Part 7

37.3K 1.6K 7
                                    

"Dion, aku permisi ke toilet bentar ya." Ijin Ilsa ke Dion.

"Mau dianter Sa?" tawar Dion.

"Ga usah Yon." Tolaknya lalu pergi ke toilet.

~~~

Ilsa membasuh mukanya di depan kaca toilet. Mukanya sudah kusam, terlihat letih. Memang akhir-akhir ini dia merasa letih. Setelah menyelesaikan keperluannya, Ilsa beranjak pergi. Tetapi tiba-tiba pintunya terbuka. Anta terlihat di depan pintu toilet. Ilsa kaget. Dia mencoba mengingat kalau dia tidak salah masuk.

"Lo tidak salah masuk." Ucap Anta datar seperti menebak pikiran Ilsa. Anta jarang menggunakan lo-gue sama Ilsa, kecuali saat marah.

"Maumu apa brengsek?" Desis Ilsa tajam. Setelah kejadian di gudang kemarin, Ilsa bertekad dia tidak akan terlihat lemah.

Anta menatap heran Ilsa. 'Ha udah berani nih orang?' Batin Anta sinis. Anta berpikir licik. Dia menutup pintu toilet dan menguncinya. Ilsa yang melihatnya terbelalak kaget.

"Makin berani ya lo." Ucap Anta santai. Ilsa menatap tajam ke Anta. Tubuh Ilsa meremang dengan sendirinya. Meski berusaha untuk kuat, tidak munafik bahwa tubuhnya selalu gemetar saat berhadapan dengan Anta.

"Gue udah bilangkan? Pergi dari pandanganku dan jauhi Dion!" Lanjut Anta dengan nada menekan. Anta masih santai berdiri di depan pintu toilet sambil melipat tangannya.

"Saya sudah memenuhi keinginan anda dengan tidak menampakan diri saya di depan anda dan malam ini tidak seperti yang anda pikirkan." Jelas Ilsa menekan setiap kata-katanya. Sebenarnya kenapa Ilsa harus menjelaskannya? 

Anta tersenyum miring. "Jalang tetaplah jalang, banyak alasan." Ilsa mendengar kata itu lagi, hatinya seperti tertusuk pisau. Ilsa memejamkan matanya, menahan emosinya. Bukan waktunya dia membalas api dengan api. Meski, dia ingin berteriak di depan muka Anta bahwa dia tidak jalang. 

"Lo akan terima akibatnya." Desis Anta yang maju mendekat kearah Ilsa. Ilsa yang melihat pergerakan itu segera mundur. Dia mencari barang apa saja yang bisa melindunginya. Dilihatnya pel dipojok toilet. Ilsa mengambil dan menudingkan pel tersebut ke Anta. Anta yang melihat itu tertawa mengejek.

"Pergi!" Bentak Ilsa. Tangannya gemetar. Gangguan kecemasannya kambuh lagi. Tubuhnya saat ini sungguh gemetar dengan hebatnya. Pikiran malam itu kembali lagi menghinggapinya.

Anta tetap melangkahkan kakinya mendekati Ilsa. Ilsa makin terpojok.

"Aku bilang PERGI ANTA!" Teriak Ilsa kesetanan. Anta tidak peduli. Sebut saja hatinya sudah beku. Ilsa menangis melihat Anta yang tetap keukuh berjalan mendekatinya. Dengan sekuat tenaga, Ilsa menggerakan pel tadi ke kanan dan ke kiri supaya mengenai Anta. Anta diam sejenak. Dipandanginya Ilsa.

"Kalau anda maju selangkah, saya akan berteriak dan pel ini akan mengenai anda." 

"Teriak saja sekencang-kencangnya, tidak akan ada orang yang dengar dan pe-du-li." Anta menekan kata terakhir. Dengan cepat Anta berhasil mengambil pel yang dipegang Ilsa tadi. Ilsa menangis dan berteriak meminta tolong. Dia luruh di lantai. Dia terpojok. Kakinya yang masih sakit menghalanginya untuk bergerak. 

Ilsa tidak hilang akal, dia merangkak memasuki bilik toilet disampingnya. Dengan segera, dia menutup pintu bilik itu. Tetapi, sayangnya gerakannya kalah cepat dengan Anta. Tangan Anta berhasil menahan pintu itu. 

Anta langsung menghembaskan pintu bilik dengan keras dan menarik jaket Ilsa. Didekatinya Ilsa. Dia berbisik tepat ditelinga Ilsa. "Lo akan tau akibat dari perbuatamu sendiri." Ucapnya langsung melumat bibir Ilsa. Ilsa yang kaget segera memukul Anta. Kakinya yang masih sakit dia usahakan untuk menendang Anta sekuat tenaga. Tetapi apalah daya dirinya yang tenaganya tidak sebesar Anta. 

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang