11

619 93 17
                                    

Kemarin ada yang komen: "Hinata terlalu cepat nerima Naruto." (Lupa di chapter berapa)

Demi apa! Aku udah nunggu ada yang ngomong kayak gitu, supaya aku bisa ngasih penjelasan. Makasih ya udah konek sampe ke sana (╥﹏╥)

Oke, Hinata nerimanya terlalu cepat?? Agak ngeselin, kan? Tapi, percayalah, guys, saya menggambarkan karakteristik Hinata dari sisi realistis seorang perempuan.

Saya membuang bagian 'menjadi wanita tangguh yang mempertahankan harga diri karena telah disakiti' menjadi 'perempuan yang kehilangan (anggap saja) kewarasan'.

Kenapa? Sesuai logika aja nih, hanya secuil perasaan cinta, bisa saja membuat seorang perempuan tidak bisa berpikir normal, lantas, apakah perkara besar seperti apa yang Hinata alami, bisa semudah itu membuat dia menjadi pribadi yang tetap seimbang dan tegar?

Saya tidak menyebut dia gila, tapi, ini memang keadaan psikologis seorang perempuan apabila sudah berkaitan dengan hal berbau perasaan. Saya tidak pernah mempelajari tentang sesuatu yang berkaitan dengan psikologi atau ilmu kejiwaan apa pun itu, tetapi secara tak langsung cukup memperhatikan perubahan karakter orang-orang di sekitar saya yang pernah mengalami hal serupa (bukan pada kisahnya, tapi pada titik masalahnya).

Dalam kasus ini, rata-rata, seorang perempuan akan merasa dirinya terikat (entah sadar atau tak sadar). Makanya, setelah menjalin hubungan yang telah jauh dengan seorang pria, meski seperti apa pun pria tersebut bersikap, sang wanita akan sulit melepaskan dan cara berpikirnya jadi gak rasional. Ini udah klise banget dan sering terjadi di sekitar kita, bener, kan?

Itulah alasan, mengapa saya menciptakan karakter Hinata yang cenderung 'lemah' jika berhadapan dengan Naruto, meski memang dia telah mengalami berbagai rasa sakit karena perbuatan Naruto. Karena seperti inilah normalnya seorang perempuan bersikap setelah dirinya menjadi tidak bisa normal lagi (bukan gila, okay?)

Saya tidak ingin sebuah kisah penuh drama dengan karakter seorang perempuan yang menjadi kuat setelah merasakan derita, membuat seorang pria yang akan mengejarnya kembali, karena faktanya, perempuanlah yang akan menjadi pihak pengejar (jika dihubungkan dengan kejadian seperti yang Hinata alami), serta hal ini didukung dengan hubungan mereka yang memang berakhir bukan karena keinginan dari kedua bela pihak, baik Hinata maupun Naruto.

Singkatnya gini, emangnya ada ya perempuan yang bisa tetep berpikir rasional setelah udah ngasih segalanya ama cowok dan tetap mampu bersikap biasa-biasa aja? Bisa aja sih, kalo emang dia punya penyimpangan seksual atau mungkin seseorang yang udah keseringan main ama laki. Kalau pun ada perempuan dengan mental setebal itu saat menghadapi masalah serupa, mungkin hanya dalam hitungan persentase kecil. Serta, ini adalah alasannya, mengapa karakter Hinata dibuat menjadi 'gadis polos dengan perasaan yang tulus'. Supaya bisa memberi pengertian; seberapa besar pengaruh yang bakal terjadi -- terutama pada perempuan -- kalo udah berani bertindak terlalu jauh dalam hubungan. Salah satu faktor ini yang akan memicu munculnya penilaian mengapa perempuan disebut 'menye' dalam bersikap dan menyikapi masalah. Tapi gimana ya, kenyataannya psikis perempuan emang enggak sekuat yang dibayangkan.

Trus, gimana dengan KIBA? Hinata 'kan yang udah punya Kiba yang notabene cowok sempurna buat dia? Guys, di mata mereka yang 'seperti Hinata', "yang terbaik UNTUK hati, tidak menjamin dapat menyingkirkan yang terbaik DI DALAM hati".

Ngeselin, 'kan? Wkwk.

Ini tuh jadi ngingetin aku sama kisah temenku. Udah disakitin berkali-kali, curhat lah sampe nangis-nangis. Kukasih wejangan panjang lebar, sampe akhirnya dia ngotot, katanya gak bakal mau balikan lagi apa pun yang terjadi. Bim salabim! Siangnya dia ngomong gitu, malamnya foto profil WA balik lagi jadi muka tuh cowok. Balikan dong mereka! Saking kesel, aku udah enggak bisa marah, malah ngakak sambil ngarep bisa nembusin paku di kepalanya. Yang kayak gini salah satu dampaknya 😂

Kumori ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang