26

332 49 2
                                    

Sebelum bertanya mengapa mendadak saja cerita ini berlanjut di Wattpad, silahkan baca pengumuman yang ada di wall. Terima kasih.






- Happy Reading -





Kiba mematikan mesin mobil saat merasa jika dirinya telah memarkirkan kendaraan beroda empat tersebut di lokasi yang tepat, sebelum tubuhnya mengeluarkan diri dan berdiri diam di samping pintu.

Mata mencoba memperhatikan sekitar, dapat melihat sepinya lapangan parkir serta langit gelap yang dihiasi oleh beberapa bintang dengan jumlah yang masih dapat dihitung menggunakan jari.

Langit memang terlihat mendung, namun tampaknya, tak ada tanda jika akan turun hujan. Hanya hembusan angin saja yang sesekali bertiup dengan kencang dan dingin.

Kembali pada niat awal pria bertubuh tinggi tersebut berada di sana. Perasaan yang mulanya begitu yakin akan apa yang dilakukan, kini, mendadak saja berubah menjadi ragu.

Kiba mulai menimang dalam hati, apakah ia benar-benar harus naik ke salah satu unit apartemen yang berjejer rapi di lantai atas gedung, atau malah memutar ulang kendaraan untuk pergi menjauh?

Sejujurnya, Kiba tidak begitu yakin apakah Hinata akan bersedia bila bertemu lagi, meski pada kenyataan, si perempuan lah sosok yang merasa tersakiti di sini.

Akan tetapi, bila mundur kembali pada kejadian lalu--yang mana bahwa dirinya lah yang mengakhiri hubungan mereka, membuat Kiba merasa sedikit khawatir bila Hinata tidak menginginkannya.

Itulah mengapa, saat mata kembali tertuju pada salah satu pintu di sana--yang kebetulan terlihat jelas dari posisi saat ini berada, Kiba menjadi sedikit tak yakin.

Pegangan pada bungkusan yang berada dalam genggaman--kian mengerat. Dengan cepat otak Kiba berputar.

Haruskah melanjutkan niat atau berbalik pergi?

Tapi, jika ia pergi, bagaimana kalau ternyata Hinata sedang mencari barang ini? Mungkin dia sedang kesulitan, bukan?

Dengan satu helaan napas pendek, Kiba mencoba menetapkan pilihan.

Sepertinya, ada baik jika ia menemui Hinata. Setidaknya, selagi masih memiliki kesempatan.

Ya, Kiba tidak akan menyia-nyiakan waktu yang ada. Biarkan dia mengenyampingkan segala yang menjadi pergolakan pikiran--untuk sementara.

Akhirnya, dengan bermodalkan ketetapan hati, Kiba menegaskan langkah untuk berlanjut; berjalan dengan tenang meski hati tak setenang gerak tubuh.

Di kepala saat ini, ada begitu banyak hal yang ingin ditanyakan serta disampaikan, tetapi, terlalu ragu jika nanti harus mengutarakan.

Hingga, karena begitu larut akan pikiran sendiri, Kiba bahkan sempat tak menyadari bila dirinya telah berada di depan pintu unit apartemen Hinata.

Sejenak, rasa bimbang kembali. Sekali lagi, Kiba menimang, apakah ia benar-benar harus masuk atau tidak?

Nyaris saja langkah bergerak mundur untuk menjauh, namun, mendadak telinga mendengar satu suara keras yang secara mendadak hadir menggema dengan samar.

Telinga yang terdapat sebuah tindikan milik si pria coba memproses dari mana kiranya sumber suara tersebut. Serta saat sekali lagi nada terdengar, dan dapat dipastikan jika berasal dari petak apartemen Hinata, tangan Kiba secara refleks bergerak untuk membuka semakin lebar pintu apartemen yang telah sedikit terbuka.

Kala berhasil memasukkan diri, Kiba memandang heran dan cemas saat mendapati keadaan di mana Hinata tengah terisak sembari memegang lengan.

Saat mata juga mendapati satu sosok lain; sosok orang yang selalu ia sebut dengan panggilan 'Kak Naruto', yang juga sedang berhadapan dengan Hinata, seketika emosi dalam diri membludak.

Kumori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang