Part 9

35.8K 1.6K 7
                                    

Anta menatap makanan di mejanya dengan hambar. Selera makannya menghilang. Anta tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Rasanya semangatnya hilang. Biasanya dia selalu berfikir positif dan bisa mengontrol dirinya, tetapi kali ini tidak. Auranya menghitam. Hanya ada wajah dingin tanpa senyuman.

Papa Anta yang melihat Anta hanya menatap makanannya, menginstrupsi. "Nta kenapa kok ga dimakan?"

Mama dan Faya ikut menoleh kearah Anta. Anta melihat papanya. "Lagi ga selera pa." Jawabnya singkat.

"Dimakan dong Nta, kalau ga makan nanti kamu sakit." Ucap Mama Raisa lembut. Anta diam, dia hanya mengaduk makanannya.

"Kamu masih marah sama mama gegara perjodohan?" Lanjut mamanya. Anta melihat mamanya. "Engga ma." Ucapnya bohong. Tidak seratus persen bohong, bukan cuma alasan perjodohannya tetapi memang akhir-akhir ini mood Anta sedang tidak baik-baik saja.

"Kamu mau istirahat dulu?" Tanya papa Anta akhirnya. Beliau seolah mengerti kalau Anta mungkin lelah dengan pekerjaan. Itu salah besar. Anta menyukai bekerja, pasti bukan alasan itu.

"Ih kakak jangan kaya anak kecil deh, makan kali. Nanti sakit, ngerengek." Ejek Faya dan dibalas jitakan di kepalanya.

Mama Raisa menghela nafas. "Kenapa sih Anta? Kok makannya ga dimakan. Ga suka sama lauknya?" Tanya Mama Raisa penuh pengertian.

Anta menatap mamanya dan tersenyum tipis. "Ga kok ma, cuma agak lagi ga selera aja."

"Yaudah, ganti lauknya ya, kamu lagi pingin makan apa? Biar mama minta Bi Rusti buatin." Tawar Mama Raisa.

Anta menggeleng. "Gausah ma, ini lauknya aja banyak. Anta makan ini aja."

"Yaudah makanlah kak, atau mau Faya suapin? Atau papa? Atau mama yang nyuapin?"

Anta memutar bola matanya. "Nih kakak makan nih, ga perlu disuapin juga." Balas Anta sambil memasukan satu sendok makanannya.

Faya yang melihat itu tertawa, sedangkan Mama Raisa tersenyum geli. Setelah desakan dari keluarganya, akhirnya Anta makan sedikit demi sedikit.

Baru menghabiskan makan setengah, perut Anta bergejolak hebat. Anta meletakan sendoknya asal dan berlari ke toilet terdekat untuk memuntahkan semua isi perutnya.

Mama Raisa yang khawatir menghampiri Anta. Beliau memijat tengkuk Anta.

"Kamu istirahat dulu aja Nta, nanti biar papamu bilang ke Ratih. Kamu kayaknya kelelahan." Saran Mama Anta.

Belum sempat Anta menjawab, perut Anta bergejolak lagi dan dia memuntahkan isi diperutnya lagi. "Kan, ke dokter dulu yuks Nta." Pinta Mama Raisa. Dia khawatir dengan kondisi Anta.

Anta menggeleng, "gausah ma, Anta istirahat di rumah aja."

"Tapi kalau kenapa-napa gimana?" Tanya mamanya khawatir. Anta tetap bersikukuh mau istirahat di rumah. Kemungkinan dia memang kecapekan, karena proyek kali ini bukan sembarang proyek ditambah pikirannya dalam kondisi tidak stabil.

"Kamu ambil cuti dulu aja. Nanti biar papa urus pekerjaanmu." Ucap papanya setelah melihat Anta dalam kondisi kurang sehat. Dia sudah terduduk di sofa keluarga setelah memuntahkan perutnya di kamar mandi.

"Atau papa panggilin dokter ya?"

Anta menggeleng lemah. "Gausah pa, Anta cuma butuh istirahat aja."

Papa Roy menghela nafas melihat anaknya ini menunjukan sisi keras kepalanya. "Yaudah, kamu istirahat di kamar sana. Papa mau berangkat kerja."

Anta hanya mengangguk lemah. Dia berjalan memasuki kamarnya untuk beristirahat. Dia benar-benar butuh istirahat kali ini. Tubuhnya sudah memperingatinya.

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang