22

446 78 14
                                    

Hari ini aku update 3 chapter. Bisa cek juga chapter 20-21 supaya kalian engga ketinggalan alurnya.






KUMORI

Story by : Eminamiya

Rated : M

WARNING!!
Typo, Banyak kata yang terulang-ulang, Alur cepat dan ringan, Plot pasaran / Mudah ditebak


HARGAI USAHA PENULIS DENGAN CARA TIDAK MENJIPLAK ATAU MENG-COPY CERITA INI

DON'T LIKE, DON'T READ

- Happy Reading -




Hinata's POV

Gantungan lonceng berbunyi saat hembusan angin lembut kembali bertiup--menghasilkan suara dentingan pelan yang terasa begitu menenangkan kala terdengar di telinga.

Meski hari telah menuju malam, namun, tetap saja, rasanya begitu enggan untuk sekadar berpindah. Tubuhku masih terasa begitu nyaman di sini; duduk sendiri sembari terus memandangi langit gelap dengan gumpalan awan yang sedikit lagi akan menjatuhkan bulir-bulir tetesan air dari atas sana.

Aku berkedip lambat.

Baru saja membahasnya, sekarang, rinai demi rinai cairan langit telah turun secara bertahap dan menabrak atap untuk menghasilkan suara dentuman kecil guna mengisi waktu, bersama dengan udara dingin yang terasa mulai memeluk.

Meski dingin, aku masih merasa tak ingin berpindah dari tempat ini.

"Hinata, masuklah, kau bisa masuk angin jika terus berada di situ."

Suara itu ... suara lembut yang telah menemani masa kecil hingga dewasaku. Suara seorang wanita yang kini berjalan mendekat dan menyentuh pelan pundak kananku dengan tangan hangatnya.

Ibu.

Sentuhan itu--seakan--menyadarkan, sudah berapa lama waktu yang telah kuhabiskan dengan duduk termenung di sini di teras sembari memandang kolam ikan di bawah.

Sejam, 'kah? Dua jam? Entah.

"Nenek memanggilmu di meja makan, temui dia."

Dengan satu helaan napas teredam, aku menoleh. Sedikit mendongakkan wajah agar mendapati wajah ibu yang memandang dengan teduh.

Aku mengangguk singkat, berjalan dengan tenang serta mendudukkan diri pada salah satu bantalan duduk di sekitaran meja makan setinggi lutut di sana. Nenek dan kak Hana sudah terlebih dahulu menghuninya.

Benar. Kami sedang berkunjung ke sini; ke rumah nenek yang sudah sekitar beberapa tahun tak kusinggahi, di daerah pedesaan terpencil, Suna.

"Nenek hampir tidak mengenali jika ibu kalian tidak menjelaskan," Nenek bersuara. Semua pasang mata tertuju padanya.

Tubuh ringkih dibalut kimono coklat pudar sedikit bergerak--membiarkan lengannya terangkat guna menyentuh helaian rambut Neji di pangkuan kakak.

"Rasanya, sedikit tidak percaya jika aku telah memiliki cicit. Apa aku sudah begitu tua?"

Untuk sesaat, semua tertawa. Aku hanya tersenyum kecil, bermaksud membiarkan diri--seolah--larut dalam canda yang tercipta, meski pada kenyataannya, hal itu tak menghibur sedikit pun.

"Sangat mengecewakan karena ayahnya tidak bisa ikut ke sini, padahal, aku sangat ingin melihatnya, wajahnya telah sedikit samar di pikiranku," nenek menambahkan, sembari mata redupnya menatap pada kak Hana.

Kumori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang