4

962 132 44
                                    

KUMORI

Story by : Eminamiya

Rate : M

WARNING :
Typo, alur cepat dan ringan, banyak kata yang terulang-ulang.


HARGAI USAHA PENULIS DENGAN CARA TIDAK MENJIPLAK ATAU MENGCOPY CERITA INI!

DON'T LIKE, DON'T READ

- Happy Reading -




Aku tahu, mata itu terus menatapku.

Sudah sejak beberapa menit yang lalu, bahkan meski aku sengaja untuk tidak balas melihat ke arahnya, aku tahu, jika sesekali, mata Naruto-sensei melihat padaku. Memperhatikan dalam diam dengan sorot tajam--yang seolah menciutkan seluruh nyali.

Alhasil, sekadar mengangkat wajah untuk memandang bibi Tsume yang sedari tadi berbicara, aku menjadi tak sanggup.

Aku merasa gelisah dan ... takut.

Semenjak kedatangannya, kepalaku tak lagi bisa berpikir dengan baik.

Rasanya begitu terkejut dan tak menyangka bila hal ini terjadi. Semua seperti mimpi, dan aku seperti sedang dipermainkan oleh bunga tidur. Segalanya masih terlalu sulit untuk dipercaya.

Getar gugup yang sedari awal kurasakan saat pertama kali masuk ke rumah ini, sekarang bertambah berkali-kali lipat.

Kini, ada begitu banyak pertanyaan yang mulai hinggap dan seakan menuntut jawaban.

Jawaban ... yang mungkin sudah dapat kupastikan kebenarannya. Namun, aku masih menolak untuk merasa puas.

Seperti,

Jika Samui adalah anak Naruto-sensei, dan Kiba adalah paman dari Samui, berarti, wanita yang mendatangiku beberapa tahun lalu....

Dalam diam, aku melirik pada Kiba melalui ekor mata. Dia tampak menikmati pembicaraan yang sedang mereka lakukan.

Berarti, wanita itu bersaudara dengan Kiba?

Yang artinya, mereka saling mengenal.

Dengan masih dalam posisi kepala yang tertunduk, pandangan mataku menatap Samui--yang berada di pangkuanku.

Gadis kecil ini menolak untuk menjauh meski bibi Tsume telah memintanya agar mengambil duduk di sebelah ayahnya--tepat di depanku, yang hanya dibatasi oleh meja makan.

Tangan Samui terus bergerak memasukan makanan ke mulut dan menikmati dalam ketenangan.

Terkejut. Tubuhku tersentak saat tiba-tiba saja ia mendongakkan kepala dan balas menatap, sehingga dapat kulihat dengan jelas bolamata polosnya yang tengah tertuju padaku.

Sekali lagi, Hatiku merasakan desiran itu.

Mengingat beberapa saat yang lalu, ketika Samui menyebutkan kata 'Ayah' sembari menunjuk pada saat kedatangan Naruto-sensei, membuatku menelan ludah dengan paksa.

Kini, aku tahu alasan mengapa jantungku selalu berdetak cepat kala saling bertemu tatap bersama mata kecil Samui.

Karena mereka ... memiliki mata yang serupa.

"Ah! Benar! Aku terlalu sibuk berbicara sampai lupa untuk memperkenalkan kalian, hm, Hinata?"

Suara bibi Tsume yang hampir mendominasi seluruh pembahasan sedari tadi, seketika menyebut namaku; memanggil dengan nada suara yang terdengar senang, hingga dengan sedikit berat, wajahku terangkat menatapnya.

Kumori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang