tawarku perlahan, dari balik jendela kunikmati jutaan rintik hujan yang membasahi bumi.

Hari ini usiaku tepat tiga puluh tahun dan diusia ini aku masih melajang, bahkan pacarpun aku tidak punya, bukankah jika menurut orang lain hidupku ini sangat memperihatikan?

Jujur saja aku selalu tertawa di dalam hati ketika orang-orang mulai mengasihani kehidupanku, mereka tidak tahu saja bagaimana aku begitu menikmati kehidupanku saat ini.

Coba pikirkan seorang wanita dengan profesi penulis di sebuah platform digital merangkap menjadi freelance scriptwriter yang royaltinya bisa untuk berjalan-jalan ke luar negeri, membeli mobil bahkan membeli rumah.

Ketika mendengar seorang penulis pasti bayangan orang di luar sana, pertama penghasilan yang tidak pasti dan jam kerja yang tidak menentu pula.

Mungkin bagi orang yang berorientasi dengan profesi dan penghasilan tidak akan menyukai profesi ini.

Tapi bagiku pekerjaan ini adalah duniaku yang lain mungkin bisa dibilang dunia menulis adalah dunia tempatku melarikan diri dari dunia nyata.

Aku menikmatinya hingga tak terasa berapa banyak uang yang sudah kuhasilkan.

Hingga akhirnya setelah melihat berapa banyak nominal yang aku dapatkan aku memutuskan untuk tidak bekerja.

Respon orang tuaku seharusnya marah, karena uang kuliahku dari pendidikan sarjana sampai doktoral menghabiskan tabungan mereka tetapi mereka tidak marah sekalipun bahkan memandang rendah profesi yang kugeluti sekarang.

"Cha jadi ikut ke kelab?" kuletakkan mug di atas meja.

"jadi, selama ini gue riset suasana kelab dari youtube doang, pengin tau realitanya."

"jangan sampe mabok tapi" kugelengkan kepalaku pelan "liat-liat aja nggak mau minum, inget dosa gue" Kalila memutar bola matanya malas "lo nakal di cerita doang sih."

Aku tertawa mendengarnya "eh gue penasaran deh, kenapa lo nolak jadi scriptwriter proyek barunya Adamas film? Bayaran mereka lebih tinggi dari ph sebelah kan? Kenapa lo tolak?"

"lagi males mikir," jadi scriptwriter berarti harus siap di kejar deadline dan revisi, selama ini dalam setahun aku hanya mengambil jatah scriptwriter satu sampai dua kali.

Bukannya aku tidak sanggup untuk bekerja di bawah tekanan tapi ada beberapa hal yang membuatku enggan bekerja bersama mereka lagi.

"enak banget ya kerja suka-suka lo, kalo nggak mau ya nggak diterima, enak banget pokoknya kerja begitu,"

Aku mendengus mendengarnya, jika orang lain yang berucap aku akan biasa saja, tapi ini Kalila yang kerjanya juga seperti aku.

"ya kan sama kayak elo, kalo kurang sreg sama yang mau endorse lo kan juga nggak mau, kerja suka-suka lo juga," Kalila meringis mendengarnya.

"ya gimana, jadi selebgram menurut gue bukan cuma jualin barang orang tapi kita kan harus liat barang atau jasanya juga," jelas Kalila.

"makanya lo nggak pernah mau endorse skincare ataupun kosmetik."

Selama ini Kalila memang hanya mau menerima tawaran untuk produk seperti baju, sepatu dan tas.

"sampe gue dijulukin selebgram songong, padahal kan gue takut dimarahin followers gue kalo misalkan skincare atau kosmetik yang gue promosiin berdampak buruk buat mereka, jadi main aman aja toh gue juga nggak ngejar duit."

Aku dan Kalila mempunyai pemikiran yang sama, kami adalah perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu.

Meskipun kelak akan menjadi seorang istri dan ibu kami mau berdiri di atas kaki kami sendiri tanpa bergantung kepada suami, semua perempuan harus berdaya secara finansial.

ARAH (The Journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang